Kesaksian Warga Rasakan Kiamat Saat Tsunami 100 Meter Hantam Ambon
Jakarta, CNBC Indonesia - Malam itu, langit Ambon tenang. Tidak ada hujan. Tidak ada angin. Namun dalam hitungan menit, daratan berubah menjadi lautan kematian.
Gelombang raksasa setinggi hampir 100 meter menyapu kota, menyeret rumah, manusia, dan sejarah sekaligus. Warga yang selamat menyebutnya bukan sekadar bencana, melainkan "kiamat kecil" yang turun dari laut.
Peristiwa ini terjadi pada 17 Februari 1674, sekitar 351 tahun lalu, dan hingga kini masih menjadi tsunami terdahsyat yang pernah tercatat dalam sejarah Indonesia. Kesaksiannya terdokumentasi detail oleh seorang naturalis Eropa yang kala itu bermukim di Ambon, George Eberhard Rumphius.
Rumphius tiba di Ambon pada 1653 setelah menempuh perjalanan laut berbulan-bulan dari Portugal. Setelah mengitari Selat Magelhaens dan melewati ganasnya Samudera Atlantik, ia akhirnya mendarat di wilayah yang sebelumnya hanya ia kenal dari cerita para pelaut.
Ia awalnya bertugas sebagai tentara VOC untuk menjaga keamanan dan mengawasi aktivitas eksploitasi rempah. Namun ketertarikannya pada alam dan masyarakat Ambon membuat otoritas VOC menilai Rumphius kurang fokus menjalankan tugas militer. Ia kemudian dipindahkan ke dinas sipil, keputusan yang justru membuka jalan bagi kontribusinya dalam sejarah sains.
Dari Ambon, Rumphius menyusun karya monumental Herbarium Amboinense, sebuah buku tebal yang tak hanya mencatat flora dan fauna, tetapi juga merekam secara rinci salah satu bencana paling mengerikan yang pernah melanda Nusantara.
Malam Ketika Tanah Bergerak Seperti Laut
Dalam catatannya, Sabtu malam itu berjalan normal. Hingga pukul 19.30 waktu setempat, ketika suasana tiba-tiba berubah aneh. Tanpa angin dan hujan, lonceng-lonceng di Kastil Victoria berdentang sendiri. Tak lama kemudian, bumi mulai bergetar hebat.
"Orang-orang berjatuhan ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan," tulis Rumphius. "Begitu gempa mengguncang, seluruh garnisun, kecuali beberapa orang yang terperangkap di bentengberlari ke lapangan di bawah benteng."
Warga berharap lapangan terbuka menjadi tempat aman. Harapan itu sirna dalam hitungan detik. Laut mendadak naik ke daratan. Semua orang panik, berlari sekuat tenaga menuju tempat lebih tinggi.
"Air itu naik melampaui atap rumah dan menyapu bersih desa. Batuan koral terdampar jauh dari pantai," kenangnya.
Pria kelahiran 1 November 1627 itu termasuk sedikit orang yang berhasil mencapai tempat tinggi. Namun 2.322 orang di Ambon dan Pulau Seram tewas, termasuk istri dan putri kecilnya sendiri.
Tsunami Tertua dan Terbesar di Nusantara
Berabad-abad kemudian, kesaksian ini diakui sebagai catatan tsunami tertua di Indonesia. Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyebut peristiwa tersebut sebagai tonggak awal dokumentasi bencana di Nusantara.
"Gempa Ambon 1674 merupakan gempa dan tsunami dahsyat pertama dalam catatan Nusantara," ujarnya dalam webinar Peringatan Tsunami Ambon 1674 awal tahun ini.
Penelitian modern memperkirakan kekuatan gempa mencapai M 7,9, disertai likuifaksi besar-besaran yang membuat tanah kehilangan kekuatan dan bergerak seperti air, persis seperti yang digambarkan Rumphius. Tsunami setinggi 100 meter itu bukan hanya akibat getaran gempa, tetapi juga dipicu longsoran pantai besar-besaran.
"Kalau kita melihat kasus-kasus tsunami di Indonesia. Kita lihat tsunami Flores 1992, kalau hanya murni melihat magnitudo sebesar 7,8 Skala Magnitudo, itu tidak sedahsyat itu tsunaminya sampai 30 meter dan melompati pulau babi. Bahkan Tsunami Aceh kalau melihat magnitud tak sebesar itu. Artinya sumbangan signifikan terbentuknya tsunami adalah longsoran pantai," tutur Daryono.
Dari ketinggian gelombang yang belum pernah terlampaui itu, Tsunami Ambon 1674 tercatat sebagai gelombang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Indonesia sendiri berada di pertemuan tiga lempeng besar (Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik) yang membuat wilayah ini sangat aktif secara seismik. Karena itu, para ilmuwan terus mendorong peningkatan sistem mitigasi agar tragedi serupa tak kembali menelan banyak korban yang pernah melanda Ambon tiga setengah abad silam.
(fab/fab)[Gambas:Video CNBC]