Antibiotik Numpuk-Cemari Air, Siap-Siap Warga Bumi Kena Efek Bahayanya
Jakarta, CNBC Indonesia - Para ilmuwan memperingatkan ancaman nyata dari menumpuknya antibiotik yang mencemari sungai dan aliran air. Disebutkan, sekitar 90% obat yang dikonsumsi manusia langsung melewati tubuh. Sebagian besarnya tidak bisa tersaring melalui instalasi pengolahan air limbah.
Demikian mengutip tulisan April Hayes, Microbiologist, Public Health and Sport Sciences University of Exeter berjudul Meningkatnya cemaran antibiotik di perairan dunia bisa membuat bakteri makin kebal, yang ditayangkan The Conversation pada 19 November 2025.Â
"Residu obat ini pada akhirnya mengalir di sungai, danau, dan ekosistem air tawar lainnya. Faktanya, jejak obat kini telah terdeteksi di setiap benua, dengan konsentrasi yang bervariasi di setiap tempat," kata Hayes dikutip dari The Conversation, Sabtu (22/11/2025).
Ia mencontohkan seperti yang terjadi di Jakarta, Indonesia, material acetaminophen atau parasetamol sekitar 420-610 nanogram per liter (ng/L) mencemari Pantai Ancol dan Sungai Angke. Sungai ini juga tercemar oleh obat diabetes metformin sebesar 27-414 ng/L.
Hayes menyebut cemaran antibiotik dalam jumlah kecil dapat membantu bakteri mengembangkan sistem pertahanan yang membuat mereka lebih sulit dibasmi.
Akibatnya, bakteri menjadi lebih tangguh, adaptif, dan kebal terhadap dosis obat yang sebelumnya cukup efektif untuk menyembuhkan infeksi pada manusia. Fenomena ini disebut resistensi antibiotik, sebuah ancaman besar bagi kesehatan global.
"Saat ini, lebih dari satu juta orang meninggal setiap tahunnya akibat infeksi bakteri yang kebal terhadap pengobatan antibiotik. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat," katanya.
Di sisi lain, yang belum banyak diketahui adalah cemaran obat lain (termasuk obat diabetes, depresi, dan pereda nyeri) ternyata juga bisa membuat bakteri kebal terhadap antibiotik.
Sebelumnya, sebagian besar penelitian hanya berfokus pada obat tunggal secara terpisah. Misalnya, peneliti menguji bagaimana satu antidepresan mempengaruhi kekebalan bakteri terhadap antibiotik.
"Uji coba ini biasanya menggunakan dosis yang jauh lebih tinggi daripada yang ditemukan di lingkungan," ujarnya.
Namun pada kenyataannya, cemaran dari obat-obatan di lingkungan saling membaur menjadi campuran kompleks berkadar rendah. Dampak dari kombinasi obat-obatan tersebut masih belum banyak diketahui.
Dalam penelitian terbaru, pihaknya menguji apakah sebuah komunitas bakteri akan menjadi lebih kebal terhadap antibiotik setelah terpapar campuran obat.
Campuran ini mencakup ciprofloxacin, yaitu antibiotik untuk mengatasi infeksi pneumonia hingga gonore dan cemaran nya sering ditemukan di perairan.
Antibiotik tersebut kemudian dikombinasikan dengan salah satu dari tiga obat lain, yaitu diklofenak (obat pereda nyeri), metformin (obat diabetes), atau hormon estrogen yang digunakan dalam terapi penggantian hormon. Ternyata, ketiga kombinasi antibiotik dengan obat lainnya terbukti mengubah perilaku bakteri.
Pihaknya lantas menganalisis bagaimana komunitas bakteri berubah: spesies mana yang menurun, mana yang berkembang, dan gen resistansi apa yang menjadi lebih umum.
"Kami menemukan bahwa campuran obat membuat komunitas bakteri kurang mampu tumbuh secara menyeluruh. Namun di sisi lain, bakteri juga lebih mungkin memiliki gen yang membuat mereka lebih kebal terhadap berbagai antibiotik bukan hanya ciprofloxacin, tetapi juga antibiotik lain yang secara kimiawi berbeda," kata dia.
Selain itu, kemampuan reproduksi bakteri juga berubah, kombinasi obat membuat spesies baru berkembang biak. Padahal, mereka tidak bereproduksi ketika terpapar antibiotik saja.
Dirinya pun telah menguji masing-masing obat non-antibiotik yang sama secara terpisah dalam studi sebelumnya. Pihaknya menggunakan bakteri dan kondisi eksperimen serupa.
Secara terpisah, tidak ada obat non-antibiotik yang meningkatkan resistensi bakteri. Namun, ketika dikombinasikan dengan antibiotik, ceritanya berubah.
Secara keseluruhan, studi-studi ini mengungkapkan sesuatu yang penting bahwa obat-obatan yang tampak tidak berbahaya jika digunakan sendiri, dapat memperkuat efek satu sama lain ketika dicampur.
Hayes menilai temuan ini penting, karena para ilmuwan sering menguji obat satu per satu. Apabila satu obat tidak menunjukkan efek yang jelas, efek tersebut biasanya diabaikan.
"Temuan kami justru menunjukkan bahwa kita tidak boleh terburu-buru mengabaikannya," katanya.
[Gambas:Video CNBC]