Bumi Bisa Balik ke Zaman Es, Ilmuwan Ungkap Fakta Mengejutkan
Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan iklim selama ini kerap dikaitkan dengan fenomena pemanasan global yang ditandai meningkatnya suhu Bumi. Namun, para ilmuwan mengungkap fakta mengejutkan bahwa Bumi yang memanas secara tak sengaja bisa memicu pembekuan yang dalam.
Sepanjang sejarah Bumi, para ilmuwan meyakini bahwa penguraian batuan silikat secara perlahan membentuk termostat alami utama di Bumi. Batuan silikat merupakan batuan sedimen yang sebagian besar terdiri dari silikon dioksida dan merupakan salah satu komponen utama dari kerak Bumi.
Dalam proses pengurauan batuan silika, air hujan menyerap karbon dioksida (CO2) dari udara, mendarat di bebatuan yang terbuka, dan secara bertahap melarutkannya. Karbon dan kalsium yang dilepaskan akhirnya mengalir ke lautan, tempat mereka membentuk bahan baku untuk kerang dan terumbu kapur. Material-material ini mengunci karbon di dasar laut selama ratusan juta tahun.
"Ketika planet memanas, bebatuan menyerap lebih banyak CO2 dan memungkinkan Bumi untuk mendingin kembali," kata peneliti Dominik Hulse, dikutip dari Science Daily, Senin (3/11/2025).
Kendati demikian, ada periode-periode di mana planet membeku sepenuhnya, dilapisi es dari kutub ke kutub. Para peneliti mencatat fenomena tersebut tak bisa dijelaskan hanya dari penguraian batu sementara. Artinya, ada faktor lain yang terlibat dalam pendinginan planet secara dramatis.
Petunjuk krusialnya terletak pada penyimpanan karbon di samudra. Seiring meningkatnya kadar CO2 di atmosfer dan pemanasan global, makin banyak nutrisi seperti fosfor yang tersapu ke laut. Nutrisi ini memicu ledakan alga yang menyerap karbon melalui fotosintesis. Ketika alga mati, mereka tenggelam ke dasar laut, membawa karbon tersebut.
Namun, pada iklim yang lebih hangat, pertumbuhan alga yang cepat juga menyebabkan kadar oksigen di dalam air menjadi lebih rendah. Dengan lebih sedikit oksigen, fosfor cenderung didaur ulang alih-alih tertimbun dalam sedimen.
Hal ini menciptakan siklus umpan balik yang kuat. Nutrisi yang banyak akan menghasilkan lebih banyak alga yang mengonsumsi lebih banyak oksigen saat terurai. Pada akhirnya, fenomena ini akan melepaskan kembali lebih banyak nutrisi.
Di saat yang sama, sejumlah besar karbon terperangkap dalam sedimen laut, yang pada akhirnya mendinginkan planet ini.
Selama bertahun-tahun, Hulse dan rekannya Ridgwell telah mengembangkan model komputer canggih untuk memantau sistem iklim Bumi yang meliputi interaksi-interaksi kompleks di dalamnya.
"Model Sistem Bumi yang lebih lengkap ini tidak selalu menstabilkan iklim secara bertahap setelah fase pemanasan, melainkan dapat mengompensasi dan mendinginkan Bumi jauh di bawah suhu awalnya," kata Hulse.
Namun, ia mencatat proses tersebut masih dapat memakan waktu ratusan ribu tahun. Dalam model komputer studi ini, fenomena ini dapat memicu zaman es.
"Dengan penguraian silikat saja, kami tidak dapat mensimulasikan nilai ekstrem tersebut," Hulse menjelaskan.
Hasil pemodelan yang dibuat Hulse menunjukkan bahwa ketika level oksigen di atmosfer lebih rendah seperti kondisi Bumi zaman dulu, umpan balik nutrisi ini menjadi lebih kuat dan dapat memicu zaman es parah yang menandai sejarah geologi awal.
Seiring meningkatkan aktivitas manusia yang menambah CO2 di atmosfer, Bumi akan terus menghangat. Menurut model terbaru dari para peneliti, hal ini secara jangka panjang dapat kembali memicu pendinginan.
Namun, tingkat pendinginannya akan lebih ringan ketimbang di zaman dulu. Pasalnya, atmosfer saat ini sudah menyimpan lebih banyak oksigen ketimbang di zaman lampau. Hal ini mampu meredam umpan balik nutrisi.
"Pada akhirnya, apakah penting jika awal zaman es berikutnya terjadi 50, 100, atau 200 ribu tahun ke depan?" tanya Ridgwell.
"Kita perlu fokus sekarang untuk membatasi pemanasan yang terus berlanjut. Bahwa Bumi akan mendingin kembali secara alami tidak akan terjadi cukup cepat untuk membantu kita," ia menuturkan.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ilmuwan Teriak "Kiamat" Bumi, Tandanya Terasa di Indonesia