DPR Tanggapi Keputusan Purbaya Tak Naikkan Tarif Cukai Rokok 2026

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
27 September 2025 13:15
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun saat menyampaikan paparan dalam Road to CNBC Indonesia Awards 2025 di Jakarta, Selasa (23/9/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun saat menyampaikan paparan dalam Road to CNBC Indonesia Awards 2025 di Jakarta, Selasa (23/9/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR mendorong reformasi total industri hasil tembakau setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan kebijakan cukai hasil tembakau atau CHT tak naik pada 2026.

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mulanya mengapresiasi keputusan Purbaya itu. Ia mengganggap keputusan itu menandakan Purbaya memahami masalah fundamental permasalahan CHT selama ini yang berdampak pada iklim usaha IHT.

Seperti diketahui IHT mengalami berbagai tekanan, mulai dari penurunan produksi hingga maraknya peredaran rokok ilegal.

"Ini artinya Pak Purbaya menunjukkan bahwa dia mulai mengerti permasalahan fundamental di persoalan cukai hasil tembakau ini," kata Misbakhun kepada CNBC Indonesia, Sabtu (27/9/2025).

Dengan keputusan ini, Misbakhun berpendapat, Purbaya setelah menahan tarif CHT 2025 juga harus mulai mengkaji ulang seluruh struktur aturan yang mengenai tarif CHT, seperti besaran tarif, struktur tarif, penggolongan, klasifikasi, kemudian yang berkaitan dengan pembayaran di depan, hingga cara penebusan cukai,

"Termasuk perlu dievaluasi total terhadap izin-izin yang berkaitan dengan tata cara mendapatkan CHT untuk pengusaha-pengusaha kecil, masyarakat-masyarakat UMKM yang selama ini menggantungkan hidupnya di industri hasil tembakau," tegas Misbakhun.

Ia menambahkan, untuk mendukung pemulihan iklim usaha IHT, pemerintah kata Misbakhun juga harus mulai mengajarkan pabrik-pabrik rokok kecil untuk membeli tembakau dari petani lokal, sampai ke tahap membeli cukai yang resmi, dengan aturan yang resmi dan dengan alokasi cukai yang memadai.

"Selama ini rokok-rokok kecil itu sering mengeluh dan mengadukan kesulitan untuk mendapatkan pita cukai untuk pabrik mereka, untuk usaha-usaha mereka, makanya mereka kecenderungannya untuk melakukan aktivitas rokok ilegal," tegas Misbakhun.

"Kalau klasifikasi ini dibuka untuk rakyat, bisa mendapatkan akses CHT maka saya yakin negara akan makin banyak kesempatannya menerima CHT," ungkapnya.

Pernyataan serupa disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR Hanif Dhakiri. Ia juga lebih dulu mengapresiasi keputusan Purbaya untuk tidak menaikkan tarif CHT 2026. Menurutnya, langkah menteri keuangan sudah tepat untuk memberi kepastian usaha IHT yang selama ini masih tertekan.

"Dengan langkah ini, menkeu memberi kepastian usaha bagi IHT sekaligus menunjukkan keberpihakan kepada jutaan buruh dan petani tembakau yang sangat bergantung pada stabilitas kebijakan ini," ucapnya.

Hanif menekankan, Komisi XI mendukung penuh keputusan tersebut, karena IHT bukan hanya penyumbang signifikan penerimaan negara, tetapi juga penopang lapangan kerja padat karya.

"Dengan tidak adanya kenaikan tarif, tekanan terhadap pekerja, petani kecil, dan masyarakat luas bisa diminimalkan, sementara industri memiliki ruang lebih besar untuk bertahan dan berinvestasi, paparnya.

Ke depan, Hanif memastikan, Komisi XI DPR turut mendorong agar kebijakan CHT diperkuat dengan pengawasan rokok ilegal, pengembangan kawasan industri hasil tembakau, serta optimalisasi dana bagi hasil atau DBH CHT.

"Dengan begitu, penerimaan negara tetap terjaga, stabilitas fiskal terlindungi, dan kepentingan kerakyatan di sektor hasil tembakau semakin terjamin," tutur Hanif.

Sebagaimana diketahui, tarif cukai rokok memang selalu mengalami kenaikan beberapa tahun terakhir, meski adanya kebijakan tahun jamak pada 2023-2024 dan tak ada kenaikan tarif pada 2025. Namun, kebijakan CHT selama ini semakin menekan aktivitas produksi hingga mengganggu iklim usaha dan ketenagakerjaan di sektor itu.

Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai, pada 2022 saat tarif cukai naik 12%, penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp 218,3 triliun dengan produksi 323,9 miliar batang.

Sementara pada 2023 produksi menurun menjadi 318,1 miliar batang yang menyebabkan penerimaan cukai hasil tembakau menjadi Rp 213,5 triliun dengan kenaikan tarif 10%.

Pada 2024, produksi makin menurun menjadi 317,4 miliar batang, namun penerimaan meningkat menjadi Rp 216.9 triliun dengan kenaikan tarif dipertahankan tetap sebesar 10%.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ojol Curhat ke DPR: Sudah Dipotong, Harus Bayar Demi Dapat Order

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular