Negara-negara Besar Dunia Bersatu Melawan China, Ini Penyebabnya

Redaksi, CNBC Indonesia
28 August 2025 21:05
Xi Jinping dan Donald Trump. (AP Photo/Andy Wong, File)
Foto: Xi Jinping dan Donald Trump. (AP Photo/Andy Wong, File)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa negara di dunia bersatu melawan China. Koalisi yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), sekutu-sekutunya yang merupakan negara berbahasa Inggris, Jerman, italia, dan Jepang, kompak mengecam 3 perusahaan China atas dugaan peretasan berskala masif.

Dalam sebuah dokumen setebal 37 halaman yang diterbitkan pada Rabu (27/8), negara-negara tersebut menuduh 3 perusahaan China menyediakan produk dan layanan siber kepada intelijen China, termasuk beberapa unit di bawah Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dan Kementerian Keamanan Negara.

Adapun 3 perusahaan China yang dimaksud adalah Sichuan Juxinhe Network Technology, Beijing Huanyu Tianqiong Information Technology, dan Sichuan Zhixin Ruijie Network Technology.

Sichuan Juxinhe telah dikenai sanksi oleh Departemen Keuangan AS atas dugaan hubungannya dengan kelompok peretas yang dijuluki "Salt Typhoon". Kelompok kawakan itu dituduh mencuri sejumlah besar rekaman panggilan telepon warga AS, termasuk komunikasi dari para petinggi di Washington.

Beijing Huanyu Tianqiong dan Sichuan Zhixin Ruijie diduga terkait dengan insiden kebocoran data baru-baru ini yang belum dapat dijelaskan lebih perinci, dikutip dari Reuters, Kamis (28/8/2025).

Reuters sebelumnya telah berupaya menghubungi Sichuan Juxinhe, namun tidak berhasil. Reuters juga belum menemukan informasi kontak kedua perusahaan lainnya.

Menurut rekam jejak sebelumnya, Beijing biasanya menyangkal memberikan sanksi atas aktivitas spionase siber.

Meskipun para pejabat AS telah mengeluhkan aktivitas peretasan yang terkait dengan China selama beberapa dekade, pelanggaran yang dikaitkan dengan Salt Typhoon tampak sangat luas.

Seorang senator tahun lalu menggambarkan cakupannya "luar biasa." Senator lain mengatakan peretasan Salt Typhoon merupakan serangan telekomunikasi terbesar dalam sejarah AS.

Dalam sebuah wawancara dengan The Wall Street Journal pada Rabu (27/8), pejabat tinggi siber FBI Brett Leatherman mengatakan Salt Typhoon bertanggung jawab atas salah satu pelanggaran spionase siber paling berpengaruh yang pernah dialami AS.

The Wall Street Journal mengatakan para peretas menargetkan lebih dari 80 negara dan telah menunjukkan berbagai tingkat minat terhadap lebih dari 600 perusahaan.

AS secara teratur mengecam entitas China dan entitas asing lainnya atas dugaan keterlibatan mereka dalam spionase siber. Kecaman AS kerap dilakukan secara 'rombongan' dengan anggota lain dari aliansi intelijen "Five Eyes".

Masing-masing adlaah Australia, Inggris, Kanada, dan Selandia Baru. Pernyataan pada Rabu (27/8) ditandatangani oleh negara-negara tersebut, ditambah dengan Republik Ceko, Finlandia, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Polandia, dan Spanyol.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Akun Instagramnya Diretas, Begini Penjelasan Ridwan Kamil

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular