
Rojali Level Master Namanya Cagongjok, Pemilik Kafe Putar Otak

Jakarta, CNBC Indonesia - Jika di Indonesia ada "rojali" dan "rohana", di Korea Selatan ada tren serupa yang bernama "cagongjok." Tren di Korea bahkan lebih parah karena warga setempat memperlakukan kafe seperti rumah sendiri.
Belajar atau bekerja di kafe menjadi tren di tengah anak muda Korea Selatan. Tren ini disebut "cagongjok", istilah yang merujuk pada orang-orang yang menjadikan kafe sebagai tempat belajar atau bekerja dalam waktu lama.
Dilansir The Korea Herald, cagongjok merupakan gabungan kata "cafe," "gongbu" (belajar), dan "jok" (suku/kelompok). Istilah ini secara langsung berarti sekelompok orang yang belajar di kafe.
Hal ini menimbulkan perdebatan tentang etika penggunaan ruang publik di kafe. Sebagian orang kesal karena mereka sering menguasai kursi berjam-jam hanya dengan hanya membeli satu minuman. Tak hanya itu, mereka juga kerao kali membawa peralatan kantor seperti PC, bahkan printer ke sebuah kafe.
Pemilik kafe di Daechi, Seoul, Hyun Sung-joo juga menghadapi dilema akibat maraknya fenomena Cagongjok.
Hyun mengaku beberapa pelanggannya menjadikan kafenya sebagai ruang kerja penuh. Bahkan, ada pengunjung yang membawa dua laptop dan sebuah stop kontak enam colokan untuk mengisi daya seluruh perangkatnya, lalu menempati kursi di kafe tersebut seharian penuh.
"Saya akhirnya menutup akses ke stop kontak listrik," ujarnya kepada BBC, dikutip Senin (25/8/2025).
"Dengan biaya sewa tinggi di Daechi, sulit menjalankan kafe jika ada pelanggan yang duduk seharian," terangnya.
Tren ini jauh lebih dominan dibandingkan negara-negara Barat seperti Inggris, di mana mahasiswa atau pekerja biasanya bercampur dengan pengunjung lain yang datang hanya untuk bersosialisasi.
Fenomena Cagongjok akhirnya membuat Starbucks Korea turun tangan. Perusahaan kopi global itu memperbarui kebijakannya agar pengalaman pelanggan di gerainya tetap nyaman.
"Laptop dan perangkat pribadi kecil tetap diperbolehkan. Namun pelanggan diminta tidak membawa komputer desktop, printer, atau barang besar lain yang bisa membatasi tempat duduk dan mengganggu ruang bersama," ujar juru bicara Starbucks Korea.
Starbucks menegaskan tetap berkomitmen menjadi tempat yang ramah untuk menikmati kopi dan interaksi, tempat komunitas bisa tumbuh di setiap cangkir, percakapan, dan kunjungan.
Namun, meski pernyataannya terdengar halus, banyak yang menganggap langkah Starbucks ini sejalan dengan sentimen publik terhadap mereka yang dituding "menguasai" kursi kafe.
Kebijakan Starbucks di Korea Selatan ini juga mencerminkan tren global, termasuk di Inggris, di mana beberapa kedai kopi telah menerapkan aturan khusus untuk membatasi pekerja jarak jauh agar tidak terlalu lama "menguasai" meja dan menghambat perputaran pelanggan.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
