Tanda Kiamat Muncul di Bawah Tanah, Pakar Ungkap Faktanya

Thea Arbar, CNBC Indonesia
09 August 2025 19:15
Tanah retak dan kering terlihat di dasar Sungai Loire dekat jembatan Anjou-Bretagne saat gelombang panas melanda Eropa, di Ancenis-Saint-Geron, Prancis, Senin (13/6/20222). (REUTERS/Stephane Mahe)
Foto: Tanah retak dan kering terlihat di dasar Sungai Loire dekat jembatan Anjou-Bretagne saat gelombang panas melanda Eropa, di Ancenis-Saint-Geron, Prancis, Senin (13/6/20222). (REUTERS/Stephane Mahe)

Jakarta, CNBC Indonesia - Para ilmuwan menemukan dua ancaman besar yang dapat mengubah wajah Bumi secara drastis. Ancaman tersebut adalah penyusutan air tanah global yang semakin cepat dan pelemahan arus laut raksasa di Samudra Atlantik yang belum pernah terjadi selama lebih dari 10.000 tahun.

Ancaman ini diungkapkan melalui penelitian terbaru dari University of California, Santa Barbara, yang menyebut cadangan air tanah dunia mengalami penurunan drastis. Data menunjukkan 71% wilayah yang dipantau mengalami penyusutan air tanah, melonjak tajam dibanding hanya 16% pada periode 1980-1990.

"Dalam beberapa lokasi, tingkat penurunannya mencapai tiga kali lipat dari perkiraan awal," kata salah satu peneliti, seperti dikutip dari laporan resmi universitas. Analisis ini dilakukan dengan menggabungkan catatan nasional, subnasional, dan data dari lembaga riset internasional.

Air tanah merupakan sumber vital bagi miliaran manusia, dan penipisannya dapat memicu krisis pangan, kekeringan ekstrem, hingga migrasi massal.

Ancaman lain datang dari Samudra Atlantik. Tim peneliti internasional menemukan bahwa sistem sirkulasi Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) atau "sabuk pengangkut" laut yang memindahkan panas, karbon, dan nutrisi dari tropis ke Arktik, kini menunjukkan tanda-tanda kerusakan mendadak.

Model komputer dan data historis menunjukkan AMOC telah melemah sekitar 15% sejak 1950, menjadikannya yang terlemah dalam 1.000 tahun terakhir. Pelemahan ini dipicu oleh mencairnya gletser Greenland dan lapisan es Arktik, yang menambah aliran air tawar ke laut dan menghambat tenggelamnya air asin dari selatan.

"Jika AMOC runtuh, dampaknya akan dirasakan di seluruh dunia, mulai dari perubahan pola cuaca, kenaikan permukaan laut di pesisir timur AS, hingga terganggunya ekosistem laut," ujar peneliti kelautan Dr. Stefan Rahmstorf dalam studi yang dipublikasikan sebelumnya.

Meski beberapa penelitian memperkirakan titik kritis dapat terjadi antara 2025 hingga 2095, Kantor Meteorologi Inggris menilai skenario tersebut "sangat tidak mungkin" terjadi di abad ke-21.

Namun, para ilmuwan menegaskan kedua fenomena ini, yakni penyusutan air tanah dan melemahnya AMOC, adalah sinyal peringatan keras bahwa perubahan iklim tengah berlangsung cepat dan meluas, dengan risiko yang bisa melampaui prediksi terburuk.

 


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tanda 'Kiamat' Makin Mendekat, Terlihat di Samudra Atlantik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular