
Tikus Dua Bapak Lahir, Ahli Beberkan Dampaknya ke Orang Tua Manusia

Jakarta, CNBC Indonesia - Peneliti China berhasil menciptakan tikus dari dua induk jantan. Kelahiran tikus dengan "dua ayah" ini merupakan lompatan besar dalam pemahaman manusia soal reproduksi mamalia.
Tikus dengan dua ayah tersebut lahir di Shanghai Jiao Tong University of China dari penelitian sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Wei Yanchang. Mereka menyuntikkan dua sel sperma ke dalam "telur kosong" menggunakan rekayasa epigenomik untuk memprogram ulang DNA di sperma. Rekayasa ini membuat DNA dari kedua sperma bisa berkembang menjadi embrio.
Lebih dari 250 embrio ditanamkan di tikus betina, tetapi hanya dua anak yang selamat menjadi tikus dewasa, keduanya jantan. Kedua tikus yang bertahan hidup hingga dewasa dipastikan subur sehingga mampu memiliki keturunan baru.
Sebelumnya, peneliti telah berhasil menciptakan tikus dengan dua ibu. Tikus dengan dua ayah lebih sulit karena terkendala karena proses "genomic imprinting." Proses tersebut terjadi ketika gen ibu atau ayah tidak diturunkan ke anaknya. Dalam usaha menciptakan mamalia dari dua induk dengan jenis kelamin yang sama, proses ini membuat embrio tak bisa berkembang.
Peneliti mengatasi kendala ini lewat teknologi gene editing atau mengubah gen (CRISPR) dengan menargetkan gen yang bertugas melakukan "genomic imprinting."
"Penelitian ini adalah sains fundamental, walau penyuntingan genom seperti ini tak bisa diterapkan pada manusia, inti dari penelitian kami adalah memberikan tambahan pengetahuan soal tantangan reproduksi unisex pada mamalia," kata Li Zhi-kun dari Chinese Academy of Sciences kepada IFL Science.
Dampak dari keberhasilan peneliti China bisa berdampak ke berbagai bidang sains, mulai dari pengobatan regeneratif, kloning, hingga konservasi. Namun, masih butuh pengembangan yang panjang. Misalnya, tingkat keselamatan yang masih rendah pada tikus yang menjadi subjek penelitian. Kebanyakan dari tikus uji coba gagal menjadi dewasa, gagal tumbuh kembang, berumur pendek, dan steril.
Selain itu, modifikasi genetik yang digunakan dalam penelitian di binatang tak bisa digunakan pada manusia. Wei dan timnya menggunakan pendekatan berbasis epigenetika, yaitu menggabungkan dua sel sperma ke dalam sel telur yang "isinya" diambil kemudian mengubah wilayah pengendali imprinting di DNA sperma.
Epigenetics adalah studi perubahan yang berpengaruh ke ekspresi gen tanpa mengubah sekuens DNA. Mofigikasi ini bisa mempengaruhi cara tubuh kita mengenali sekuens DNA, hingga bisa "dimatikan" atau "dihidupkan."
Peneliti mengutak-atik protein CRISPR sehingga hanya perlu menambahkan atau mengambil penanda epigenetik yang disebut sebagai kelompok methyl, tanpa menyunting gen. Penambahan methyl ke molekul DNA mencegah protein mengikat ke DNA, sehingga DNA tak bisa "terbaca."
Setelah proses itu rampung, embrio ditanamkan ke tikus betina.
"Temuan kami, beserta kesuksesan sebelumnya dalam reproduksi uniseks mamalia, membuktikan bahwa genomic imprinting adalah hambatan fundamental dari pengembangan embrio mamalia berinduk dengan jenis kelamin sama," kata laporan penelitian yang diterbitkan di PNAS.
IFL Science menyatakan hasil penelitian ini memiliki dampak ke penelitian reproduksi manusia, yaitu membuka hambatan yang selama ini menghalangi pasangan sesama jenis memiliki anak biologis. Namun, ini baru sebatas kemungkinan yang membutuhkan penelitian yang panjang.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cincin Saturnus Hilang Mulai Minggu Depan, Ini Alasannya
