MORA-MyRepublic Akan Merapat: Bisnis Makin Kuat Apa Beban Makin Berat?
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA) akan bersiap melakukan penggabungan usaha alias merger dengan perusahaan dari grup Sinar Mas, PT Eka Mas Republik atau MyRepublic.
Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, dalam aksi korporasi tersebut MORA akan menjadi perusahaan yang menerima penggabungan. Para pemegang saham MORA akan terdilusi 50,5% karena ada peningkatan modal.
Rancangan gabungan tersebut telah disiapkan bersama-sama oleh kedua perusahaan dan telah mendapatkan persetujuan dari para dewan komisaris pada 16 Desember 2025.
Selanjutnya perusahaan akan meminta persetujuan dari pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dan juga pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Apabila RUPSLB tidak menyetujui rencana penggabungan, maka rancangan baru dapat diajukan kembali dalam 12 bulan setelah pelaksanaan RUPSLB.
DSSA Bakal Jadi Pengendali dan Prospeknya
Rencana merger antara MORA dan MyRepublic Indonesia membawa implikasi penting terhadap struktur kepemilikan, di mana PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) akan muncul sebagai pengendali baru entitas hasil penggabungan.
Masuknya DSSA dinilai menjadi katalis strategis karena menghadirkan dukungan grup usaha besar dengan kapasitas permodalan yang kuat serta rekam jejak panjang di sektor infrastruktur, energi, dan digital.
Dengan DSSA sebagai pengendali, peluang penguatan bisnis MORA-MyRepublic dipandang semakin terbuka, baik dari sisi pendanaan ekspansi jaringan, percepatan pembangunan infrastruktur fiber, hingga potensi sinergi lintas ekosistem Grup Sinar Mas.
DSSA juga dikenal aktif melakukan investasi strategis jangka panjang, sehingga kehadirannya tidak sekadar sebagai pemilik pasif, melainkan diharapkan mendorong konsolidasi, efisiensi operasional, serta pembukaan ruang ekspansi ke layanan digital bernilai tambah, seperti konektivitas enterprise, data center, dan solusi digital terintegrasi.
Dalam jangka menengah, strategi tersebut berpotensi memperkuat posisi kompetitif entitas hasil merger di tengah persaingan industri broadband yang semakin ketat.
Meski demikian, perubahan pengendali juga membawa konsekuensi berupa pergeseran arah strategis yang perlu dicermati investor, khususnya terkait prioritas ekspansi, kebijakan belanja modal, dan strategi monetisasi jaringan.
Namun secara keseluruhan, masuknya DSSA dipandang pasar sebagai elemen penguat yang menjadikan merger MORA-MyRepublic bukan sekadar aksi konsolidasi, melainkan langkah transformasional menuju skala bisnis yang lebih besar dan berkelanjutan.
Di sisi operasional, penggabungan ini memungkinkan perusahaan baru bersaing lebih efektif dengan pemain besar lain di sektor telekomunikasi dan broadband. Kombinasi kekuatan backbone jaringan MORA dengan kapasitas FTTH serta basis pelanggan ritel MyRepublic berpotensi menghadirkan layanan yang lebih stabil, cepat, dan luas.
Hal tersebut relevan di tengah meningkatnya kebutuhan konektivitas digital di Indonesia, baik untuk konsumen individu maupun korporasi, seiring percepatan transformasi digital di berbagai sektor ekonomi.
Harga Saham MORA Terbang Lebih dari 2000%
Sementara itu saham MORA sudah melonjak signifikan sepanjang tahun ini. Pada awal tahun saham MORA parkir di level Rp 430.
Pada penutupan perdagangan kemarin Kamis (18/12/2025) saham MORA bertengger di level Rp 10.900 atau terbang 2.219,15% sepanjang tahun berjalan (ytd).
Adapun per 30 November 2025, penerima manfaat akhir MORA adalah Farida Bau. Dia mengendalikan MORA melalui PT Chandrakarya Multikreasi dengan kepemilikan 35,99%.
Lalu PT Gema Lintas Benua juga tercatat sebagai pemilik 30,18% saham MORA dan 18,32% digenggam oleh PT XLSMART Telecom Sejahtera Tbk (EXCL).
Sebagai informasi, MyRepublic bersama dengan PT Telemadia Komunikasi Pratama, anak usaha Surge, menjadi pemenang lelang frekuensi 1,4 Ghz. Khusus untuk MyRepublic, layanan itu memenangkan dua regional dari tiga regional yang diperebutkan yakni Regional II dan Regional III
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae)