MARKET DATA

Window Dressing Dimulai: Saatnya Borong Bank, Kejar Saham Tambang?

Gelson Kurniawan,  CNBC Indonesia
15 December 2025 14:40
Informasi Buat Emak-emak, Cek Harga Pangan Usai Lebaran
Foto: Infografis/ Informasi Buat Emak-emak, Cek Harga Pangan Usai Lebaran/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang penutupan buku tahun 2025, radar investasi investor institusi mulai mengerucut pada strategi "Value Hunting" dan "Strategic Positioning".

Pelaku pasar mencermati adanya anomali di sektor perbankan Himbara, di mana koreksi harga saham tercatat jauh lebih dalam dibandingkan penurunan kinerja fundamentalnya.

Di sisi lain, sektor energi dan jasa pertambangan menawarkan cerita pertumbuhan yang kontras, didorong oleh perbaikan operasional dan potensi masuknya emiten ke dalam indeks global MSCI. Kebijakan likuiditas DHE SDA dan rotasi sektor menjadi katalis utama pergerakan arus dana di penghujung tahun.

Berikut analisis CNBC Indonesia Research terhadap 5 saham yang berpotensi menjadi target akumulasi institusi:

Bank Mandiri (BMRI) Anomali Harga vs Fundamental

Saham BMRI menunjukkan dislokasi harga yang paling mencolok di antara bank besar lainnya. Hingga pertengahan Desember 2025, harga saham BMRI terkoreksi tajam hingga -19,51% secara tahunan (YoY) ke level Rp 4.890. Padahal, realisasi laba bersih Kuartal III-2025 "hanya" turun 10,2% menjadi Rp 37,73 triliun.

Jarak yang lebar antara penurunan harga pasar (hampir 20%) dengan penurunan laba (kisaran 10%) ini dinilai sebagai peluang masuk (entry point) yang menarik. Secara rasio, BMRI kini diperdagangkan pada PBV 1,33x dengan ROE 12,02%, valuasi yang tergolong murah untuk bank dengan aset Rp 2.563 triliun.

Selain itu, posisi BMRI sebagai bank korporasi utama penerima dana DHE SDA diprediksi akan memperkuat struktur pendanaan murah (CASA) ke depan, menjaga margin tetap tebal meski di tengah tantangan ekonomi.

Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Diskon Valuasi

Senada dengan BMRI, saham BBRI juga mengalami tekanan jual yang dinilai berlebihan (excessive). Harga saham tercatat minus 13,18% YoY di level Rp 3.690, sementara laba bersih Kuartal III-2025 tercatat sebesar Rp 40,78 triliun, atau terkoreksi 9,5% YoY.

Penurunan harga yang lebih dalam dari penurunan kinerja ini menciptakan valuasi yang menarik. Saat ini BBRI diperdagangkan dengan PER 14,64x, level yang relatif rendah dibandingkan rata-rata historis 5 tahunnya.

Institusi diprediksi akan memanfaatkan momentum ini untuk melakukan buyback atau akumulasi defensif. Dengan rasio profitabilitas Net Margin 26,3% yang masih sangat sehat, koreksi harga ini dianggap sebagai kesempatan mengamankan dividend yield tinggi untuk tahun depan.

Bank Negara Indonesia (BBNI) Fair Value

Berbeda dengan dua sejawatnya, BBNI menunjukkan pergerakan harga yang paling simetris dengan kinerjanya. Laba bersih Kuartal III-2025 turun 7,3% menjadi Rp 15,11 triliun, sejalan dengan koreksi harga sahamnya yang turun 6,9% YoY ke level Rp 4.320.

Namun, daya tarik utama BBNI terletak pada valuasinya yang kini berada di bawah nilai buku (Undervalued), dengan PBV 0,94x. Ini menjadikan BBNI sebagai opsi saham perbankan termurah di kelas Himbara.

Meskipun ROE tercatat di level 8,81%, status BBNI sebagai bank global yang melayani transaksi DHE SDA memberikan katalis stabilitas. Aliran dana Window Dressing ke saham ini diprediksi bersifat menjaga bobot portofolio pada aset yang memiliki risiko penurunan (downside risk) terbatas.

Bumi Resources (BUMI) Turnaround Operasional & Narasi MSCI

Di sektor pertambangan, BUMI menyajikan data operasional yang menarik meski laba bersih terlihat turun. Perlu dicermati, meskipun Laba Bersih turun 73,6%, Pendapatan (Revenue) BUMI justru naik 23,3% menjadi Rp 17,3 triliun, dan yang paling krusial, EBITDA melonjak 180,6% YoY menjadi Rp 1,66 triliun.

Lonjakan EBITDA ini mengindikasikan perbaikan efisiensi operasional inti perusahaan. Katalis utama bagi investor institusi bukanlah laba sesaat, melainkan potensi BUMI masuk ke indeks MSCI.

Dengan valuasi PBV 1,12x dan perbaikan struktur neraca (Debt/Equity 0,41x), akumulasi di akhir tahun diprediksi terjadi sebagai langkah antisipasi (front-running) terhadap arus dana asing pasif di tahun depan.

Petrosea (PTRO) Growth Stock

PTRO menjadi sorotan utama dalam kategori high growth. Laporan keuangan Kuartal III-2025 menunjukkan performa impresif dengan kenaikan Laba Bersih 166,6% YoY menjadi Rp 115,7 miliar, ditopang oleh pertumbuhan Pendapatan 30,5%.

Pasar memberikan apresiasi premium terhadap kinerja ini, terlihat dari valuasi PBV 16,79x. Tingginya valuasi ini mencerminkan ekspektasi pasar terhadap transformasi bisnis PTRO pasca-akuisisi dan potensi kontrak baru.

Kenaikan kapitalisasi pasar dan likuiditas perdagangan menempatkan PTRO sebagai kandidat potensial lainnya untuk inklusi indeks MSCI. Window Dressing di saham ini bertujuan untuk mengunci posisi pada saham yang sedang dalam fase ekspansi agresif sebelum harga bergerak lebih tinggi.

Potensi Outcome Window Dressing

Tim Riset CNBC Indonesia menilai fenomena Window Dressing di penghujung tahun 2025 ini bukan sekadar kosmetik laporan keuangan, melainkan langkah konsolidasi strategis menghadapi dislokasi pasar.

Di sektor perbankan (Himbara), koreksi tajam pada BMRI dan BBRI yang jauh melampaui penurunan fundamentalnya menciptakan peluang mean reversion yang menarik.

Institusi diprediksi memanfaatkan valuasi murah ini sebagai fondasi defensif, didukung oleh katalis struktural likuiditas DHE SDA yang dinilai belum sepenuhnya dihargai oleh pasar saat ini.

Di sisi lain, pergeseran fokus ke sektor energi dan jasa pertambangan mencerminkan strategi liquidity arbitrage. Pada kasus BUMI dan PTRO, institusi cenderung mengabaikan volatilitas laba jangka pendek dan lebih berfokus pada lonjakan kinerja operasional (EBITDA) serta narasi inklusi indeks MSCI global.

MSCIFoto: MSCI

Langkah akumulasi di akhir tahun ini merupakan upaya front-running untuk mengantisipasi arus dana asing pasif di tahun depan, sekaligus mendongkrak return portofolio melalui saham-saham dengan cerita pertumbuhan agresif.

Secara keseluruhan, arus dana institusi diproyeksikan membentuk pola Barbell Strategy yang seimbang. Manajer Investasi akan memadukan akumulasi saham Himbara sebagai aset Deep Value yang aman, dengan saham komoditas terpilih sebagai mesin High Growth.

Kombinasi ini dinilai sebagai racikan paling optimal untuk menutup buku tahun 2025 dengan kinerja superior sekaligus mempersiapkan posisi untuk pemulihan pasar di awal 2026.

Namun apabila diminta untuk memilih, kemana likuiditas tambahan akan disuntikkan? Ke reksa dana underperform atau outperform?

Maka jawabannya lebih kepada reksa dana yang outperform karena narasi memaksimalkan keuntungan lebih baik dan lebih murah daripada mempercantik kerugian saat ini karena penurunan reksa dana yang underperform disokong oleh saham big caps seperti perbankan dan investor juga sudah terlanjur kecewa terhadap kinerja yang ada saat ini.

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)



Most Popular