Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tengah menyoroti Bank Indonesia (BI) terkait besarnya dana yang dinilai mengendap di instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), meski data terbaru menunjukkan posisi instrumen moneter tersebut sebenarnya mulai menurun.
Purbaya menilai kebijakan moneter yang terlalu ketat membuat likuiditas perbankan tertahan di bank sentral sehingga aliran dana ke ekonomi riil tidak berjalan optimal. Ia menambahkan bahwa ketidaksinkronan antara kebijakan fiskal dan moneter membuat pemulihan peredaran uang di masyarakat belum sepenuhnya pulih, padahal stimulus fiskal telah dijalankan agresif untuk mendorong pertumbuhan.
Menurut Purbaya, peredaran uang primer (M0) sempat tumbuh negatif dalam beberapa bulan terakhir, dan meski sudah menunjukkan perbaikan, peningkatannya belum cukup kuat untuk menopang percepatan pemulihan ekonomi.
Dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, ia menjelaskan bahwa sekitar Rp1.000 triliun dana perbankan saat ini terparkir di SRBI dan instrumen operasi pasar terbuka lainnya, sehingga menahan likuiditas yang seharusnya dapat mengalir ke sektor produktif.
Apa Itu SRBI?
SRBI atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia merupakan instrumen operasi moneter yang diterbitkan oleh BI untuk mengelola likuiditas dan memperkuat transmisi kebijakan suku bunga.
Instrumen ini pertama kali diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo pada Agustus 2023 sebagai senjata tambahan dalam menjaga stabilitas rupiah di tengah tekanan dolar AS dan gejolak pasar global.
Saat itu, BI menilai diperlukan instrumen baru yang lebih fleksibel, dapat diperdagangkan, serta mampu menarik minat investor asing sekaligus memperdalam pasar uang domestik.
Berbeda dengan Surat Berharga Negara (SBN) yang digunakan pemerintah untuk membiayai APBN, SRBI murni berfungsi sebagai alat moneter untuk menyerap atau menyuntikkan likuiditas ke sistem keuangan. Instrumen ini bersifat tradable, berjangka pendek, dan menawarkan imbal hasil menarik dengan risiko sangat rendah karena diterbitkan langsung oleh bank sentral.
Kombinasi antara keamanan tinggi dan yield yang kompetitif membuat SRBI menjadi tempat parkir likuiditas perbankan maupun investor terutama ketika penyaluran kredit belum pulih atau ketika pasar tengah menghadapi ketidakpastian global.
Inilah yang kemudian memunculkan kritik Purbaya bahwa dana yang semestinya mengalir ke sektor riil justru berputar di instrumen moneter BI.
Total Outstanding SRBI Sudah Mulai Turun
Meski menjadi sorotan karena dianggap menahan likuiditas, data terbaru menunjukkan bahwa outstanding SRBI mulai menurun sejak pertengahan 2025.
Total outstanding SRBI sempat mencapai puncaknya di level Rp969,16 triliun pada November 2024. Namun setelah itu, posisi SRBI terus bergerak turun dan berada di level Rp705,81 triliun pada Oktober 2025 berdasarkan data kepemilikan terbaru yang dirilis BI pada 10 November 2025.
Tren penurunan terlihat cukup konsisten sejak 2024. Posisi SRBI yang berada di atas Rp860 triliun pada Juli 2024 turun menjadi sekitar Rp740 triliun pada Juli 2025, sebelum kembali melanjutkan penurunan menuju kisaran Rp700 triliun pada September dan Oktober tahun ini.
Penurunan tersebut juga terlihat dari kepemilikan investor asing yang pada puncaknya sempat menyentuh lebih dari Rp254 triliun pada September 2024, namun menyusut tajam menjadi Rp86,79 triliun pada Oktober 2025.
Meski Total SRBI Turun, Kepemilikan Perbankan Masih Sangat Tinggi
Di tengah tren penurunan posisi SRBI secara keseluruhan, kepemilikan perbankan justru tetap berada pada level yang sangat tinggi.
Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa penempatan likuiditas oleh perbankan di instrumen ini terus bertahan di kisaran Rp520-Rp600 triliun sepanjang 2025, bahkan kembali naik hingga mencapai Rp601,90 triliun pada Oktober 2025.
Stabilnya angka kepemilikan perbankan tersebut menunjukan bahwa perbankan masih menjadikan SRBI sebagai salah satu instrumen untuk menempatkan dana yang mereka miliki, meskipun outstanding SRBI secara total mengalami penurunan sejak pertengahan tahun.
Besarnya kepemilikan perbankan ini menunjukkan penempatan likuiditas oleh perbankan di instrumen moneter BI masih cukup besar. Kondisi ini pula yang memicu kritik dari Menteri Keuangan Purbaya karena derasnya penempatan dana di SRBI dinilai berpotensi menahan aliran likuiditas menuju ekonomi riil.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)