Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara masih melemah lagi pada perdagangan Kamis. Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Kamis (27/11/2025) melemah 0,9% ke US$ 109,65 per ton.
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif batu bara dengan melemah 2,49% dalam tiga hari beruntun.
Harga batu bara terus melemah karena dibayangi banyak sentiment negatif.
Industri batu bara Rusia tengah menghadapi krisis yang makin dalam, dengan 74% perusahaan batu bara beroperasi dalam kondisi merugi.
Menurut Ukrinform. Informasi ini disampaikan di Telegram oleh Center for Countering Disinformation (CCD) di bawah Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina.
Sebanyak 74% perusahaan batu bara Rusia beroperasi dalam kondisi rugi, sementara 23 perusahaan sudah tutup. Total kerugian sektor ini telah mencapai 263 miliar rubel (US$3,33 miliar) dan bisa naik menjadi 350 miliar rubel (US$4,43 miliar) pada akhir tahun.
Laporan itu mencatat bahwa sejak dimulainya perang skala penuh, Rusia kehilangan pasar ekspor utamanya, terutama Uni Eropa.
Upaya mengalihkan pasar ke Asia terbukti tidak menguntungkan karena biaya logistik yang tinggi dan harga yang rendah. Akibatnya, utang melonjak dan produksi menurun.
Bahkan perusahaan-perusahaan besar di sektor ini menunjukkan tingkat produksi berada pada level terendah dalam satu dekade dan menanggung kerugian rekor.
RI Bakal Punut Bea Keluar Batu Bara
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, Indonesia akan memberlakukan kembali bea keluar terhadap komoditas batu bara akan diterapkan pada 2026.
"Sedang dibicarakan, mungkin tahun depan," kata Purbaya di kawasan kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, dikutip Kamis (27/11/2025).
Purbaya mengakui, kebijakan ini tentu akan mendapatkan pertentangan dari para eksportir batu bara, karena komoditas itu akan dikenakan tarif bea keluar.
Namun, ia menegaskan, pengenaan bea keluar terhadap komoditas batu bara ini menjadi penting untuk menciptakan kesetaraan iklim usaha dengan komoditas ekspor andalan Indonesia lainnya seperti minyak mentah.
"Semua perusahaan batu bara pasti menolak, orang dikasih tarif ekspornya. Tapi kan begini, sebagian dari kita melihat dibanding barang tambang yang lain, misalnya minyak, kan batu bara Lebih sedikit yang dibayar ke pemerintah," paparnya.
Sebagai informasi tambahan, Purbaya sebetulnya juga telah mendapat restu dari Komisi XI DPR untuk memungut bea keluar ekspor batu bara.
Restu ini merupakan bagian dari hasil rapat dengar pendapat (RDP) yang dilakukan antara Kementerian Keuangan, melalui Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR.
Sebagaimana diketahui, tarif bea keluar batu bara ditiadakan sejak 2006. Terakhir kali bea keluar untuk komoditas ekspor batu bara ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/2005, dan tarifnya diatur dalam Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai Nomor SE-10/2006.
Pungutan atas batu bara dalam SE itu diberlakukan untuk pos tarif HS 2701.11.00.00 s.d. 2701.19.00.00 dengan tarif 5% dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 11 Oktober 2005.
Adapun untuk penerapan bea keluar batu bara ke depannya, Febrio belum bisa menjelaskan secara detail kapan akan diberlakukan dan seberapa besar tarifnya, karena masih dalam tahap proses pembahasan antar pemerintah maupun dengan Komisi XI DPR.
"Tergantung nanti kita pembahasannya seperti apa. Tapi dorongan dari Komisi XI kan tadi jelas ya agar segera diselesaikan," ujar Febrio.
Impor Jepang Naik
Di tengah ba yak sentimen negatif ada kabar baik dari Jepang.
Menurut data preliminer dari kementerian keuangan Jepang, Jepang mengimpor sekitar 14,53 juta ton batubara pada Oktober 2025, meningkat 3,4% year-on-year (YoY) dibanding periode sama tahun lalu. Nilai impor batubara bulan itu mencapai JPY 291,76 miliar (sekitar US$1,85 miliar), meskipun turun 17,8% YoY.
Pada kategori batubara termal, Jepang mengimpor 9,32 juta ton pada Oktober, naik 9,6% YoY. Ada juga dinamika struktural di pasar batubara: beberapa pembeli (termasuk Jepang) dikabarkan mulai mengurangi ketergantungan pada batubara Australia karena faktor harga, lingkungan, dan ketersediaan - dan mulai mencari alternatif termasuk batubara dari negara lain.
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
[email protected]