MARKET DATA
Newsletter

Awas! Amerika hingga China Bakal Menghantui RI Pekan Ini

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia
24 November 2025 06:16
Ilustrasi Trading (Stok Market)
Foto: Ilustrasi Trading (Stok Market)
  • Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan terakhir pekan lalu, IHSG melemah sementara rupiah menguat
  • Wall Street berakhir menguat menjelang laporan keuangan perusahaan
  • Data ekonomi luar dan dalam negeri akan menjadi penggerak pasar sepanjang pekan ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan bersiap kembali dibuka pada perdagangan pekan ini meskipun sentimen pekan ini tidak seramai seperti pekan sebelumnya. Namun justru pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung kurang bergairah. Dalam sepekan kemarin IHSG hanya menguat 0,52%, sementara rupiah terhadap dolar AS justru stagnan.

Pasar saham diperkirakan akan cenderung sideaway atau bahkan melemah dalam sepekan ini, lantaran kurangnya booster dari Tanah Air. Dalam sepekan ini justru cenderung banyak kabar dari negeri Paman Sam, AS.

Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman t3 pada artikel ini. Investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.

Pada perdagangan Jumat (21/11/2025), IHSG ditutup melemah 0,07% di level 8.414,35. Akan tetapi, dalam sepekan kemarin IHSG masih berhasil menguat 0,52%.


Sebanyak 352 saham turun, 274 naik, dan 187 tidak bergerak. Nilai transaksi pada perdagangan Jumat kemarin mencapai Rp 15,87 triliun, melibatkan 33,57 miliar saham dalam 1,93 juta kali transaksi.

Meski melemah tipis, mayoritas sektor perdagangan hari ini bergerak di zona hijau, dengan penguatan terbesar dicatatkan oleh sektor kesehatan, konsumer non-primer dan properti. Sementara itu, sektor yang melemah paling dalam adalah sektor teknologi, konsumer primer dan keuangan.

Emiten blue chip dengan kapitalisasi raksasa tercatat menjadi pemberat utama kinerja IHSG. Saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) tercatat menjadi laggard IHSG pada perdagangan Jumat pekan lalu.

Adapun saham yang penjadi penopang IHSG agar tidak terkoreksi lebih dalam termasuk PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK).

Data-data makroekonomi yang rilis pada Kamis (20/11/2025), membawa pesan yang cukup berat bagi pasar. Indonesia tampaknya sedang menghadapi risiko tekanan ganda yakni defisit pada anggaran negara (fiskal) dan tekanan pada arus keluar masuk uang (eksternal).

Kombinasi dari penerimaan pajak yang seret, utang yang menumpuk, hingga cadangan devisa yang tergerus menjadi sinyal bahwa Indonesia perlu mengatur strategi investasi dengan lebih hati-hati. Pasalnya, jika tidak dikelola hati-hati maka pasar keuangan bisa terimbas.

Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (21/11/2025) menguat ke posisi Rp16.690/US$1 atau terapresiasi 0,21%. Penutupan tersebut berhasil membawa rupiah meninggalkan level psikolgis Rp16.700/US$1.

Penguatan rupiah pada perdagangan Jumat (21/11/2025) terjadi seiring dengan kombinasi sentimen domestik dan eksternal yang bergerak positif. Dari dalam negeri, dorongan datang setelah Bank Indonesia merilis perkembangan uang beredar (M2) periode Oktober 2025 yang tetap tumbuh solid.

BI melaporkan posisi M2 mencapai Rp9.783,1 triliun, tumbuh 7,7% (yoy), hanya sedikit melambat dari bulan sebelumnya yang tumbuh 8,0% (yoy). Pertumbuhan ini ditopang oleh kenaikan M1 yang tumbuh 11,0% (yoy) dan uang kuasi yang meningkat 5,5% (yoy), menunjukkan likuiditas perekonomian masih ekspansif dan mendukung aktivitas domestik.

Dari sisi eksternal, rupiah turut mendapat angin segar dari pelemahan dolar Amerika Serikat. Indeks dolar (DXY) tercatat turun 0,07% di level 100.085. Setelah pasar kembali memangkas minat terhadap greenback. Pelemahan dolar terjadi di tengah rilis data tenaga kerja AS (NFP) yang tertunda akibat government shutdown juga tidak memberikan kejelasan arah kebijakan The Fed, sehingga menyebabkan investor sementara menurunkan porsi dolar AS.

Situasi ini membuat indeks dolar gagal mempertahankan penguatannya dan berada di jalur penurunan harian. Kondisi global yang lebih positif terhadap aset berisiko, ditambah likuiditas domestik yang tetap kuat, mendorong penguatan rupiah di perdagangan Jumat pekan lalu.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Jumat (21/11/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik 0,43% di level 6,0969%. Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Pasar saham Amerika Serikat (AS) Wall Street kompak ditutup happy ending pada akhir pekan lalu. Kini investor bersiap hadapi Black Friday, fokus pada belanja konsumen di tengah pasar yang sangat volatile.

Pada perdagangan Jumat (21/11/2025), Dow Jones menguat 1,08% di level 46.245,41. Begitu juga dengan S&P 500 naik 0,98% di level 6.602,99 dan Nasdaq terapresiasi 0,88% 22.273,08.

Dengan saham-saham AS yang berada di tengah bulan yang suram, investor akan mengamati tanda-tanda penguatan di sektor konsumen AS pada pekan ini, dengan Black Friday yang menyoroti musim belanja liburan.

Reli saham terhenti di bulan November, dengan indeks acuan S&P 500 (.SPX) turun lebih dari 4% sejauh ini selama bulan tersebut.

Hasil kuartalan yang kuat dari raksasa semikonduktor Nvidia Corp (NVDA.O) pada hari Kamis gagal menenangkan pasar, yang telah diguncang oleh kekhawatiran tentang valuasi yang tinggi dan pertanyaan tentang imbal hasil investasi perusahaan yang besar dalam infrastruktur kecerdasan buatan.

Belanja konsumen, yang menyumbang lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi AS, kini akan menjadi sorotan Wall Street.

Pekan perdagangan akan diselingi oleh libur Thanksgiving pada hari Kamis, diikuti oleh Black Friday, yang dikenal dengan diskonnya, kemudian Cyber Monday dan promosi belanja liburan menjelang akhir tahun.

Data terbaru menunjukkan penurunan sentimen konsumen, sementara data lain hilang akibat penutupan pemerintah. Hal ini dapat membuat sinyal tentang belanja liburan menjadi lebih signifikan dari biasanya.

"Dari sudut pandang sentimen, data awal yang kami dapatkan pada Black Friday dan Cyber Monday, karena kurangnya data yang kami miliki, akan menjadi penting," ujar Chris Fasciano, kepala strategi pasar di Commonwealth Financial Network.

"Keseluruhan periode belanja liburan akan menjadi data penting untuk mengetahui posisi kita saat ini dengan konsumen dan apa artinya bagi perekonomian," tambah Fasciano.

Meskipun S&P 500 tetap menguat 11% sepanjang tahun ini, indeks tersebut telah turun lebih dari 5% dari rekor tertingginya di akhir Oktober. Indeks Volatilitas CBOE .VIX pada hari Kamis mencatat level penutupan tertinggi sejak April.

Kinerja pasar saham dapat menjadi faktor dalam bagaimana konsumen berbelanja selama liburan, terutama mereka yang berpenghasilan lebih tinggi yang lebih banyak berinvestasi di ekuitas. Meskipun terjadi fluktuasi baru-baru ini, S&P 500 telah melonjak lebih dari 80% sejak pasar bullish terakhirnya dimulai lebih dari tiga tahun lalu.

"Jika terjadi penurunan di sana, banyak kekayaan di kalangan berpenghasilan tinggi ada di pasar saham, jadi akan menarik untuk melihat apakah mereka akan membelanjakan uang seperti yang mereka lakukan di masa lalu," ujar Doug Beath, ahli strategi ekuitas global di Wells Fargo Investment Institute.

Bulan ini, National Retail Federation (NRF) mengatakan pihaknya memperkirakan belanja liburan AS akan melampaui US$1 triliun untuk pertama kalinya. Namun, proyeksi November-Desember tersebut setara dengan pertumbuhan antara 3,7% dan 4,2% dari periode tahun sebelumnya, lebih lambat dari pertumbuhan 4,3% pada tahun 2024.

Neraca rumah tangga berada dalam posisi yang sangat kuat, namun pertumbuhan lapangan kerja yang melambat dapat menekan pengeluaran liburan, menurut Michael Pearce, wakil kepala ekonom AS di Oxford Economics.

"Faktor terpenting bagi pengeluaran konsumen adalah kesehatan pasar tenaga kerja," tambah Pearce.

Data dari laporan ketenagakerjaan bulanan yang tertunda yang dirilis pada hari Kamis menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja AS meningkat pada bulan September. Namun, tingkat pengangguran meningkat ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir, yaitu 4,4%.

Inflasi yang terus menguat, dengan tarif impor yang berkontribusi pada harga yang lebih tinggi, juga dapat membebani pengeluaran, menurut Pearce.

Belanja liburan sangat penting bagi para peritel. Walmart (WMT.N) pada hari Kamis menaikkan proyeksi tahunannya sebagai sinyal kepercayaan diri menjelang akhir tahun. Laporan dari peritel lain selama minggu ini beragam.

Data konsumen lainnya akan dirilis pada hari Selasa untuk penjualan ritel AS bulan September. Laporan tersebut telah tertunda bersama dengan rilis data pemerintah lainnya karena penutupan pemerintah federal selama 43 hari yang berakhir awal bulan ini.

Masuknya data yang terpendam dalam beberapa minggu mendatang dapat semakin meningkatkan volatilitas bagi investor karena mereka menilai kesehatan ekonomi dan prospek bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada pertemuan 9-10 Desember.

Menyusul laporan ketenagakerjaan September, yang akan menjadi rilis data ketenagakerjaan bulanan terakhir sebelum rapat The Fed berikutnya, kontrak berjangka dana The Fed pada Kamis malam menunjukkan peluang sebesar 67% bahwa bank sentral akan mempertahankan suku bunga tetap stabil pada bulan Desember setelah pemangkasan suku bunga seperempat poin pada masing-masing dari dua rapat sebelumnya.

Ekonom Morgan Stanley mengatakan pada hari Kamis bahwa mereka tidak lagi memperkirakan The Fed akan melakukan pelonggaran kebijakan pada bulan Desember, tetapi mereka memproyeksikan tiga kali pemangkasan pada tahun 2026.

"Jalur suku bunga kebijakan masih sangat bergantung pada data. Menurut pandangan kami, laporan yang beragam berarti komite akan ingin melihat lebih banyak data sebelum mengambil langkah lebih lanjut." menurut catatan para ekonom Morgan Stanley

Meskipun dalam sepekan ini tidak terdapat data ekonomi dari Tanah Air. Data-data ekonomi AS siap membanjiri likuiditas pasar keuangan Tanah Air. Beberapa data yang seharusnya sudah rilis baru akan mulai dirilis di sisa pekan akhir November 2025. 

Dari luar negeri, sejumlah data besar akan dirilis mulai dari PMI China hingga Amerika Serikat.

Di Amerika Serikat, pekan ini akan lebih pendek karena libur Thanksgiving, dengan pasar saham dan obligasi tutup pada Kamis dan tutup lebih awal pada Jumat.

Data yang tertunda akibat penutupan sementara pemerintahan (government shutdown) akan terus dirilis, dengan lembaga statistik kemungkinan memperbarui jadwal mereka dengan tanggal-tanggal revisi. Rilis data utama mencakup laporan Indeks Harga Produsen (IHP) September.

Indeks Harga Produsen AS September 2025

Pada Selasa (25/11/2025), Amerika Serikat (AS) akan merilis data indeks harga produsen (IHP) periode September 2025. Sebelumnya, harga grosir secara mengejutkan turun tipis pada bulan Agustus, memberikan ruang bagi The Federal Reserve untuk menyetujui pemangkasan suku bunga pada pertemuannya bulan ini, menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja.

Indeks harga produsen, yang mengukur biaya input untuk berbagai barang dan jasa, terkoreksi atau deflasi 0,1% (Mtm) di September, dari inflasi 0,7% di Agustus. Untuk angka setahun (year on year/YoY), IHP utama mengalami kenaikan atau inflasi 2,6%.

IHP inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang fluktuatif, juga terkontraksi atau deflasi  0,1% (mtm) tetapi mencatat kenaikan atau inflasi 2,8% (YoY).

Meskipun inflasi masih jauh di atas target 2% The Fed, para pejabat telah menyatakan keyakinannya bahwa pelonggaran tekanan perumahan dan upah akan mendorong harga turun, meskipun hanya secara bertahap.

The Fed telah menolak penurunan suku bunga tahun ini karena para pejabat memantau dampak tarif agresif Presiden Donald Trump terhadap impor AS. Tarif secara historis bukanlah penyebab inflasi yang bertahan lama, tetapi sifat luas dari langkah-langkah Trump telah menimbulkan kekhawatiran bahwa episode ini bisa berbeda.

Produk tembakau, yang terdampak tarif, melonjak 2,3% pada bulan Agustus. Biaya pengelolaan portofolio, faktor signifikan dalam kenaikan di bulan Juli, naik 2% setelah naik 5,8% pada bulan sebelumnya.

Sementara itu, Trump telah mendesak The Fed untuk menurunkan suku bunga, bersikeras bahwa tarif tidak akan bersifat inflasi dan perekonomian membutuhkan suku bunga yang lebih rendah, baik untuk memacu pertumbuhan maupun untuk membatasi biaya pembiayaan utang nasional yang membengkak.

Penjualan Ritel AS September 2025

Biro Sensus Departemen Perdagangan AS mengatakan pada Rabu (19/11/2025) bahwa mereka akan menerbitkan laporan penjualan ritel dan layanan makanan serta pesanan barang tahan lama periode September pada minggu depan. Keduanya tertunda akibat penutupan pemerintah.

Laporan penjualan bulanan untuk ritel dan layanan makanan akan diterbitkan pada Selasa, sementara laporan pesanan barang tahan lama dijadwalkan untuk diterbitkan pada hari Rabu. Laporan tersebut awalnya dijadwalkan pada Oktober.

Penutupan pemerintah selama 43 hari, yang terpanjang dalam sejarah, menghentikan pengumpulan, pemrosesan, dan penerbitan data ekonomi yang dikeluarkan pemerintah, termasuk laporan ketenagakerjaan dan inflasi bulanan yang diawasi ketat.

Sebelumnya, penjualan ritel di AS meningkat sebesar 0,6% secara bulanan pada bulan Agustus menjadi US$732 miliar, Biro Sensus AS melaporkan pada hari Selasa (25/11/2025). Angka ini menyusul peningkatan 0,6% (direvisi dari 0,5%) yang tercatat pada bulan Juli dan lebih baik dari ekspektasi pasar sebesar 0,2%. Secara tahunan, penjualan ritel naik 5% dalam periode ini.

"Total penjualan untuk periode Juni 2025 hingga Agustus 2025 naik 4,5% (±0,4%) dibandingkan periode yang sama tahun lalu," bunyi siaran pers tersebut. "Perubahan persentase Juni 2025 hingga Juli 2025 direvisi dari naik 0,5% (±0,4%) menjadi naik 0,6% (±0,2%)."

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi AS Kuartal IV- 2025

Laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil merupakan indikator utama aktivitas ekonomi.

Pada Rabu (26/11/2025), Atlanta Fed akan merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi (PDB) AS untuk kuartal keempat, yang diperkirakan akan tetap di angka 4,2%. Angka ini masih merupakan angka tertinggi untuk kuartal tersebut.

Sebelumnya Atlanta Fed memproyeksikan pertumbuhan PDB riil (tingkat tahunan yang disesuaikan secara musiman) pada kuartal ketiga tahun 2025 adalah 4,2% pada 21 November, tidak berubah dari 19 November setelah pembulatan.

Setelah rilis terkini dari Biro Sensus AS, Biro Statistik Tenaga Kerja AS, dan Asosiasi Realtors Nasional, sedikit penurunan dalam prakiraan pertumbuhan pengeluaran konsumsi pribadi riil kuartal ketiga diimbangi oleh peningkatan dalam prakiraan pertumbuhan investasi domestik swasta bruto riil kuartal ketiga dari 4,8% menjadi 4,9%.

Inflasi PCE AS September 2025

Pada Rabu (26/11/2025), AS akan merilis data inflasi atau indeks pengeluaran konsumen AS atau PCE periode September 2025. Sebelumnya, inflasi inti sedikit berubah pada Agustus, menurut alat prakiraan utama The Federal Reserve, yang kemungkinan akan menjaga laju penurunan suku bunga bank sentral.

Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi mencatat kenaikan atau inflasi 0,3% (mtm) di Agustus, sehingga tingkat inflasi tahunan mencapai 2,7%.

Inflasi di luar makanan dan energi atau inflasi inti tercatat 0,2% (mtm) dan  2,9% secara tahunan  (YoY).

Pendapatan pribadi meningkat 0,4% untuk bulan tersebut, sementara pengeluaran konsumsi pribadi meningkat dengan laju 0,6%. Keduanya 0,1 poin persentase di atas perkiraan masing-masing.

Meskipun The Fed menargetkan inflasi sebesar 2%, angka-angka tersebut kemungkinan besar tidak akan mengubah arah bagi para pembuat kebijakan yang pekan lalu mengindikasikan bahwa mereka melihat dua penurunan poin persentase kuartal lagi sebelum akhir tahun.

Meskipun bank sentral mempertimbangkan beragam data, mereka menggunakan PCE sebagai ukuran prakiraan inflasi karena para pejabat meyakini bahwa PCE memberikan pandangan yang lebih luas daripada laporan lain seperti indeks harga konsumen, dan memperhitungkan perubahan kebiasaan belanja konsumen.

Hari "Thanksgiving" AS

Hari Thanksgiving akan segera tiba pada hari Kamis (27/11/2025) dan para tuan rumah di seluruh negeri sudah mulai merencanakan menu liburan mereka.

Para ahli mengatakan sistem perjalanan AS seharusnya stabil setelah penutupan, tetapi dengan jutaan orang yang memadati jalan dan bandara, Thanksgiving yang normal akan tetap terasa sangat padat.

Seiring AS bangkit dari penutupan pemerintah yang bersejarah selama 43 hari, jutaan pelancong bersiap untuk salah satu akhir pekan perjalanan tersibuk tahun ini. Meskipun terjadi gangguan selama berminggu-minggu di berbagai badan transportasi, para ahli mengatakan sistem kemungkinan akan stabil tepat waktu untuk Thanksgiving. Namun, Thanksgiving yang normal tetap berarti jalanan yang padat, antrean panjang, dan penerbangan yang penuh.

Selama penutupan, ribuan pegawai federal, termasuk petugas Administrasi Keamanan Transportasi (TSA) dan pengontrol lalu lintas udara, bekerja tanpa bayaran, yang berkontribusi pada kekurangan staf di bandara dan taman nasional. Untuk mengatasi hal ini, Administrasi Penerbangan Federal (FAA) mengeluarkan perintah darurat yang untuk sementara membatasi wilayah udara AS dan mewajibkan pengurangan penerbangan, yang menyebabkan penundaan di bandara dan antrean keamanan yang panjang.

Pembatasan tersebut kini telah dicabut setelah Kongres mengesahkan RUU pendanaan yang mengakhiri kebuntuan dan memungkinkan pemerintah untuk kembali beroperasi.

Menurut Erik Hansen, wakil presiden hubungan pemerintah untuk Asosiasi Perjalanan AS, operasional akan kembali normal dengan cukup cepat. Berikut arti hal ini bagi warga Amerika dan wisatawan yang ingin bepergian pada atau sekitar akhir pekan Thanksgiving.

PMI China


NBS China akan merilis PMI manufaktur dan non-manufaktur resmi untuk November pada Sabtu pekan ini (29/11/2025). Data ini akan menentukan seberapa kencang industri China menjelang akhir tahun.

Sebagai catatan, PMI Manufaktur resmi NBS China turun ke 49,0 pada Oktober 2025, dari 49,8 pada September dan di bawah perkiraan 49,6, sekaligus menjadi level terendah sejak April. Upaya untuk meningkatkan permintaan luar negeri sebagian besar justru memperketat persaingan harga alih-alih mendorong penjualan. Penurunan ini juga menandai kontraksi selama tujuh bulan berturut-turut, dengan output menyusut untuk pertama kalinya dalam enam bulan (49,7 vs 51,9 pada September) dan pesanan baru turun dengan laju yang lebih cepat (48,8 vs 49,7).

Data Ekonomi Eropa

Di Inggris, perhatian tertuju pada Anggaran Musim Gugur (Autumn Budget), dengan Menteri Keuangan Rachel Reeves yang secara luas diperkirakan akan mengumumkan kenaikan pajak lebih lanjut pada Rabu depan. Ia mungkin perlu menghimpun £20-30 miliar untuk mengimbangi kemungkinan penurunan proyeksi pertumbuhan dari badan pengawas fiskal, biaya pinjaman yang lebih tinggi, serta penundaan pemangkasan kesejahteraan yang telah direncanakan.

Tujuannya adalah untuk menenangkan pasar obligasi, meskipun langkah-langkah tersebut dapat memperdalam ketidakpuasan pemilih terhadap pemerintahan Perdana Menteri Keir Starmer.

Di Eropa, investor akan mencermati data inflasi awal untuk ekonomi-ekonomi terbesar di kawasan tersebut. Indeks Harga Konsumen (OHK/CPI) Jerman diperkirakan turun 0,2% secara bulanan pada November, penurunan pertama sejak Januari. CPI Prancis kemungkinan tidak berubah dari Oktober, sementara harga di Italia diperkirakan turun 0,1%. Tingkat inflasi tahunan Spanyol diperkirakan sedikit melandai menjadi 3% dari 3,1%.

Indikator penting lainnya di Jerman mencakup Indeks Iklim Bisnis Ifo yang diperkirakan naik untuk bulan ketiga berturut-turut, serta Indikator Iklim Konsumen GfK yang kemungkinan membaik dari posisi terendah April. Penjualan ritel Jerman diproyeksikan meningkat untuk bulan kedua.

Data tambahan yang perlu diperhatikan termasuk sentimen ekonomi Zona Euro, pertumbuhan PDB final untuk Jerman, Prancis, Swedia, Swiss, Finlandia, dan Norwegia, serta data pendaftaran mobil baru dan survei bisnis Zona Euro.

Berikut sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri pada hari ini:

  • GAIKINDO Jakarta Auto Week (GJAW) 2025 di ICE BSD City, Kabupaten Tangerang

  • Rapat koordinasi pengendalian inflasi di kantor Kementerian Dalam Negeri, Kota Jakarta Pusat.

  • Ketenagakerjaan menggelar orientasi Pemagangan Nasional Batch II

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR)

  • Tanggal DPS Dividen Tunai Interim PT Budi Starch & Sweetener Tbk (BUDI)

  • Tanggal cum Dividen Tunai Interim PT Surya Pertiwi Tbk (SPTO)

  • Tanggal cum Dividen Tunai Interim Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI)

  • Tanggal cum Dividen Tunai Interim PT Cikarang Listrindo Tbk (POWR)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandanga
n CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages


Most Popular