Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global kembali merana sepanjang pekan ini, di tengah data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang masih kuat dan minimnya gejolak di global, membuat investor kurang tertarik untuk berinvestasi emas.
Merujuk Refinitiv, harga emas di perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (21/11/2025) ditutup di posisi US$ 4.065,39 per troy ons. Harganya melemah 0,34%. Dalam sepekan terakhir, emas juga terkoreksi 0,28% secara point-to-point.
Harga emas kembali membentuk tren pelemahan karena investor mencerna laporan ketenagakerjaan AS September 2025, yang menunjukkan angka ketenagakerjaan yang lebih kuat dari perkiraan dan meredam prospek penurunan suku bunga Desember.
Laporan Departemen Tenaga Kerja AS yang diawasi ketat, menunjukkan bahwa data penggajian nonpertanian (non-farm payroll/NFP) September 2025 meningkat sebesar 119.000, lebih dari dua kali lipat perkiraan kenaikan 50.000.
Angka tersebut menguatkan pandangan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bahwa pasar tenaga kerja masih stabil, sehingga ruang pelonggaran suku bunga menjadi lebih terbatas dan menekan minat terhadap emas pasar global.
Di satu sisi, penciptaan lapangan kerja menunjukkan ketahanan ekonomi, namun di sisi lain, naiknya angka pengangguran mengindikasikan adanya pendinginan dalam pasar tenaga kerja yang dapat mempengaruhi keputusan suku bunga The Fed pada FOMC mendatang.
Sementara itu, klaim pengangguran lanjutan AS meningkat menjadi 1.974 ribu pada pekan yang berakhir 8 November 2025, mencapai level tertinggi sejak 2021 dan mencerminkan perlambatan aktivitas perekrutan. Sedangkan, klaim pengangguran awal turun 8.000 dari minggu sebelumnya menjadi 220.000 pada periode yang berakhir 15 November, tetap jauh di bawah rata-rata sejak akhir kuartal kedua.
Lonjakan klaim lanjutan, bersamaan dengan pertumbuhan klaim awal yang stabil, mencerminkan aktivitas perekrutan yang lebih rendah, bukan peningkatan PHK. Klaim pengangguran yang belum terselesaikan untuk pekerja federal mencapai 38.867 berdasarkan angka non-musiman, mencerminkan kenaikan 400% dari level sebelum shutdown pemerintah federal pada Oktober.
Situasi tersebut turut diperburuk oleh pergerakan dolar AS, di mana indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan sang greenback, naik tipis 0,04% di level 100,19. Indeks dolar AS masih mampu bertahan diatas level 100.
"(Data) ini pada dasarnya mengonfirmasi apa yang dibahas The Fed pada bulan Oktober, pasar tenaga kerja yang melambat namun stabil. Pemangkasan suku bunga pada bulan Desember kini tampaknya semakin tidak mungkin, menambah tekanan pada emas," kata Peter Grant, wakil presiden dan ahli strategi logam senior di Zaner Metals, dikutip dari Reuters, Sabtu (22/11/2025).
Saat ini para pelaku pasar melihat peluang hampir 40% untuk pemangkasan suku bunga bulan depan. Emas, aset yang tidak memberikan imbal hasil, cenderung berkinerja baik di lingkungan suku bunga rendah.
Sementara itu, risalah rapat The Fed pada Oktober mengungkapkan bahwa para pembuat kebijakan menurunkan suku bunga meskipun ada peringatan bahwa langkah tersebut dapat meningkatkan risiko inflasi dan merusak kepercayaan publik terhadap bank sentral.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/luc)