MARKET DATA

PHK Massal Menghantui Amerika, Pemerintah Tiba-Tiba Jadi Algojo Utama

Emanuella Bungasmara Ega Tirta,  CNBC Indonesia
23 November 2025 07:30
Bendera Amerika Serikat berkibar setengah tiang di US Capitol di Washington, DC, Kamis (8/9/2022) setelah meninggalnya Ratu Elizabeth II dari Inggris. (Photo by OLIVIER DOULIERY/AFP via Getty Images)
Foto: Bendera Amerika Serikat berkibar setengah tiang di US Capitol di Washington, DC, Kamis (8/9/2022) setelah meninggalnya Ratu Elizabeth II dari Inggris. (Photo by OLIVIER DOULIERY/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar tenaga kerja Amerika Serikat kembali bergejolak di 2025.

Setelah memasuki periode stabilisasi pasca-pandemi, pemutusan hubungan kerja (PHK) justru melonjak tajam tahun ini dan menimbulkan kekhawatiran atas arah ekonomi serta prioritas fiskal Negeri Paman Sam. Total PHK nasional mendekati 1,1 juta sepanjang Januari-Oktober 2025, level tertinggi sejak 2020 .

Lonjakan terbesar secara mengejutkan bukan datang dari sektor teknologi seperti tren 2022-2024, melainkan dari pemerintahan federal dan lokal. Pemerintah AS mencatat lebih dari 307 ribu PHK, naik delapan kali lipat dibanding periode yang sama tahun 2024.

Pemotongan besar-besaran ini dipicu oleh kebijakan penghematan dan program pengurangan belanja pemerintah (DOGE-related cuts), yang mengharuskan pemangkasan tenaga kerja secara agresif.

 

Teknologi tetap menjadi sektor dengan PHK terbesar kedua, mencatat lebih dari 141 ribu pemutusan kerja sepanjang tahun ini (year to date/ytd) Koreksi berkepanjangan di industri ini masih berlangsung, ditandai oleh restrukturisasi, otomatisasi sistem, dan pengetatan perekrutan oleh perusahaan besar maupun startup 

Sektor logistik dan pergudangan (warehousing) mencatat kenaikan paling ekstrem secara tahunan. Industri ini melakukan lebih dari 90 ribu PHK, melonjak hampir lima kali lipat dari 2024. Melemahnya permintaan e-commerce, efisiensi otomatisasi, dan penurunan aktivitas distribusi menjadi faktor pendorong utama.

Retail juga menghadapi gelombang PHK besar. Total 88 ribu pekerja kehilangan pekerjaan di sektor ritel, lebih dari dua kali lipat angka tahun lalu. Perubahan perilaku belanja konsumen dan konsolidasi toko fisik terus mempersempit jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan retail skala besar maupun menengah.

PHK di sektor layanan (services) turut meningkat menjadi 63 ribu, naik cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya. Tren ini selaras dengan penurunan belanja masyarakat kelas menengah serta pengetatan anggaran perusahaan jasa profesional dan hospitality.

Sektor keuangan mencatat 48.968 PHK, dipicu oleh merger lembaga keuangan, efisiensi back-office, dan adopsi teknologi kecerdasan buatan untuk fungsi operasional. Kesehatan dan produk kesehatan juga melakukan pemangkasan tenaga kerja, meski relatif stabil dibanding 2024 dengan total 44.256 PHK.

Beberapa sektor justru menunjukkan pemulihan. Aerospace dan pertahanan mencatat penurunan PHK paling signifikan, dari sekitar 29.500 tahun 2024 menjadi hanya 3.200 pada 2025. Transportasi dan apparel juga ikut mencetak penurunan PHK, menandakan stabilisasi setelah periode turbulensi yang panjang di 2023-2024.

Secara total, seluruh industri mengumumkan 1.099.500 PHK hingga Oktober 2025, melonjak sekitar 65% dibanding periode yang sama tahun 2024. Pemerintah, teknologi, pergudangan, dan retail menjadi empat sektor pemotong tenaga kerja terbesar, dengan kontribusi gabungan lebih dari 570 ribu PHK .

Lonjakan PHK ini menimbulkan perdebatan luas di Amerika Serikat. Pemerintah menyatakan pemangkasan tenaga kerja diperlukan untuk efisiensi anggaran. Di sisi lain, akademisi dan analis pasar tenaga kerja menilai gelombang PHK di berbagai sektor sekaligus dapat mengindikasikan melemahnya daya beli dan aktivitas ekonomi domestik.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)


Most Popular