Lari Kencang Harga Batu Bara Terhenti: Jepang Jadi Beban, China Kawan

mae,  CNBC Indonesia
06 November 2025 07:05
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rally harga batu bara akhirnya terhenti setelah melonjak tiga hari.

Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Rabu (5/11/2025) menembus US$ 113 per ton atau melemah tipis 0,13%.

Pelemahan ini memutus tren positif batu bara yang menguat 5,5% dalam tiga hari beruntun sebelumnya.

Pelemahan harga batu bara disebabkan aksi profit taking, kabar buruk dari Jepang dan Eropa.


Harga batu bara  menurun akibat pasokan melimpah dan lemahnya permintaan.

Lemahnya permintaan tercermin dari impor batu bara Jepang pada September yang merosot signifikan 15,86% secara bulanan (MoM). Penurunan terbesar berasal dari Australia sebagai pemasok utama batu bara ke Negeri Sakura.

Volume impor batu bara Jepang pada September turun tajam dibandingkan Agustus, seiring melemahnya permintaan dari sektor utilitas dan industri. Konsumsi listrik memasuki periode bahu-musim (shoulder season), sehingga banyak pembangkit mengurangi pembelian spot.

Impor dari Indonesia dan Rusia juga dilaporkan turun, meski dalam skala lebih kecil dibanding Australia. Beberapa kontrak jangka panjang tetap berjalan, tetapi pembelian spot berkurang tajam.

Sementara itu, negara-negara anggota Uni Eropa mencapai kesepakatan penting pada Rabu terkait target iklim blok tersebut, dengan menetapkan target wajib untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 90% pada tahun 2040, hanya beberapa hari sebelum KTT iklim COP30 dimulai di Belem, Brasil.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Uni Eropa menargetkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 90% paling lambat pada 2040 dibandingkan dengan level tahun 1990. Sementara itu, target interim untuk 2030 tetap tidak berubah, yaitu pengurangan sebesar 55%.

Target tersebut akan berdampak besar terhadap melemahnya permintaan batu bara dari Eropa ke depan.

 

Di tengah kabar buruk, China masih memberi angin segar.

Harga batu bara termal di pelabuhan utama China kembali melonjak ke level tertinggi dalam tahun berjalan, seiring meningkatnya keyakinan pelaku pasar bahwa pasokan akan semakin ketat dalam beberapa minggu ke depan.

Harga portside untuk batu bara termal 5.500 kcal/kg NAR di pelabuhan Qinhuangdao, Caofeidian, dan Jingtang dilaporkan naik signifikan dan menembus level tertinggi tahun ini. Kenaikan juga terjadi pada grade 5.000 dan 4.500 NAR, mengikuti sentimen bullish pasar.

Lonjakan harga karena adanya pembatasan produksi tambang di beberapa provinsi sejak awal kuartal, penurunan output dari beberapa tambang kecil, dan peningkatan permintaan musim dingin dari sektor listrik.

Banyak trader meningkatkan penimbunan (restocking) di pelabuhan untuk mengantisipasi kenaikan harga lebih lanjut.

Utilisasi PLTU meningkat karena turunnya suhu di wilayah utara, menaikkan konsumsi listrik. Beberapa pembangkit meningkatkan pembelian spot karena pasokan kontrak jangka panjang belum mencukupi.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation