Bersiap Hadapi Pasar Saham Esok Hari, Ini Deretan Sentimennya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Tanah Air siap kembali dibuka pada perdagangan esok hari. Pekan depan pun menjadi salah satu pekan tersibuk karena banyaknya rilis data-data ekonomi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini dapat mendorong volatilitas pasar keuangan pada pekan depan.
Mengingat di sepanjang pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih melemah 1,30% di level 8.163,87 pada penutupan perdagangan Jumat (31/10/2025).
Berikut sentimen dan data-data yang akan rilis pada pekan ini.
PMI Manufaktur RI Oktober
Pada awal pekan Senin (3/11/2025), terdapat rilis data PMI Manufaktur RI periode Oktober 2025. Sebelumnya, data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 50,4 di September atau turun dibandingkan 51,5 pada Agustus 2025. Meski turun PMI masih berada di zona ekspansi selama dua bulan beruntun.
Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Rabu (1/10/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 50,4 di September atau turun dibandingkan 51,5 pada Agustus 2025. Meski turun PMI masih berada di zona ekspansi selama dua bulan beruntun.
Sebelumnya, PMI sudah terkontraksi sebesar 46,7 di April, kemudian 47,4 di Mei, berlanjut di Juni (46,9), dan Juli (49,2).
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
PMI Manufaktur ada di zona ekspansi dengan ditopang oleh peningkatan pesanan baru.
Pesanan baru naik untuk bulan kedua berturut-turut pada September, meskipun ada penurunan kembali pada volume produksi setelah ekspansi yang solid di Agustus.
Pesanan baru terus tumbuh di akhir kuartal ketiga, meski lebih rendah dari bulan sebelumnya. Kenaikan ini sebagian besar dikaitkan dengan permintaan pasar domestik yang lebih kuat.
Namun, penjualan untuk pasar ekspor kembali turun untuk kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir akibat lemahnya permintaan luar negeri.
Akibatnya, produksi (output) turun kembali pada September, atau kelima kalinya dalam enam bulan terakhir, meski hanya sedikit. Penurunan ini dikaitkan dengan melemahnya daya beli pelanggan.
Kendati demikian ada semangat positif menjelang akhir tahun. Pembelian input meningkat untuk bulan kedua berturut-turut, seiring perusahaan bersiap menghadapi potensi kenaikan permintaan di akhir tahun.
Perusahaan juga meningkatkan persediaan barang mentah dan jadi untuk mengantisipasi kenaikan produksi maupun untuk melindungi dari potensi kenaikan harga bahan baku.
Inflasi RI Oktober
Masih di hari yang sama Senin (3/11/2025), Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi periode Oktober 2025.
Inflasi Indonesia diperkirakan akan melandai pada Oktober 2025 sejalan dengan melandainya bahan pangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Oktober 2025 besok hari, Senin (3/11/2025).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan institusi memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) akan naik atau mengalami inflasi 0,02% secara bulanan(month-to-month/mtm) di Oktober 2025.
Sementara itu, secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi diperkirakan akan mencapai 2,6%. Inflasi inti diperkirakan stagnan di 2,2%.
Sebagai catatan, pada September 2025, inflasi menembus 0,21% (mtm) dan 2,65% (yoy). Inflasi inti menembus 2,19%.
Bila melihat historis BPS, inflasi biasanya kecil di Oktober. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata inflasi (mtm) di Oktober menembus 0,07%. Artinya, inflasi berpotensi lebih kecil dari data historisnya.
Melandainya inflasi ini bisa menjadi kabar baik karena ditopang melandainya harga pangan yang biasa membebani warga. Inflasi yang rendah juga bisa menjadi bekal penting sebelum laju harga naik menjelang akhir tahun.
Kepala ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, menjelaskan inflasi akan melandai di Oktober karena turunnya harga beberapa komoditas utama, termasuk beras (-0,8% mom), bawang merah (-7,6% mom), dan cabai rawit (-6,2% mom). Sementara itu, kenaikan harga moderat tercatat pada telur (2,6% mom).
Sementara itu, melandainya tarif tiket pesawat juga akan menekan inflasi kelompok administered price. Sebaliknya, kenaikan sebagian harga BBM akan menekan inflasi.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang menjelaskan inflasi komponen inti akan sedikit menguat karena lonjakan harga dari emas/perhiasan.
"Imported inflation dari depresiasi rupiah masih tertahan karena pass-through yang lambat dan diskon ritel, sehingga ekspektasi inflasi tetap terjaga," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Data Pusat Informasi Harga pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukkan harga beras di Oktober 2025 turun 0,62$ ke Rp 15.819. Harga cabai rawit merah anjlok 9,4% ke Rp 45.471/kg.
Namun, rata-rata harga daging ayam naik tipis 0,1% ke Rp 38.425 sementara telur ayam melonjak 2,7% ke Rp 31.386/kg.
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) menyesuaikan harga produk Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidinya mulai 1 Oktober 2025. Diantara yang mengalami kenaikan harga adalah Dexlite serta Pertamina Dex. Sementara untuk BBMnon subsidi lainnya tetap seperti harga di bulan September 2025.
Sementara, untuk harga BBM non subsidi seperti Pertamax atau RON 92 masih sama yakni Rp12.200 per liter. Tak terkecuali harga Pertamax Turbo yang dibanderol Rp 13.100 per liter pada Oktober 2025.
Harga BBM jenis Pertamina Dex justru naik menjadi Rp 14.000 per liter dari yang sebelumnya Rp 13.850 per liter pada September 2025. Adapun Dexlite juga naik Rp 100 per liter menjadi Rp 13.700 per liter dari sebelumnya Rp 13.600 per liter pada September lalu.
Neraca Dagang RI September
Masih di hari yang sama Senin (3/11/2025), BPS juga akan mengumumkan data neraca perdagangan September 2025. Polling CNBC menunjukkan surplus akan berada di US$ 3,9 miliar pada September 2025. Angka tersebut turun dibandingkan surplus Agustus sebesar US$ 5,49 miliar.
Ekspor diperkirakan meningkat 7,22% sementara impor tumbuh 4,95%.
Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardee menjelaskan surplus akan turun tajam karena ekspor melemah secara bulanan sementara impor menguat. Meski menyusut, ini masih meneruskan tren surplus yang panjang, yakni 65 bulan berturut turut.
"Penopang ekspor tetap datang dari hilirisasi, terutama besi dan baja, sementara kenaikan harga minyak sawit mentah memberi dorongan kinerja ekspor," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Ekspor ke China berpeluang naik sejalan dengan data China yang menunjukkan impor dari Indonesia meningkat sekitar 12,42%mtm. Sebaliknya, ke Amerika Serikat dan Jepang cenderung melemah, dengan pasar AS normalisasi setelah penerapan tarif timbal balik pada Agustus.
Di sisi impor, secara tahunan diproyeksikan naik karena pelaku usaha mulai mengamankan stok untuk menghadapi Natal dan Tahun Baru, sehingga faktor musiman berpotensi menambah laju impor pada periode ini.
"Secara keseluruhan, surplus September berpeluang turun sejalan dengan impor yang mulai menguat, dan faktor persiapan akhir tahun kemungkinan ikut mendukung arus barang masuk," imbuhnya.
PDB RI Oktober
Menjelang rilis resmi data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2025 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (5/11/2025). Sejumlah indikator ekonomi selama periode Juli hingga September memberikan gambaran mengenai arah dan dinamika perekonomian nasional menjelang pengumuman resmi tersebut.
Dalam laporan terakhir BPS, ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 tercatat tumbuh 5,12% (year-on-year/yoy) atau menjadi yang tertinggi sejak kuartal II-2023.
Ekonomi tumbuh 4,04% (qoq) atau yang tertinggi sejak kuartal III-2025.
Sektor industri pengolahan masih menjadi motor utama pendorong pertumbuhan, dengan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 18,67%. Industri ini tumbuh 5,68% (yoy), ditopang subsektor makanan dan minuman (mamin), termasuk komoditas CPO, minyak goreng, serta produk olahan lainnya.
Sebagai catatan, dalam 10 tahun terakhir pada pertumbuhan ekonomi di kuartal III cenderung lebih seiring di bawah dari pertumbuhan di kuartal II.
Sejak 2015 hingga 2024, dari total 10 tahun tersebut, sebanyak tujuh kali laporan pertumbuhan ekonomi di kuartal III lebih rendah dibandingkan kuartal II.
Hal ini terjadi akibat di kuartal II biasanya menjadi puncak pertumbuhan ekonomi seiring dengan adanya libur sekolah serta bertepatan dengan musim lebaran yang biasanya meningkatkan konsumsi rumah tangga. Dan laju pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan pada kuartal berikutnya.
Berikut ini adalah kondisi perekonomian berdasarkan beberapa indikator ekonomi selama kuartal III-2025.
Cadangan Devisa RI Oktober
Pada akhir pekan Jumat (7/11/2025), Bank Indonesia (BI) akan merilis data cadangan devisa (cadev) periode Oktober 2025. Sebelumnya, berdasarkan data BI, cadev pada akhir September 2025 tercatat sebesar US$148,7 miliar atau lebih rendah dibandingkan Agustus 2025 yang sebesar US$150,7 miliar atau mengalami penurunan sekitar US$2 miliar dalam sebulan.
Penurunan tersebut mencerminkan langkah aktif BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah volatilitas pasar keuangan global yang cukup tinggi.
Dengan level tersebut, cadangan devisa masih berada pada tingkat yang aman dan memadai untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian RI. Level tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 impor atau 6,0 bulan impor ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan masih jauh dia tas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Cadangan devisa RI di bulan September ini, sekaligus menandakan level terendahnya sejak Juli 2024, dimana pada bulan tersebut cadangan devisa RI tercatat sebesar US$145,4 miliar.
PMI Manufaktur Caixin China Oktober
Beralih ke negeri tirai bambu, pada Senin (3/11/2025), terdapat rilis data PMI Manufaktur Caixin China periode Oktober 2025.
Sebelumnya, PMI Manufaktur China naik menjadi 51,2 pada September 2025, melampaui angka 50,5 pada bulan Agustus dan konsensus pasar sebesar 50,3. Angka ini menandai pembacaan tertinggi sejak Maret, menyamai level yang tercatat pada bulan tersebut.
Output tumbuh pada laju tercepat dalam tiga bulan, sementara pesanan ekspor baru naik untuk pertama kalinya dalam enam bulan. Selain itu, bisnis baru berekspansi pada laju tercepat sejak Februari. Akibatnya, aktivitas pembelian meningkat pesat, dengan laju pertumbuhan tercepat sejak November lalu.
Sementara itu, lapangan kerja menurun di tengah kekhawatiran atas biaya. Kondisi pasokan membaik, ditandai dengan pengurangan pertama dalam waktu tunggu rata-rata dalam tujuh bulan. Terkait harga, inflasi biaya input meningkat ke level tertinggi dalam 10 bulan, didorong oleh harga logam yang lebih tinggi.
Namun, harga jual sedikit turun di tengah persaingan yang ketat. Ke depannya, sentimen bisnis membaik di tengah harapan peningkatan penjualan dan produksi, didukung oleh upaya pengembangan bisnis dan kebijakan pemerintah.
PMI Manufaktur Jasa China Oktober
Pada Rabu (6/11/2025), China kembali merilis data PMI Manufaktur Jasa periode Oktober 2025.
Sebelumnya, PMI Jasa China turun tipis menjadi 52,9 pada September 2025 dari 53,0 pada bulan sebelumnya, tetapi tetap di atas ekspektasi pasar sebesar 52,3. Angka tersebut tetap mendekati level tertinggi dalam 15 bulan terakhir di bulan Agustus, didukung oleh peningkatan ekspor yang lebih cepat, didorong oleh meningkatnya aktivitas pariwisata.
Namun, laju peningkatan melambat untuk pertama kalinya dalam tiga bulan, meskipun secara keseluruhan tetap solid. Ketenagakerjaan menurun pada laju tercepat sejak April 2024 di tengah kekhawatiran biaya. Di sisi harga, inflasi biaya input meningkat karena upah yang lebih tinggi dan harga bahan baku yang lebih tinggi. Akibatnya, harga jual naik setelah penurunan pada bulan Agustus.
Namun, laju inflasi biaya input dan harga output hanya marjinal. Terakhir, sentimen bisnis menguat ke level tertinggi dalam enam bulan di tengah harapan bahwa kondisi pasar yang lebih kuat dan rencana ekspansi bisnis akan mendukung pertumbuhan penjualan dan aktivitas di tahun mendatang.
PMI Manufaktur AS Oktober
Pada Senin (3/11/2025), Amerika Serikat (AS) akan merilis data PMI Manufaktur periode Oktober 2025. Diproyeksikan aPMI Manufaktur AS Global S&P akan naik menjadi 52,2 pada Oktober 2025, sedikit meningkat dari 52,0 pada September. Angka ini akan menandai perbaikan kondisi pabrik untuk kesembilan kalinya dalam sepuluh bulan, didukung oleh percepatan produksi dan peningkatan pesanan baru tertajam dalam 20 bulan.
Namun, pertumbuhan lapangan kerja melambat ke level terendah dalam tiga bulan, sementara persediaan input hanya meningkat sedikit. Indeks waktu pengiriman pemasok berkontribusi kecil terhadap PMI utama, mencerminkan perpanjangan waktu tunggu yang lebih lambat dibandingkan dengan September.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)