Muncul Tanda-tanda Agak Lesu, Begini Gambaran Ekonomi RI Terbaru!

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
31 October 2025 16:25
Sejumlah karyawan melewati jembatan penyeberangan orang (JPO) di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (29/11/2022). Kepala Disnakertrans provinsi DKI Jakarta Andri Yansyah mengungkapkan kenaikan UMP 2023 DKI Jakarta sebesar 5,6% ke Rp 4.901.798.  (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sejumlah karyawan melewati jembatan penyeberangan orang (JPO) di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (29/11/2022). Kepala Disnakertrans provinsi DKI Jakarta Andri Yansyah mengungkapkan kenaikan UMP 2023 DKI Jakarta sebesar 5,6% ke Rp 4.901.798. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang rilis resmi data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2025 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (5/11/2025). Sejumlah indikator ekonomi selama periode Juli hingga September memberikan gambaran mengenai arah dan dinamika perekonomian nasional menjelang pengumuman resmi tersebut.

Dalam laporan terakhir BPS, ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 tercatat tumbuh 5,12% (year-on-year/yoy) atau menjadi yang tertinggi sejak kuartal II-2023.

Ekonomi tumbuh 4,04% (qoq) atau yang tertinggi sejak kuartal III-2025.

Sektor industri pengolahan masih menjadi motor utama pendorong pertumbuhan, dengan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 18,67%. Industri ini tumbuh 5,68% (yoy), ditopang subsektor makanan dan minuman (mamin), termasuk komoditas CPO, minyak goreng, serta produk olahan lainnya.

Sebagai catatan, dalam 10 tahun terakhir pada pertumbuhan ekonomi di kuartal III cenderung lebih seiring di bawah dari pertumbuhan di kuartal II.

Sejak 2015 hingga 2024, dari total 10 tahun tersebut, sebanyak tujuh kali laporan pertumbuhan ekonomi di kuartal III lebih rendah dibandingkan kuartal II.

Hal ini terjadi akibat di kuartal II biasanya menjadi puncak pertumbuhan ekonomi seiring dengan adanya libur sekolah serta bertepatan dengan musim lebaran yang biasanya meningkatkan konsumsi rumah tangga. Dan laju pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan pada kuartal berikutnya.

Berikut ini adalah kondisi perekonomian berdasarkan beberapa indikator ekonomi selama kuartal III-2025.

Inflasi

Hal positif datang dari sisi harga. Sepanjang kuartal III-2025, tekanan inflasi di Indonesia terpantau relatif stabil yang menjadi salah satu faktor utama yang menjaga daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian global.

Pada bulan Juli 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi 0,30% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 2,37% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Kenaikan harga saat itu terutama dipicu oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, dengan komoditas beras menjadi penyumbang terbesar inflasi bulanan sebesar 0,06%. Namun, tekanan harga tersebut tidak berlangsung lama.

Memasuki Agustus 2025, inflasi justru berbalik arah menjadi deflasi 0,08% (mtm), dengan inflasi tahunan yang sedikit melambat ke 2,31% (yoy). Penurunan harga ini terutama disebabkan oleh melimpahnya pasokan bahan pangan pasca panen, serta turunnya harga komoditas hortikultura seperti cabai dan bawang.

Kondisi tersebut turut memberikan ruang bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah untuk mempertahankan konsumsi di tengah perlambatan aktivitas ekonomi.

Sementara itu, pada September 2025, inflasi kembali mencatatkan kenaikan tipis sebesar 0,21% (mtm) dan 2,65% (yoy). BPS menjelaskan bahwa kenaikan ini bersumber dari komponen inti, yang mengalami inflasi 0,18% dengan andil 0,11% terhadap total inflasi bulanan.

Indek Kepercayaan Konsumen (IKK)

Sinyal negatif datang dari sisi keyakinan konsumen. Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2025 turun ke 115, dari 117,2 pada Agustus dan 118,1 di Juli.

Angka ini merupakan level terendah sejak April 2022, menunjukkan masyarakat mulai berhati-hati terhadap prospek ekonomi dan lapangan kerja.

Lemahnya keyakinan konsumen sejalan dengan data Mandiri Spending Index (MSI) yang mencatat bahwa belanja masyarakat tumbuh lebih lambat pada kuartal III-2025 dibanding kuartal sebelumnya.

Pola konsumsi masyarakat masih defensif, dengan dominasi belanja esensial seperti kebutuhan rumah tangga dan makanan pokok, sementara belanja hiburan dan gaya hidup cenderung menurun.

Pertumbuhan Kredit Perbankan

Dari sektor keuangan, aktivitas penyaluran kredit oleh perbankan masih menunjukkan pertumbuhan yang rendah.

Data Bank Indonesia (BI) hingga akhir September 2025 mencatat kredit tumbuh 7,2% (yoy), naik tipis dari 7,0% (yoy) di Agustus, tetapi masih di bawah capaian awal tahun.

Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) juga meningkat dari 6,7% (yoy) di Juli menjadi 8,4% (yoy) di September, menandakan likuiditas perbankan tetap terjaga.

Namun secara keseluruhan, pertumbuhan kredit tersebut masih jauh dari target pemerintah yang menargetkan kenaikan di atas 10% sepanjang 2025.

Padahal, BI telah melakukan pelonggaran moneter secara agresif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Sepanjang kuartal III-2025, BI memangkas suku bunga acuannya total sebesar 75 basis poin, masing-masing 25 bps pada Juli, Agustus, dan September.
Tujuannya adalah menurunkan biaya pinjaman agar masyarakat dan dunia usaha terdorong mengambil kredit baru sehingga dapat mempercepat transmisi pertumbuhan ekonomi.

Namun, efek pemangkasan suku bunga terhadap penurunan bunga kredit bank biasanya tidak langsung.

Transmisi pelonggaran kebijakan moneter membutuhkan waktu karena bank perlu menyesuaikan struktur biaya dana dan kondisi likuiditas terlebih dahulu.

Inilah sebabnya pertumbuhan kredit perbankan masih lemah, meskipun kebijakan moneter sudah mendukung arah pelonggaran.

Penjualan Mobil

Sektor otomotif juga mulai memberikan sinyal positif bagi aktivitas ekonomi. Penjualan mobil menunjukkan sedikit adanya pemulihan di kuartal III-2025. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mencatat penjualan wholesales (pabrikan ke dealer) pada September 2025 mencapai 62.071 unit, naik tipis dari 61.777 unit pada Agustus.

Secara kumulatif, sepanjang kuartal III-2025 total penjualan wholesales mencapai 184.726 unit, meningkat dibandingkan kuartal II-2025 yang sebesar 171.554 unit.

Salah satu pendorong kenaikan ini adalah penyelenggaraan GIIAS 2025 yang berlangsung 24 Juli-3 Agustus 2025 di ICE BSD City, Tangerang.

Ekspor

Salah satu titik terang dalam kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal III-2025 berasal dari sektor perdagangan luar negeri.

Nilai ekspor tercatat sebesar US$24,7 miliar pada Agustus 2025, atau meningkat 5,78% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini terutama ditopang oleh ekspor nonmigas, yang tumbuh 6,68% (yoy) menjadi US$23,8 miliar.

Peningkatan ekspor menunjukkan adanya perbaikan permintaan global terhadap sejumlah sektor unggulan Indonesia. Kontribusi terbesar berasal dari industri pengolahan dengan nilai ekspor mencapai US$19,82 miliar, disusul oleh pertambangan lainnya sebesar US$3,4 miliar, serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan nilai US$0,6 miliar.

PMI Manufaktur 

Aktivitas manufaktur Tanah Air mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Setelah sempat berada di zona kontraksi selama empat bulan berturut-turut pada April-Juli 2025. Kini PMI Manufaktur Indonesia kembali menembus level ekspansif sejak Agustus 2025, naik dari 49,2 pada Juli menjadi 51,5 di Agustus, dan sedikit terkoreksi ke 50,4 pada September.

Kenaikan ini mencerminkan mulai pulihnya permintaan dan meningkatnya aktivitas produksi di sejumlah subsektor. Peningkatan pesanan baru dan stabilisasi biaya input menjadi faktor utama yang mendorong perbaikan tersebut.

Sebagai motor penggerak industri dan penyedia lapangan kerja terbesar, kebangkitan sektor manufaktur menjadi sinyal positif bagi perekonomian nasional.

Kinerja PMI yang kembali ekspansif menandakan peningkatan produksi dan permintaan baru, yang berdampak langsung pada kenaikan output nasional, pendapatan tenaga kerja, dan daya beli masyarakat. Kondisi ini berpotensi memperkuat konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi komponen terbesar dalam PDB Indonesia.

Indeks Tabungan Mandiri Institute

Dari sisi simpanan, kondisi tabungan masyarakat Indonesia masih menunjukkan ketimpangan antar kelompok pendapatan selama kuartal III-2025.

Berdasarkan data Mandiri Institute hingga 30 September 2025, indeks tabungan kelompok bawa yakni mereka dengan rata-rata saldo tabungan kurang dari Rp1 juta, tengah berada dalam tekanan dan tercatat di level 72,8. Sangat rendah bila dibandingkan dengan Januari 2022 yang berada di level 100.

Indeks TabunganFoto: Mandiri Institute
Indeks Tabungan

Angka ini mencerminkan lemahnya kemampuan kelompok berpendapatan rendah untuk menabung di tengah biaya hidup yang meningkat dan tekanan konsumsi harian yang relatif tinggi.

Sementara itu, kelompok menengah, dengan rata-rata saldo tabungan antara Rp1 juta hingga Rp10 juta, mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Indeks tabungan mereka naik ke 101,1 dari 100,9 pada bulan sebelumnya, sekaligus lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan tipis ini menandakan bahwa kelas menengah mulai memiliki ruang lebih longgar untuk menabung.

Adapun kelompok atas, yang memiliki saldo tabungan lebih dari Rp10 juta, relatif stabil dengan indeks 94,4. Stabilitas ini menunjukkan bahwa masyarakat berpenghasilan tinggi mampu menjaga porsi simpanan mereka di tengah kondisi perekonomian saat ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation