Perjalanan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun rupiah, diperkirakan akan kembali volatile meskipun minim sentimen dari dalam negeri, akan tetapi sentimen dari global terutama The Federal Reserve (The Fed) akan menjadi booster bagi penutupan pasar keuangan di bulan Oktober. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini.
Investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.
Pada perdagangan Jumat (24/10/2025), IHSG ditutup melemah tipis 0,03% di level 8.271,72. Pada perdagangan intraday, IHSG sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di level 8.351,06. Namun secara pergerakan sepekan kemarin, IHSG berhasil melesat 4,50%.
Mayoritas sektor perdagangan tercatat menguat dengan kenaikan tertinggi dicatatkan oleh sektor properti, kesehatan dan utilitas. Sementara sektor konsumer non primer, barang baku dan teknologi membukukan koreksi paling dalam.
Saham-saham konglomerat tercatat menjadi pemberat IHSG pada perdagangan akhir pekan kemarin, dengan saham blue chip menjadi motor utama pergerakan indeks.
Sebanyak 295 saham tercatat mengalami kenaikan, 371 terkoreksi dan 143 lainnya stagnan. Adapun total transaksi tercatat relatif ramai atau mencapai 22,46 triliun yang melibatkan 28,84 miliar saham dalam 2,36 juta kali transaksi.
Dua emiten penggerak utama kinerja IHSG adalah Astra International (ASII) dan Bank Mandiri (BMRI).
Sementara itu jajaran emiten konglomerat yang tercatat menjadi pemberat kinerja IHSG termasuk Barito Pacific (BRPT), DCI Indonesia (DCII), Bumi Resources Mineral (BRMS), EMTK dan AMMN.
Pelemahan IHSG Jumat kemarin merupakan koreksi teknis usai membukukan reli panjang beberapa waktu terakhir karena kembalinya asing masuk ke pasar, utamanya ke saham-saham blue chip.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, investor saham telah beralih dari sebelumnya mengakumulasi saham-saham emiten konglomerat ke saham-saham perusahaan yang berkinerja baik atau saham blue chip.
"Kalau untuk saat ini memang sudah terjadi shifting dari saham-saham konglomerat ke saham-saham blue chip," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (24/10/2025).
Menurutnya, performa positif pada IHSG diperkirakan berlangsung pada bulan ini, Oktober 2025 hingga Februari 2026 berdasarkan rata-rata 10 tahun terakhir.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (24/10/2025) menguat ke posisi Rp16.590/US$1 atau terapresiasi 0,15%. Sayangnya dalam sepekan kemarin, pergerakan rupiah terhadap dolar AS masih terpantau melemah 0,09%.
Pergerakan rupiah pada akhir pekan kemarin cukup volatile seiring dengan beberapa faktor, mulai dari faktor eksternal dari ancaman baru AS ke Rusia hingga mendidihnya harga minyak.
Harga minyak mentah melonjak lebih dari 5% ke level tertinggi dalam dua minggu kemarin, menyusul pengumuman sanksi AS terhadap perusahaan-perusahaan minyak utama Rusia.
AS melarang dua raksasa milik negara, Rosneft PJSC dan Lukoil PJSC, dalam langkah yang bertujuan menambah tekanan terhadap Kremlin terkait kurangnya komitmen Moskow terhadap perdamaian di Ukraina.
Rosneft, yang dipimpin sekutu Putin, Igor Sechin, dan Lukoil bersama-sama menyumbang hampir setengah dari ekspor minyak Rusia, sekitar 2,2 juta barel per hari, dengan pendapatan dari minyak dan gas menyumbang sekitar seperempat anggaran federal.
Setelah sanksi diumumkan, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa ia akan menekan pembeli besar, dan berencana membahas impor minyak Rusia dengan Presiden China Xi Jinping minggu depan, setelah menegaskan kembali bahwa India akan mengurangi pembeliannya.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi.
"Intervensi akan dilakukan apapun yang diperlukan, dan ini kita lakukan tidak hanya di satu pasar saja, dengan intervensi spot tapi juga intervensi melalui pasar forward, di pasar domestik, maupun juga di luar negeri di offshore," Jelas Juli Budi Winantya, dalam pelatihan wartawan, Jumat (24/10/2025).
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Jumat (24/10/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik 0,11% di level 5,9208%.
Dalam sepekan kemarin, obligasi tenor 10 tahun mencatatkan penurunan sebesar 2,17%. Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Pasar saham Amerika Serikat (AS) Wall Street kompak ditutup sumringah pada perdagangan akhir pekan kemarin. Bahkan pada pekan ini, diperkirakan Wall Street akan melanjutkan pestanya didorong oleh banjir laba yang dipimpin saham-saham Megacap hingga kabar baik dari The Federal Reserve (The Fed).
Pada perdagangan Jumat (24/10/2025), Dow Jones naik 1,01% di level 47.207,12. Begitu juga dengan S&P 500 menguat 0,79% di level 6.791,69 dan Nasdaq terapresiasi 1,15% 23.204,87.
Reli saham AS diperkirakan akan berlanjut dan memiliki potensi penting untuk mempertahankan momentumnya menjelang akhir tahun, termasuk banjir laporan keuangan perusahaan yang dipimpin oleh perusahaan-perusahaan megacap dan kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed setelah rapat kebijakan dua hari.
Ketegangan perdagangan AS-China dapat mencapai puncaknya dalam beberapa hari mendatang, sementara penutupan pemerintah AS yang terus-menerus semakin meresahkan investor.
Mengingat pasar telah reli selama beberapa bulan tanpa penurunan yang signifikan, ekuitas dapat tetap bergejolak dalam beberapa hari mendatang, menurut Chris Fasciano, kepala strategi pasar di Commonwealth Financial Network.
"Yang perlu kita lihat adalah laporan laba berkelanjutan yang melampaui ekspektasi dan perusahaan-perusahaan Amerika yang berbicara positif tentang perekonomian. Orang-orang mulai merasa cemas ketika melihat kepercayaan konsumen atau kepercayaan bisnis menurun."," ujar Fasciano kepada CNBC International.
Musim laporan laba kuartal ketiga secara keseluruhan dimulai dengan solid, meskipun ada kekecewaan minggu ini dari perusahaan-perusahaan seperti layanan streaming Netflix (NFLX.O) dan produsen chip Texas Instruments (TXN.O).
Termasuk hasil dari 143 perusahaan yang telah melaporkan, laba S&P 500 diperkirakan meningkat 10,4% dibandingkan tahun lalu, menurut data LSEG IBES per Jumat. Sejauh ini, 87% perusahaan telah melampaui estimasi laba analis dan 82% telah melampaui estimasi pendapatan, keduanya lebih tinggi dari rata-rata historis.
Minggu ini adalah minggu tersibuk musim ini, dimana lebih dari 170 perusahaan diperkirakan akan melaporkan laba.
Mereka termasuk Microsoft (MSFT.O), Apple (AAPL.O), Alphabet (GOOGL.O), Amazon (AMZN.O), dan Meta Platforms (META.O). Lima dari "Magnificent Seven", sekelompok perusahaan dengan kapitalisasi pasar besar yang sahamnya mendominasi indeks saham dan secara keseluruhan telah membukukan pertumbuhan laba yang sangat besar selama beberapa tahun terakhir.
Keunggulan laba mereka dibandingkan perusahaan lain di indeks semakin mengecil, tetapi Magnificent Seven masih diperkirakan akan membukukan hasil yang lebih kuat pada periode ini. Laba kelompok ini diperkirakan akan naik 16,6% dibandingkan kenaikan 8,1% untuk perusahaan lain di indeks, menurut data minggu ini dari Tajinder Dhillon, analis riset senior di LSEG.
Sejumlah perusahaan megacap juga merupakan pemain kunci dalam industri kecerdasan buatan, yang antusiasmenya telah menjadi pendorong utama kinerja pasar saham.
"Faktor yang kemungkinan besar akan memiliki pengaruh paling besar antara sekarang dan akhir tahun adalah laporan perusahaan teknologi besar ini," ujar Anthony Saglimbene, kepala strategi pasar di Ameriprise Financial. "Tingkat rintangan sangat tinggi bagi perusahaan-perusahaan ini menjelang rilis laporan keuangan."
Perusahaan lain yang akan melaporkan hasil keuangan pada pekan ini adalah perusahaan farmasi yakni Eli Lilly (LLY.N), kemudian perusahaan minyak besar Exxon (XOM.N) dan Chevron (CVX.N), serta perusahaan pembayaran Visa (V.N) dan Mastercard (MA.N).
The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya saat ini sebesar 4%-4,25% sebesar seperempat poin persentase lagi ketika memutuskan kebijakan pada hari Rabu, pandangan yang didukung oleh data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan pada hari Jumat.
Dengan langkah suku bunga tersebut yang telah diperhitungkan dalam harga aset, pasar kemungkinan akan lebih sensitif terhadap pernyataan berwawasan ke depan dari Ketua The Fed Jerome Powell, dengan bank sentral diperkirakan akan memangkas suku bunga lebih lanjut pada pertemuan berikutnya di bulan Desember.
"Dampak terbesarnya adalah jika The Fed memberikan tanda-tanda akan menyimpang dari jalur pemangkasan suku bunga," ujar Dominic Pappalardo, kepala strategi multi-aset di Morningstar Wealth.
Kemungkinan yang membayangi kemampuan pengambilan keputusan The Fed adalah kurangnya data yang diberikan pemerintah sejak penutupan pemerintah dimulai pada 1 Oktober, termasuk penundaan rilis data ketenagakerjaan di tengah kekhawatiran yang membara tentang kesehatan pasar tenaga kerja.
Penutupan pemerintah yang semakin lama yang telah berlangsung lebih lama dari rata-rata durasi penutupan pemerintah sebelumnya, juga kemungkinan menimbulkan risiko yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, ujar Art Hogan, kepala strategi pasar di B. Riley Wealth.
"Semakin lama hal ini berlarut-larut, semakin pasar tidak akan mampu mengabaikannya," ujar Hogan.
Investor juga sebagian besar telah mengabaikan risiko terkait perdagangan dalam beberapa bulan terakhir, tetapi keretakan hubungan AS-China yang kembali terjadi telah memperkeruh ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.
Presiden AS Donald Trump awal bulan ini mengancam tarif yang jauh lebih tinggi terhadap China yang akan berlaku mulai 1 November, setelah Beijing memberlakukan kontrol ekspor pada logam tanah jarang.
Investor akan mencermati perkembangan seputar pertemuan yang diantisipasi antara Trump dan pemimpin China Xi Jinping minggu depan untuk melihat apakah kedua negara dapat meredakan ketegangan di antara mereka.
"Jika tarif naik ke tingkat yang diancamkan Presiden Trump terhadap China, maka akan terlihat reaksi yang lebih fluktuatif dan mungkin lebih negatif di pasar, terutama jika investor mengantisipasi bahwa hal itu akan berlangsung lama," ujar Saglimbene.
Pekan ini menjadi pekan krusial bagi pergerakan pasar keuangan Tanah Air di sisa akhir pekan Oktober 2025. Meskipun minim sentimen data-data ekonomi dari dalam negeri, musim rilis laporan keuangan kuartal III 2025 akan menjadi salah satu roda penggerak IHSG.
Sementara dari sentimen global, pasar sangat berfokus pada hasil kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), yang akan mendorong laju reli pasar saham. Dan terdapat beberapa data ekonomi dari AS yang juga dapat menjadi booster bagi pasar saham.
Mata dunia juga akan mengarah ke Asia pada pekan ini karena ada dua pertemuan penting yakni KTT ASEAn dan KTT APEC.
Musim Rilis Laporan Keuangan
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dijadwalkan akan merilis laporan keuangan kuartal III 2025 pada Senin (27/10/2025) pukul 15.00 WIB.
Berdasarkan data Terminal Bloomberg, para konsensus analis memperkirakan laba bersih BMRI pada kuartal III dapat mencapai Rp12,47 triliun. Jika diakumulasikan dengan realisasi laba bersih pada semester I 2025 yang sebesar Rp24,45 triliun, maka BMRI diperkirakan meraup laba bersih Rp36,93 triliun pada sembilan bulan pertama tahun ini. Pada periode yang sama tahun lalu, Bank Mandiri mencatatkan laba bersih konsolidasi yang diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp42,01 triliun.
Pada sepekan kemarin, terpantau beberapa emiten sudah merilis kinerja keuangannya. Hal tersebut akhirnya berhasil membawa IHSG sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di level 8.351,06. Dan dalam sepekan kemarin IHSG berhasil melesat 4,50%.
Sejumlah perbankan telah merilis kinerja keuangannya pada kuartal III 2025.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) telah melaporkan kinerja keuangan solid berkat fundamental kuat dan transformasi digital. BBNI berhasil membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp15,12 triliun hingga akhir September 2025, menandai keberlanjutan profitabilitas di tengah kondisi pasar yang fluktuatif.
Pendapatan berbasis komisi (fee-based income) tumbuh 11% (yoy), menyumbang sekitar 30% dari total pendapatan non-bunga.
Total kredit yang disalurkan hingga September 2025 tumbuh 10,5% secara tahunan (yoy) menjadi Rp812,2 triliun, dengan pertumbuhan merata di seluruh segmen bisnis.
Dari sisi pendanaan, BBNI berhasil mempertahankan struktur dana murah (CASA) sebagai penopang utama efisiensi biaya dana.
Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat naik 21,4% (yoy) menjadi Rp934,3 triliun, dengan CASA tumbuh 13,3% YoY ke Rp613,4 triliun.
Peningkatan ini didorong oleh strategi digital transaction banking, melalui kanal wondr by BNI yang kini memiliki 10,5 juta pengguna aktif dan mencatat nilai transaksi Rp783 triliun, serta BNIdirect untuk segmen korporasi dengan nilai transaksi Rp8.080 triliun atau tumbuh 26,7% YoY.
Kemudian dari bank lain, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN )berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 2,3 triliun pada kuartal III 2025, naik sebesar 10,6% ( yoy).
Tumbuhnya laba bersih BBTN didorong oleh pendapatan bunga kredit yang naik 18,8% (yoy) menjadi Rp 26,57 triliun hingga akhir September 2025, lebih tinggi dari kenaikan beban bunga yang sebesar 2,5% (yoy) menjadi Rp 13,81 triliun. Kenaikan beban bunga dapat dijaga stabil seiring dengan upaya perseroan menggencarkan perolehan dana pihak ketiga (DPK) berbiaya murah.
Sementara, pendapatan bunga bersih ( net interest income/ NII) tumbuh signifikan 43,5% (yoy) menjadi Rp12,76 triliun per September 2025, serta margin bunga bersih ( net interest margin /NIM) yang naik 101 basis poin (bps) menjadi 3,9% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,9%.
Pertumbuhan DPK yang mencapai 16% (yoy) hingga September 2025, menjadi Rp 429,92 triliun, dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp 370,75 triliun. BBTN mencatat pertumbuhan DPK di atas pertumbuhan di industri perbankan yang sebesar 11,18% (yoy) per akhir September 2025.
Di luar bank, dari consumer goods, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mengumumkan lonjakan laba bersih sebesar 117% pada kuartal III-2025. Diketahui, emiten ini mencatat laba bersih sebesar Rp1,2 triliun per September 2025.
Lonjakan laba ini ditopang oleh penjualan bersih sebesar Rp9,4 triliun. Penjualan bersih tumbuh sebesar 12,4% dibandingkan tahun sebelumnya dan 7,7% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Penjualan domestik tumbuh 12,7% pada kuartal ketiga 2025. Belanja iklan dan promosi tetap stabil di angka 8,8% dari total penjualan bersih, menegaskan komitmen Perseroan dalam berinvestasi pada ekuitas merek dan keterlibatan konsumen.
Kemudian dari energi, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mencatat laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$104,27 juta atau Rp1,73 triliun (Rp16.602/US$1) per kuartal III 2025. Laba bersih PGEO itu turun 22,17% secara tahunan (yoy) dibandingkan laba bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$133,99 juta atau Rp2,22 triliun.
Dari sisi pendapatan, PGEO masih mencatatkan pendapatan yang meningkat 4,19% (yoy) pada periode yang berakhir 30 September 2025 menjadi US$318,86 juta, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya US$306,02 juta.
Namun, beban pokok pendapatan dan beban langsung lainnya meningkat lebih tinggi yakni 16,83% (yoy) menjadi US$140,21 juta per kuartal III 2025, dibandingkan US$120,01 juta per kuartal III 2024. Laba bruto PGEO pun turun 3,95% (yoy) menjadi US$178,64 juta.
Lanjut, laba bersih emiten BUMN Karya PT PP Tbk (PTPP) anjlok menjadi Rp5,55 miliar hingga akhir September 2025. PTPP hanya berhasil membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp5,55 miliar, atau turun 97,92% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp267,28 miliar.
Kemudian, anak usaha Grup Pelindo, PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp190,29 miliar per kuartal III 2025. Laba IPCC naik 28,55% secara tahunan (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp148,02 miliar. Hal ini sejalan dengan pendapatan pokok IPCC yang naik 12,7% (yoy) menjadi Rp660,24 miliar per kuartal III 2025, dibandingkan pendapatan pada kuartal III 2024 sebesar Rp585,82 miliar.
Selanjutnya, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) hingga akhir September 2025, perseroan membukukan pendapatan konsolidasi Rp 8,9 triliun, meningkat 25% (yoy). Lonjakan ini terutama didorong oleh segmen kelapa sawit, yang menyumbang sekitar 88% dari total pendapatan. Sejalan dengan itu, laba bersih DSNG tercatat Rp 1,3 triliun, naik 51% (yoy).
Berlanjut emiten sawit Haji Isam, PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) membukukan laba bersih Rp101,43 miliar pada kuartal III 2025. Capaian ini melesat 449% dari Rp18,47 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Seiring dengan kenaikan laba bersih, perseroan turut meraih penjualan bersih sebesar Rp537,83 miliar, meroket 139% dibandingkan Rp387,82 miliar periode sama di 2024.
Kemudian, PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX), perusahaan teknologi digital berbasis platform, mencatat laba bersih sebesar Rp28,7 miliar di kuartal III 2025. Hal ini berbalik positif dari rugi Rp46,4 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Hal ini didorong oleh peningkatan pendapatan, perseroan membukukan pendapatan Rp492,0 miliar, ditopang oleh pertumbuhan di segmen bernilai tambah tinggi seperti penjualan perangkat keras +48,7% YoY, layanan Infrastructure-as-a-service 21,7% , serta lonjakan platform advertising exchange 304,4% Kombinasi ini mendorong laba kotor naik 15% atau menjadi Rp69,0 miliar, dengan margin laba kotor melompat menjadi 14%dari sebelumnya 6,6%.
Dan dari sektor farmasi, emiten rumah sakit, PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) membukukan penurunan laba per kuartal III 2025. HEAL membukukan laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 356,01 miliar per kuartal III-2025, turun 23,95% secara tahunan (yoy) dibandingkan dengan laba di periode sama tahun 2024 yang senilai Rp 468,16 miliar.
Padahal, pendapatan HEAL masih meningkat 5,20% (yoy) dari Rp 5,02 triliun menjadi Rp 5,28 triliun di kuartal III 2025. Hal ini terutama disumbang pendapatan dari rawat inap yang meningkat dari Rp 3,03 triliun menjadi Rp 3,18 triliun. Begitu pun pendapatan dari rawat jalan naik dari Rp 1,85 triliun menjadi Rp 1,94 triliun di kuartal III 2025.
Sayangnya, HEAL tengah menghadapi tekanan margin yang signifikan akibat pembukaan rumah sakit baru yang belum mencapai utilisasi optimal. Ditambah biaya pokok penjualan dan beban operasional yang membengkak.
Inflasi AS Naik
Tingkat inflasi tahunan di Amerika Serikat naik menjadi 3% pada September 2025, tertinggi sejak Januari, dari 2,9% pada Agustus, namun sedikit di bawah perkiraan sebesar 3,1%.
Tingkat inflasi tahunan inti (core inflation) di AS - yang tidak memasukkan komponen bergejolak seperti makanan dan energi - turun tipis menjadi 3% pada September 2025 dari 3,1% pada dua bulan sebelumnya, juga sedikit di bawah perkiraan analis sebesar 3,1%.
Harga konsumen di AS naik 0,3% secara bulanan (month-over-month) pada September 2025, melambat dibandingkan kenaikan 0,4% pada Agustus dan sedikit di bawah ekspektasi pasar sebesar 0,4%.
Keputusan The Fed
Bank sentral AS, The Federal Reserve akan mengumumkan kebijakan suku bunganya pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu RI.
Investor memperkirakan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) akan menurunkan suku bunga acuan sebesar seperempat poin persentase ke kisaran 3,75% hingga 4%, menurut perangkat FedWatch CME Group, yang memperkirakan perubahan suku bunga berdasarkan data perdagangan berjangka dana acuan. Hal ini akan menandai level terendah suku bunga acuan sejak Desember 2022. The Fed memangkas suku bunga acuan pada bulan September untuk pertama kalinya sejak Desember 2024.
Pada hari Selasa kemarin, pasar keuangan memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar seperempat poin persentase sebesar 97% menurut perangkat FedWatch. Ekonom di Deutsche Bank yang dipimpin oleh Amy Yang menyebut pemangkasan suku bunga pada bulan Oktober sebagai "kesepakatan yang telah ditentukan" dalam sebuah komentar pada hari Selasa.
Para pejabat The Fed mengatakan mereka memangkas suku bunga untuk mendorong perekonomian dan mencegah lonjakan pengangguran. Pertumbuhan lapangan kerja hampir terhenti musim panas ini karena tarif yang mendorong kenaikan harga dan menekan anggaran konsumen.
Saat ini, perekonomian AS menghadapi situasi langka di mana inflasi dan pasar tenaga kerja memburuk secara bersamaan, yang menimbulkan dilema bagi The Fed tentang masalah mana yang harus ditangani terlebih dahulu.
Para pejabat berbeda pendapat tentang pendekatan apa yang harus diambil. Beberapa pihak menganjurkan pemotongan suku bunga lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang, sementara pihak lain memandang inflasi sebagai ancaman yang lebih besar dan ingin mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Pertumbuhan Ekonomi AS Kuartal III 2025 dan Inflasi PCE
Pada hari Kamis (30/10/2025), AS juga akan merilis data produk domestik bruto kuartal III 2025.
PDB AS untuk kuartal ketiga tahun 2025 diproyeksikan tumbuh pada tingkat tahunan yakni pada angka 3%, dengan variasi yang signifikan di antara berbagai sumber karena faktor-faktor seperti momentum ekonomi, belanja konsumen, dan ketidakpastian kebijakan.
Model GDPNow dari The Federal Reserve Bank of Atlanta menunjukkan estimasi yang lebih tinggi, yaitu 3,9%, berdasarkan data terkini, sementara survei yang dilakukan oleh para peramal profesional oleh Federal Reserve Bank of Philadelphia menunjukkan angka yang lebih moderat, yaitu 1,3%.
Perbedaan proyeksi ini menyoroti ketidakpastian dari faktor-faktor seperti tarif, yang dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan di akhir tahun.
PCE AS September
Pada akhir pekan Jumat (31/10/2025), terdapat rilis data indeks harga belanja personal (PCE) AS periode September 2025. Sebelumnya, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) mencatat kenaikan 0,3% pada Agustus 2025, sehingga tingkat inflasi tahunan mencapai 2,7%, menurut laporan Departemen Perdagangan.
Tidak termasuk makanan dan energi, tingkat harga inti PCE yang lebih ketat adalah 2,9% secara tahunan setelah naik 0,2% untuk bulan tersebut.
Tingkat inflasi tahunan sedikit meningkat dari 2,6% pada bulan Juli, sementara tingkat inflasi inti tetap sama.
Semua angka tersebut sejalan dengan prakiraan konsensus Dow Jones.
Angka pengeluaran dan pendapatan sedikit lebih tinggi dari perkiraan.
Pendapatan pribadi meningkat 0,4% untuk bulan tersebut, sementara pengeluaran konsumsi pribadi meningkat dengan laju 0,6%. Keduanya 0,1 poin persentase di atas perkiraan masing-masing.
Meskipun The Fed menargetkan inflasi sebesar 2%, hasil pembacaan tersebut kemungkinan besar tidak akan mengubah arah kebijakan para pembuat kebijakan yang pekan lalu mengindikasikan akan ada dua penurunan poin persentase kuartal lagi sebelum akhir tahun.
Meskipun bank sentral mempertimbangkan beragam data, PCE digunakan sebagai ukuran prakiraan inflasi karena para pejabat meyakini PCE memberikan pandangan yang lebih luas daripada laporan lain seperti indeks harga konsumen, dan memperhitungkan perubahan kebiasaan belanja konsumen.
PMI Manufaktur China Oktober 2025
Pada akhir pekan Jumat (31/10/2025), China akan merilis PMI Manufaktur periode Oktober 2025. Sebelumnya, PMI manufaktur resmi China mencapai 49,8 pada bulan September, naik dari 49,4. Data dari Biro Statistik Nasional sedikit lebih kuat daripada perkiraan rebound yang lebih kecil, menandai level tertinggi dalam 6 bulan. Namun, angka tersebut masih berada di wilayah kontraksi selama enam bulan berturut-turut.
Secara keseluruhan, rincian data secara umum menggembirakan. Produksi meningkat menjadi 51,9, juga mencapai level tertinggi dalam enam bulan. Pesanan baru tetap berkontraksi tetapi naik tipis 0,2 pp menjadi 49,7. Pesanan ekspor baru juga rebound ke level tertinggi dalam enam bulan di 47,8. Ketenagakerjaan mencapai level tertinggi dalam tujuh bulan di 48,5.
Yang kurang menggembirakan adalah penurunan harga ex-pabrik ke 48,2, yang tetap berada di wilayah kontraksi selama 16 bulan berturut-turut dan mencapai level terendah dalam tiga bulan. Hal ini menandakan bahwa upaya anti-involusi terhadap persaingan harga yang agresif belum memberikan dampak yang signifikan terhadap harga.
Meskipun data PMI manufaktur memberikan beberapa alasan untuk optimis, PMI non-manufaktur melemah ke level terendah tahun ini di angka 50,0. Data ini telah berada pada level netral atau ekspansif sejak awal tahun 2023. Data ini beberapa kali hampir mengalami kontraksi pada tahun 2024, dan sekali lagi pada bulan September.
Pesanan ekspor baru menjadi satu-satunya hal positif dalam data PMI non-manufaktur, naik tipis mendekati puncak tahun ini di angka 49,8. Kategori lainnya mengalami penurunan secara keseluruhan.
Pertumbuhan ekonomi China tahun ini telah didukung oleh permintaan eksternal yang lebih kuat dari perkiraan, dan tren ini kemungkinan akan terus berlanjut sebagai pendorong utama hingga akhir tahun. Meskipun demikian, data aktivitas ekonomi dan inflasi kuartal ketiga yang dirilis hingga saat ini menunjukkan alasan kuat untuk dukungan kebijakan lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang.
Pertemuan Jinping-Trump serta KTT ASEAN & APEC
Asia akan menggelar dua pertemuan penting pekan ini yakni KTT ASEAN dan KTT APEC. Sejumlah kepala negara akan hadir, termasuk Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.
Pada tanggal 26-27 Oktober, KTT ASEAN ke-47 akan digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, termasuk dihadiri Trump.
KTT ini menjadi forum untuk meresmikan ASEAN Vision 2045, lanjutan dari ASEAN Community Vision 2025.
Fokus KTT pada penguatan konektivitas, digitalisasi perdagangan, dan ketahanan rantai pasok. Salah satu yang ditunggu adalah pembahasan isu laut China Selatan.
KTT Kali ini diharapkan menjadi ajang pembahasan intensif mengenai implementasi Code of Conduct (CoC) antara ASEAN dan Tiongkok, di tengah meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan.
Setelah KTT ASEAN terdapat pertemuan APEC di Gyeongju, Korea Selatan (31 Oktober-1 November 2025)
Pertemuan puncak 21 ekonomi terbesar di Asia-Pasifik ini akan dihadiri oleh para pemimpin dari AS, China, Jepang, Korea Selatan, Australia, Indonesia, dan lainnya. Pertemuan akan membahas kebijakan ekonomi, perdagangan, dan rantai pasok global di tengah fragmentasi geopolitik.
Momen paling ditunggu duni adalah pertemuan Trump dan Jinping di sela-sela forum Asia‑Pacific Economic Cooperation (APEC) di Korea Selatan.
Pertemuan keduanya diharapkan bisa menyelesaikan perang dagang yang sudah meningkatkan ketidakpastian ekonomi dunia,
Berikut sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri pada hari ini:
- Rilis Laporan Keuangan Bank Mandiri Kuartal III 2025
- Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat
- Kalbe Regenic bersama Kemenkes dan BPOM meluncurkan Program Penelitian Berbasis Pelayanan Stem Cell di Auditorium Kalbe Business Innovation Centre, Pulogadung, Jakarta Timur.
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]