Iran Segera Redenominasi Rial, Rupiah Masih Betah Punya Banyak Nol?

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
07 October 2025 08:40
FILE PHOTO: A vendor counts money in a shop in Tehran's Grand Bazaar January 19, 2009.  REUTERS/Raheb Homavandi/File Photo
Foto: REUTERS/Raheb Homavandi

Jakarta, CNBC Indonesia - Parlemen Iran baru saja menyetujui rencana redenominasi mata uang nya dengan memangkas empat angka nol dari mata uang rial, sebuah langkah besar yang telah dibahas selama lebih dari satu dekade. Menariknya, rencana redenominasi juga kerap muncul di Indonesia, yakni redenominasi rupiah.

Langkah pemerintah Iran ini menandai babak baru dalam perjalanan panjang reformasi moneter Iran yang telah tertunda selama tiga pemerintahan.

Melalui keputusan yang disahkan oleh parlemen Iran pada Minggu (5/10/2025), parlemen menyetujui rancangan undang-undang redenominasi dengan total perolehan 144 suara yang menyetujui, 108 menolak, dan 3 abstain dari total 262 anggota parlemen yang hadir.

Iran Potong 10.000 dari nilai Rial, hingga ganti dengan "Qiran"

Melalui undang-undang redenominasi tersebut, 1 rial baru akan setara dengan 10.000 rial lama dan satu subunit baru yang bernama qiran atau gheran, yang akan diperkenalkan dengan nilai seperseratus dari satu rial.

Foto Kolase Mata Uang Rial Iran, mata uang Vietnam Dong, Mata uang Lebanon, Lebanese Pound. (AP Photo)Foto: Foto Kolase Mata Uang Rial Iran, mata uang Vietnam Dong, Mata uang Lebanon, Lebanese Pound. (AP Photo)
Foto Kolase Mata Uang Rial Iran, mata uang Vietnam Dong, Mata uang Lebanon, Lebanese Pound. (AP Photo)

Bila merujuk data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (3/10/2025), nilai tukar rial Iran (IRR) tercatat berada di level IRR 42.000/US$1.

Sejak Amerika Serikat (AS) kembali memberlakukan sanksi ekonomi pada 2018 silam, rial Iran telah melemah lebih dari 15%, dimana pada awal 2018 nilai rial masih berada di kisaran IRR36.059/US$1.

Nantinya, mata uang rial baru dan rial lama akan beredar bersamaan hingga masa transisi berakhir dalam kurun waktu tiga tahun. Sementara itu, Bank Sentral Iran (CBI) diberikan waktu dua tahun untuk menyiapkan mekanisme operasional dan sosialisasi ke publik.

Setelah masa transisi berakhir, seluruh kewajiban keuangan dalam rial lama akan otomaatis dikonversi ke rial baru.

CBI juga akan mengatur penarikan uang lama dan penetapan kurs valuta asing di bawah devisa yang berlaku saat ini.

Langkah redenominasi ini sebetulnya sudah diajukan sejak 2019, namun baru saat ini di sahkan setelah melewati proses panjang dan penolakan politik. Menariknya, rancangan undang-undang terbaru tetap mempertahankan nama rial sebagai mata uang resmi, setelah sempat ada usulan untuk diganti menjadi Toman seperti yang umum digunakan oleh masyarakat Iran sehari-hari.

Alasan di Balik Redenominasi Rial Iran

Menurut Shamseddin Hosseini, ketua komite ekonomi parlemen Iran, tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk membuat uang lebih fungsional dan transaksi keuangan yang lebih efektif.

Ia menjelaskan, keberadaan angka nol yang terlalu banyak dalam nominal uang telah menimbulkan masalah akuntansi, kesalahan operasional, serta kompleksitas transaksi dalam ekonomi dengan angka inflasi yang tinggi.

Hosseini juga menambahkan bahwa negara alin seperti Turki juga pernah melakukan langkah serupa pada 2003 dan 2005 silam, dan berhasil menstabilkan sistem moneter mereka setelah penghapusan angka nol dilakukan.

Namun, para ekonom memperingatkan bahwa langkah ini tidak akan serta-merta menekan inflasi atau memperkuat nilai tukar Iran.

Ekonom Ahmad Alavi mengatakan, "Tanpa mengatasi akar inflasi seperti pertumbuhan likuiditas dan inefisiensi sistemik, menghapus nol hanyalah kebijakan kosmetik," ujarnya dikutip dari Iran International.

Kebijakan redenominasi rial Iran ini muncul di tengah tingkat inflasi tahunan Iran yang berada di level 40%, serta pelemahan lebih dari 90% nilai tukar rial terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak sanksi ekonomi AS diperlakukan kembali pada 2018 silam.

Bagaimana dengan Rupiah?

Indonesia di 2025 ini sempat muncul wacana tentang redenominasi mata uang rupiah.

Pemerintah bahkan pernah memasukkan rencana redenominasi dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024, namun hingga kini belum terealisasikan.

Baru-baru ini isu redenominasi kembali muncul setelah pria bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, mengajukan uji materi atau judicial review terhadap UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang pada Maret 2025 lalu.

Zico meminta agara nominal rupiah disederhanakan misalnya Rp1.000 menjadi Rp1, dengan alasan terlalu banyak angka nol yang membuat transaksi tidak efisien dan rawan terjadi kesalahan, terutama di sistem pembayaran digital seperti QRIS.

Namun, Mahkamah Konsitutsi (MK) menolak permohonan tersebut melalui Putusan Nomor 94/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada 17 Juli 2025.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa redenominasi tidak bisa dilakukan melalui pengujian undang-undang, karena merupakan ranah kebijakan moneter yang membutuhkan payung hukum baru serta kesiapan ekonomi nasional.

"Redenominasi mata uang harus dilakukan oleh pembentuk undang-undang melalui kebijakan moneter yang matang dan komprehensif. Tidak cukup hanya dengan menafsirkan ulang pasal undang-undang yang ada," tegas Enny dalam sidang MK.

MK juga menilai bahwa penyederhanaan digit rupiah menyangkut stabilitas fiskal, kesiapan infrastruktur sistem pembayaran, hingga literasi keuangan masyarakat, sehingga perlu dikaji lintas lembaga, termasuk Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

mata uang dunia saat ini umumnya telah memiliki pecahan nominal yang lebih kecil dan efisien.
Sudah jarang negara yang mempertahankan satuan mata uang dengan angka nol lebih dari tiga, karena dianggap kurang praktis dalam transaksi keuangan modern, baik di sektor perbankan maupun sistem pembayaran digital.

Sebagai catatan, pecahan terkecil rupiah yang masih beredar di Indonesia saat ini adalah Rp100, sedangkan pecahan terbesar adalah Rp100.000.

Kesenjangan nilai yang cukup besar antara nominal kecil dan besar ini menunjukkan bahwa daya beli rupiah telah mengalami penyesuaian selama bertahun-tahun akibat inflasi, meskipun stabilitasnya masih terjaga oleh kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation