
6 Minggu Beruntun Asing Kabur dari RI, Outflow Pecah Rekor

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing kembali mencatatkan net outflow atau keluar dari pasar keuangan Tanah Air pada perdagangan pekan lalu.
Melansir dari data Bank Indonesia (BI), berdasarkan transaksi sepanjang 29 September - 2 Oktober 2025, total net outflow sebesar Rp9,76 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pada pekan sebelumnya yang tercatat outflows sebesar Rp2,17 triliun. Net outflow pekan lalu adalah rekor tertinggi dalam tiga pekan terakhir.
Hal ini sekaligus menandakan keluar nya arus modal asing dari pasar keuangan Indonesia dalam enam pekan beruntun atau sejak akhir Agustus lalu dengan nilai menembus Rp51,39 triliun.
Net sell di pasar saham sebesar Rp3,31 triliun dan di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp9,16 triliun.
Sementara itu, di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tercatat asing melakukan net inflow sebesar Rp2,71 triliun.
Secara keseluruhan, sepanjang tahun 2025 ini, berdasarkan data setelmen sampa dengan 2 Oktober 2025, asing mencatatkan net outflow sebesar Rp53,43 triliun di pasar saham dan Rp128,4 triliun di SRBI, serta beli neto sebesar Rp24,39 triliun di pasar SBN.
Indikator Bank Indonesia juga menunjukkan premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5 tahun berada di level 78,87 bps, turun dibandingkan dengan 26 September 2025 sebesar 83,04 bps.
Sebagai catatan, CDS merupakan instrumen derivatif yang mencerminkan biaya perlindungan terhadap risiko gagal bayar utang suatu negara atau korporasi.
Semakin rendah level CDS, maka semakin murah biaya asuransi risiko tersebut yang berarti investor sedang melihat risiko Indonesia menurun. Sebetulnya, dengan turunnya CDS berpotensi membuat investor asing menambah eksposur di pasar domestik sehingga dapat memberi angin segar pada nilai tukar rupiah.
Namun, secara eksternal, kondisi global masih diwarnai ketidakpastian tinggi seiring penutupan pemerintahan atau government shutdown Amerika Serikat (AS) yang belum juga berakhir hingga pekan kedua Oktober ini.
Kebuntuan politik antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan oposisi Partai Demokrat membuat Kongres belum menyepakati rancangan anggaran sementara yang diperlukan agar pemerintah dapat beroperasi. Akibatnya, sebagian besar instansi federal berhenti beroperasi dan ratusan ribu pegawai publik dirumahkan tanpa bayaran.
Situasi tersebut menimbulkan kekhawatiran pasar terhadap potensi melambatnya aktivitas ekonomi AS dan tertundanya sejumlah data ekonomi penting, seperti laporan tenaga kerja dan inflasi. Meski begitu, dolar AS masih bertahan kuat karena statusnya sebagai safe haven di tengah ketidakpastian politik tersebut.
Kondisi ini pada gilirannya menekan mata uang di negara berkembang, termasuk rupiah, serta membuat investor asing bersikap hati-hati dalam menambah eksposur pada aset berisiko.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)