
Awal Oktober Suram: Asia Kebakaran Lagi, Rupiah, Won - Ringgit Ambruk

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada awal Perdagangan Oktober, Rabu (1/10/2025), mayoritas mata uang Asia terpantau melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Merujuk data Refinitiv, per pukul 09.15 WIB, won Korea tercatat menjadi mata uang yang mengalami tekanan paling besar terhadap greenback. Sementara itu, peso Filipina menjadi satu-satu nya mata uang yang berhasil menguat.
Won Korea terdepresiasi 0,22% ke level KRW 1406,92/US$. Menyusul di bawahnya, dolar Singapura terkoreksi 0,07% ke SGD 1,2908/US$, sementara rupiah berada di urutan ketiga dengan pelemahan 0,06% ke Rp16.670/US$.
Sejumlah mata uang lain juga ikut melemah, meski tipis. Dolar Taiwan turun 0,03% ke TWD 30,458/US$, ringgit Malaysia terkoreksi 0,02% ke MYR 4,207/US$, rupee India melemah 0,02% ke INR 88,825/US$, dan yen Jepang susut 0,01% ke JPY 147,9/US$.
Adapun dong Vietnam dan baht Thailand terpantau stagnan. Sebaliknya, peso Filipina menjadi satu-satunya mata uang di Asia yang bergerak positif, dengan penguatan 0,04% ke PHP 58,259/US$.
Pergerakan mayoritas mata uang Asia pada awal Oktober ini masih dibayangi oleh sentimen dari Indeks Dolar AS (DXY).
Indeks dolar sempat mengalami pelemahan dalam tiga hari beruntun kini kembali stabil di level 97,822 atau menguat 0,05%. Pergerakan DXY masih dipengaruhi oleh isu politik dari dalam negeri AS, khususnya ancaman government shutdown yang bisa dimulai tengah malam nanti jika Kongres gagal mencapai kesepakatan pendanaan sementara.
Ketidakpastian ini menahan pergerakan dolar lebih lanjut, karena pasar menimbang seberapa lama potensi penutupan tersebut berlangsung. Jika berlarut, maka dampaknya bisa menunda rilis data ekonomi penting menjelang rapat kebijakan The Fed akhir Oktober, termasuk laporan tenaga kerja AS yang biasanya menjadi acuan utama arah suku bunga.
Di sisi lain, data ekonomi AS yang bervariasi juga turut memengaruhi sentimen. Laporan JOLTS menunjukkan adanya kenaikan tipis lowongan pekerjaan namun perekrutan justru melemah, mengindikasikan pasar tenaga kerja yang mulai mendingin.
Hal ini membuat pelaku pasar menaruh perhatian ekstra pada data tenaga kerja swasta ADP yang dirilis hari ini, sebelum laporan ketenagakerjaan nonfarm payrolls akhir pekan. Kombinasi faktor politik dan data ekonomi inilah yang menjaga volatilitas dolar, sekaligus menekan kinerja mayoritas mata uang Asia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)