
Impor Bijih Emas Melonjak 60%

Jakarta, CNBC Indonesia- Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil emas dengan cadangan melimpah. Data Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral 2025 mencatat, cadangan bijih emas primer RI mencapai 3,46 miliar ton dengan kandungan logam emas sekitar 3.444 ton. Sementara sumber daya emas primer diperkirakan lebih dari 12 ribu ton.
Namun, potret di lapangan menunjukkan kebutuhan emas dalam negeri justru tak bisa dipenuhi sepenuhnya dari produksi lokal.
PT Aneka Tambang Tbk (Antam), misalnya, hanya mampu memproduksi sekitar 1 ton emas per tahun dari tambang Pongkor, Jawa Barat. Padahal, permintaan emas masyarakat Indonesia sangat tinggi, mencapai 37 ton pada 2024 dan ditargetkan 45 ton pada 2025.
Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto, bahkan menyebut, untuk menutup kebutuhan itu perusahaan harus mencari berbagai opsi, mulai dari buyback emas masyarakat, membeli dari perusahaan tambang lain, hingga impor.
Antam melakukan impor hingga 30 ton per tahun. Adapun impor emas Antam berasal dari Singapura dan Australia.
"Judulnya terpaksa Pak, karena kebutuhan masyarakat besar sementara sumber tidak ada. Jadi kami impor dari perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan London Bullion Market Association (LBMA), baik bullion bank, refinery, maupun trader," ungkap Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR, Senin (29/9/2025).
Fenomena tersebut tercermin jelas dalam data perdagangan. Meski cadangan emas RI masih melimpah, impor bijih emas tetap terjadi. Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, sepanjang Januari-Juni 2025, Indonesia mengimpor bijih logam mulia (HS 26169000, selain perak) dengan nilai mencapai US$0,01278 juta.
Angka ini bahkan tumbuh 23,81% secara tahunan (YoY) dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Dalam rincian negara, Australia mendominasi sebagai pemasok bijih emas terbesar. Nilai impor dari Negeri Kanguru mencapai US$0,01265 juta, naik 49,39% YoY dari US$0,00847 juta pada paruh pertama 2024.
Secara volume, impor bijih emas mencapai 0,25 ton atau melonjak 60% (year on year) pada Januari-Juni 2025. Impor dari Australi, Spanyol, Amerika Serikat, dan Filipina.
Sementara itu, Spanyol masuk di posisi kedua dengan nilai US$0,000106 juta, diikuti Filipina dengan US$0,000019 juta.
Lonjakan impor ini tak bisa dilepaskan dari dorongan hilirisasi mineral yang tengah digenjot pemerintah. Smelter domestik membutuhkan pasokan bijih emas dengan spesifikasi tertentu, yang terkadang tidak tersedia dari tambang lokal.
Meski nilainya relatif kecil dibanding impor mineral lain, tren kenaikan ini menunjukkan keterhubungan RI dengan pasar emas global tetap kuat.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)