
Tinggalkan Kandang, 3 Emiten Raksasa RI Bersiap Jajah Tambang Asing

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun ini, banyak emiten Indonesia melakukan akuisisi tambang dari luar negeri. Langkah ini dapat mendorong kinerja keuangan perseroan karena potensi pendapatan baru dari tambang yang telah diakuisisi.
Ada beragam alasan kenapa banyak perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan akuisisi tambang dari luar negeri, mulai karena strategis, finansial, dan operasional.
Saat ini mayoritas tambang mineral skala besar di Indonesia sudah dimiliki oleh perusahaan lain, sehingga banyak yang statusnya tidak dijual.
Kemudian dari sisi cadangan, masalah cadangan komoditas dalam negeri yang mulai menipis menjadi landasan aksi korporasi tersebut. Ketika cadangan tambang di negara asal terbatas atau kualitasnya menurun, perusahaan mencari sumber baru di luar negeri. Bahkan kini emiten mulai melakukan akses ke komoditas strategis, seperti perusahaan batubara Indonesia mengakuisisi tambang nikel, tembaga, atau lithium di Afrika atau Australia untuk mendukung industri baterai listrik.
Akuisisi memungkinkan perusahaan langsung memiliki tambang yang sudah berproduksi atau siap produksi, dibandingkan memulai eksplorasi dari nol. Cadangan yang lebih besar meningkatkan valuasi perusahaan, daya tawar, dan posisi di pasar global.
Dengan memiliki tambang di luar negeri, perusahaan dapat memastikan pasokan bahan baku tetap aman untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Terutama untuk komoditas dengan permintaan global tinggi seperti tembaga, kobalt, emas, nikel.
Mengandalkan tambang di satu negara berisiko jika terjadi perubahan kebijakan seperti royalti, pajak, hingga larangan ekspor. Diversifikasi lokasi dan komoditas membantu menyeimbangkan risiko harga global.
CNBC Indonesia Research mencatat X emiten yang melakukan akuisisi pertambangan di luar negeri.
1..BUMI
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) tengah menjajaki akuisisi saham Wolfram Limited, perusahaan pertambangan Australia yang bergerak di emas dan tembaga. Nilai maksimum akuisisi sekitar Rp 350 miliar, setara sekitar AUD 33 juta. Diperkirakan, Wolfram memiliki cadangan emas bernilai sekitar Rp 36 triliun berdasarkan cadangan di area tambang Crush Creek dan Mount Carlton di Queensland, Australia.
Untuk merealisasikan rencana Akuisisi perusahaan tambang mineral di Australia, BUMI akan menerbitkan obligasi baru.
BUMI berencana menghimpun dana sebesar Rp721,61 miliar lewat penerbitan obligasi. Rencana penerbitan obligasi ini merupakan tahap II 2025, dari Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi Berkelanjutan I, dengan total target Rp5 triliun.
Pada tahap II tahun 2025, obligasi yang diterbitkan terdiri dari dua seri. Seri A diterbitkan senilai Rp149,33 miliar dengan tenor 3 tahun dan menawarkan bunga tetap 8% per tahun, sementara Seri B senilai Rp572,28 miliar dengan tenor 5 tahun memberikan bunga tetap 9,25% per tahun.
Bunga obligasi dibayarkan setiap kuartal atau tiga bulan sejak tanggal emisi, di mana yang pertama akan dibayarkan pada tanggal 24 Desember 2025.
Sedangkan bunga obligasi terakhir sekaligus jatuh tempo obligasi akan dibayarkan pada tanggal 24 September 2028 untuk Obligasi Seri A dan tanggal 24 September 2030 untuk Obligasi Seri B. Pelunasan Obligasi dilakukan secara penuh (bullet payment) pada saat jatuh tempo.
Dalam prospektusnya, manajemen BUMI menyampaikan bahwa dana hasil penerbitan obligasi, setelah dikurangi biaya emisi, akan digunakan untuk membiayai aksi akuisisi Wolfram Limited (WFL) di Australia sebesar Rp344,12 miliar. WFL merupakan perusahaan tambang tembaga dan emas yang memiliki izin operasi hingga tahun 2036.
Selain itu, sekitar Rp98,75 miliar dari hasil penerbitan akan dipinjamkan kepada WFL untuk mendukung kebutuhan belanja modal, eksplorasi, serta modal kerja, sedangkan sisanya akan digunakan untuk modal kerja BUMI yang mencakup biaya operasional, gaji karyawan, jasa profesional, pajak, dan beban keuangan.
Obligasi ini akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 25 September 2025, setelah masa penawaran umum yang dijadwalkan pada 19 September 2025.
Obligasi ini telah memperoleh hasil pemeringkatan atas surat utang jangka panjang dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) idA+ atau Single A Plus.
Dalam penerbitan obligasi tersebut, BUMI menunjuk PT Mandiri Sekuritas, PT Trimegah Sekuritas Tbk. (TRIM), PT BCA Sekuritas, PT Indo Premier Sekuritas, PT BRI Danareksa Sekuritas, dan PT Korea Investment & Sekuritas Indonesia sebagai penjamin pelaksana emisi dengan kesanggupan penuh. Di samping itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) ditunjuk sebagai wali amanat.
Sekitar 45,34% dana hasil penerbitan obligasi ini akan digunakan BUMI untuk pengembangan bisnis perusahaan yakni berupa kewajiban pembayaran tahap 2 dari total nilai rencana akuisisi Wolfram Limited.
Setelah penyelesaian rencana akuisisi Wolfram dan perusahaan tersebut telah menjadi anak usaha BUMI, maka sekitar 13,71% dana penerbitan obligasi ini akan digunakan BUMI untuk pemberian pinjaman kepada Wolfram. Dalam hal ini, sekitar 3,07% untuk pengembangan pabrik pengolahan bijih, dan sekitar 9,20% untuk biaya eksplorasi Wolfram.
Sisanya untuk keperluan modal kerja Wolfram yang antara lain berupa biaya karyawan, environmental cost, safety cost, serta iuran wajib atas operasi tambang sehubungan dengan adanya kegiatan operasional Wolfram.
2.UNTR
PT United Tractors Tbk (UNTR) tengah menjajaki peluang untuk melakukan akuisisi tambang mineral, seperti emas dan nikel, di luar negeri. Hal ini guna memperbesar porsi pendapatan dari sektor luar batubara di masa mendatang.
UNTR kini sedang fokus mencari peluang ekspansi sektor non-batubara di luar Indonesia. UNTR pun cukup gencar mencari tambang mineral baru di Australia hingga Kanada. Hal ini dlandasi kondisi mayoritas tambang mineral skala besar di Indonesia sudah dimiliki oleh perusahaan lain, sehingga statusnya tidak dijual.
UNTR telah memantau hampir seluruh tambang mineral di Australia, terutama di wilayah Australia Barat dan Queensland. Hanya saja, hingga saat ini belum ada sepakat antara UNTR dengan pemilik tambang yang hendak diakuisisinya di Australia.
UNTR mengklaim siap dari sisi pendanaan untuk mengeksekusi agenda ekspansi di luar negeri. Kebutuhan capital expenditure (capex) atau belanja modal untuk akuisisi ada di kisaran US$ 500 juta hingga US$ 1 miliar dalam satu tahun.
UNTR akan mengutamakan pendanaan melalui kas internal untuk keperluan ekspansi berupa akuisisi tambang. Jika pendanaan kurang, maka UNTR bisa mengandalkan pinjaman dari perbankan, baik dalam maupun luar negeri.
Upaya akuisisi tambang mineral di luar negeri ditujukan untuk menyeimbangkan porsi pendapatan batubara dan non-batubara UNTR menjadi 50:50 dalam beberapa tahun mendatang. Saat ini, porsi pendapatan UNTR dari sektor batubara berada di kisaran 65%, sedangkan 35% sisanya berasal dari sektor nonbatubara.
3. PTRO
Salah satu emiten jagoan Prajogo Pangestu, PT Petrosea Tbk (PTRO), akan mengakuisisi seluruh saham HBS (PNG) Limited dan anak usahanya (Grup HBS).
Pada awal Agustus 2025, PTRO telah menandatangani conditional share sale and purchase agreement sehubungan dengan pembelian seluruh saham HBS (PNG) Limited & anak usahanya (Grup HBS) dengan total nilai transaksi sebesar AU$ 40 juta atau sekitar US$ 25,76 juta.
Transaksi ini merupakan bagian dari strategi pengembangan usaha perusahaan ke luar negeri dan diversifikasi ke sektor mineral emas. Akuisisi ini diharapkan akan memperkuat kinerja dan kedudukan perusahaan, serta menciptakan sinergi operasional antara Indonesia dan Papua New Guinea.
Grup HBS merupakan pemain kunci di bidang penyediaan layanan jasa pertambangan & konstruksi dan solusi alat berat termasuk distribusi peralatan, mesin dan suku cadang serta properti yang berkedudukan di Papua New Guinea sejak tahun 2006.
Di bisnis jasa pertambangan, Grup HBS telah menangani kegiatan ekstraksi serta pengolahan emas dan perak di Hidden Valley, Papua Nugini, melalui entitas bernama Hidden Valley Contractors (HVC).
Entitas itu merupakan perusahaan patungan antara Grup HBS dan NKW Holdings, perusahaan yang memiliki konsesi tambang emas di wilayah tersebut. Kapasitas produksi yang ditangani oleh HVC pada proyek tersebut, diperkirakan mencapai 200.000 ons emas per tahun.
Grup HBS telah lama memiliki hubungan kemitraan yang kuat dan menjalin kerja sama dengan berbagai pemain kunci di sektor pertambangan, terutama di mineral emas. Saat ini, Grup HBS melayani beberapa proyek pertambangan emas besar di Papua New Guinea.
Setelah akuisisi tuntas, PTRO melalui Grup HBS akan memperluas cakupan layanan jasa pertambangan dan konstruksi terpadu di luar Indonesia.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)