Jumlah SPBU Shell, BP & Vivo Cs di RI & Seluruh Dunia: Siapa Juara?

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
20 September 2025 09:30
Foto Kolase Shell dan British Petroleum (BP). (Reuters)
Foto: Foto Kolase Shell dan British Petroleum (BP). (Reuters)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasokan bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta di Indonesia menjadi pembicaraan hangat dalam beberapa pekan terakhir.

Sejak akhir Agustus 2025, sejumlah jaringan seperti Shell dan BP mulai melaporkan kekosongan stok untuk beberapa jenis bensin, memaksa sebagian SPBU menyesuaikan jam operasional hingga merumahkan karyawan.

Selain Shell dan BP, SPBU swasta VIVO turut mengalami kejadian yang sama yaitu kehabisan stok bahan bakar minyak.

Selama beberapa pekan terakhir SPBU Shell dan BP mengalami keterbatasan pasokan BBM karena telah habisnya kuota impor dari yang telah ditetapkan pemerintah tahun ini. SPBU swasta tersebut meminta tambahan kuota impor BBM hingga akhir tahun.

Namun permintaan tambahan impor ini tidak bisa diizinkan karena SPBU swasta tersebut telah mendapatkan kenaikan kuota impor 10% dibandingkan realisasi impor pada 2024 lalu.

Kisruh ini berakhir kemarin. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut badan usaha penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi seperti Shell Indonesia, BP, dan Vivo Energy setuju untuk membeli BBM dari PT Pertamina (Persero).

Hal ini disepakati setelah dirinya mengadakan rapat bersama dengan Pertamina dan badan usaha penyedia BBM swasta lainnya pada Jumat siang (19/09/2025). Adapun, BBM yang akan dibeli ke Pertamina yaitu bahan bakar murni, sebelum dicampur dengan zat aditif alias base fuel.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa impor BBM oleh badan usaha swasta wajib dilakukan melalui Pertamina sebagai bentuk pengendalian dan upaya menjaga stabilitas pasokan nasional.

Skema satu pintu ini diberlakukan untuk mengurangi risiko ketidakseimbangan distribusi di tengah lonjakan permintaan BBM non-subsidi.

Kondisi tersebut membuat produk-produk premium seperti Shell V-Power Nitro+ maupun varian bensin non-subsidi lainnya semakin sulit ditemukan di berbagai SPBU Shell, BP, dan Vivo. 

Di tengah kelangkaan pasokan ini, menarik untuk melihat seberapa besar sebenarnya jaringan SPBU swasta yang beroperasi di Indonesia dan dunia.

Shell

PT Shell Indonesia, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Shell plc (Shell), melepas bisnis ritel dengan menjual Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia.

Vice President Corporate Relations Shell Indonesia Susi Hutapea menjelaskan bahwa pengalihan kepemilikan bisnis ini mencakup jaringan SPBU Shell serta kegiatan pasokan serta distribusi BBM di Indonesia. Namun tidak mencakup bisnis pelumas Shell yang berkembang di Indonesia.

Dikutip dari laporan tahunan Shell, mereka memiliki lebih dari 44.000 SPBU di seluruh dunia.

Setiap harinya, sekitar 33 juta pelanggan ritel membeli bahan bakar di SPBU Shell mulai dari bahan bakar berkualitas, pengisian daya kendaraan listrik, hingga produk dan layanan kenyamanan maupun non-bahan bakar.

Stok BBM di SPBU Shell di Graha Raya, Tangerang terpantau masih kosong per Senin (03/02/2025). (CNBC Indonesia)Foto: Stok BBM di SPBU Shell di Graha Raya, Tangerang terpantau masih kosong per Senin (03/02/2025). (CNBC Indonesia)
Stok BBM di SPBU Shell di Graha Raya, Tangerang terpantau masih kosong per Senin (03/02/2025). (CNBC Indonesia)

Shell sendiri memasuki bisnis ritel bahan bakar di Indonesia sejak1 November 2005 di mana mereka membuka SPBU pertama di kawasan Lippo Karawaci, Tangerang.

Hingga kini Shell telah mengoperasikan sekitar 200 SPBU. Namun, seluruh jaringan tersebut masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan belum merambah wilayah lainnya.

BP (British Petroleum)
BP mengoperasikan sekitar 21.200 stasiun di berbagai benua. Merek ini dikenal atas fokusnya pada efisiensi energi dan inisiatif keberlanjutan. 

Pada 2024, BP mencatatkan laba bersih sebesar US$381 juta, anjlok 97% dibandingkan 2023 mencapai US$15,2 miliar.

Penurunan laba ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk margin penyulingan yang lebih rendah, penurunan harga realisasi minyak dan gas, serta hasil perdagangan gas dan minyak yang lebih lemah.

Pengendara motor melintas di area pom bensin British Petroleum (BP) di Ciputat, Jawa Barat, Jumat, (31/1/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Foto: Pengendara motor melintas di area pom bensin British Petroleum (BP) di Ciputat, Jawa Barat, Jumat, (31/1/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Pengendara motor melintas di area pom bensin British Petroleum (BP) di Ciputat, Jawa Barat, Jumat, (31/1/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Di Indonesia, BP masuk melalui kerja sama dengan PT AKR Corporindo Tbk dan telah mengoperasikan sekitar 70 SPBU.

Sama seperti Shell, jaringan SPBU BP saat ini masih terbatas di Pulau Jawa. Meski jumlahnya relatif kecil, BP tetap menjadi pemain penting di pasar ritel BBM non-subsidi Tanah Air dengan menawarkan variasi produk berkualitas tinggi.

Vivo

Vivo Energy Indonesia mulai hadir di pasar Tanah Air sejak tahun 2017 sebagai badan usaha swasta yang menawarkan SPBU dengan merek Vivo.

Perusahaan ini memperkenalkan produk bensin non-subsidi dengan label Revvo yang terdiri dari Revvo 90, Revvo 92, dan Revvo 95, serta solar Primus Plus Diesel 51.

Kehadiran Vivo menambah alternatif bagi konsumen di luar jaringan Pertamina, terutama setelah mengambil alih sejumlah SPBU bekas Total yang hengkang dari Indonesia.

Hingga kini, Vivo mengoperasikan sekitar 43 gerai SPBU yang mayoritas berlokasi di Jabodetabek, Bandung, dan Banten. Jumlahnya SPBU Vivo masih jauh lebih sedikit dibandingkan jaringan Shell maupun BP.

Suasana Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) VIVO di kawasan Jalan Pangeran Antasri, Jakarta, Sabtu (1/6/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)Foto: Suasana Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) VIVO di kawasan Jalan Pangeran Antasri, Jakarta, Sabtu (1/6/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Suasana Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) VIVO di kawasan Jalan Pangeran Antasri, Jakarta, Sabtu (1/6/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Siapa Penguasa SPBU Dunia?

Bisnis jual beli BBM merupakan salah satu sektor dengan pendapatan besar di dunia. Karena itulah, bisnis ini menjadi salah satu yang diperebutkan raksasa dunia. Tak hanya Amerika Serikat (AS), perusahaan raksasa negara lain juga agresif membangun SPBU untuk menjalankan bisnis penjualan BBM di berbagai penjuru dunia.

Industri ritel bahan bakar global didominasi oleh pemain utama yang dikenal karena jaringan mereka yang luas dan memiliki modal kuat. Mereka adalah perusahaan-perusahaan energi raksasa dunia.

Berikut jumlah SPBU dan laba bersih dari raksasa penjual bahan bakar dunia dikutip dari Brand Valuer:

1.Shell
Dengan sekitar 44.000 stasiun di lebih dari 80 negara, Shell memiliki salah satu jaringan ritel bahan bakar terbesar di dunia.

Dengan jumlah jaringan terbesar di dunia, Shell mampu membukukan laba bersih sebesar USUS$ 16,5 miliar pada 2024.

2. Sinopec
Perusahaan minyak besar China lainnya, Sinopec, mengoperasikan lebih dari 30.971 stasiun, menjadikannya salah satu peritel bahan bakar terbesar di dunia. Fokus perusahaan mencakup perluasan layanan dan peningkatan kualitas bahan bakar.

Pada 2024, Sinopec mencatatkan laba bersih sebesar ¥50,3 miliar (sekitar US$6,94 miliar), mengalami penurunan sekitar 16,8% dibandingkan tahun sebelumnya.

3 Indian Oil Corporation Ltd. (IOCL)
Per Mei 2025, Indian Oil Corporation Ltd. (IOCL) memiliki jaringan lebih dari 37.500 stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) di seluruh India, menjadikannya perusahaan dengan jumlah SPBU terbanyak di negara tersebut

Pada tahun fiskal 2024-2025, Indian Oil Corporation Ltd. (IOCL) melaporkan laba bersih konsolidasi sebesar ₹13.507,84 crore (sekitar USUS$ 1,6 miliar mengalami penurunan sekitar 68% dibandingkan dengan laba bersih sebesar ₹41.729,69 crore pada tahun fiskal sebelumnya.



4. PetroChina
Per 30 Juni 2024, PetroChina mengoperasikan 22.842 SPBU di seluruh China. Dari jumlah tersebut, sekitar 20.608 SPBU dimiliki dan dioperasikan langsung oleh perusahaan, sementara sisanya dikelola melalui kemitraan atau waralabapasar otomotif yang terus berkembang.

Pada tahun 2024, PetroChina mencatatkan laba bersih sebesar ¥164,68 miliar (sekitar US$22,7 miliar), meningkat 2% dibandingkan tahun sebelumnya. Pencapaian ini merupakan rekor laba tahunan tertinggi dalam sejarah perusahaan.

5.BP (British Petroleum)
BP mengoperasikan sekitar 21.200 stasiun di berbagai benua. Merek ini dikenal atas fokusnya pada efisiensi energi dan inisiatif keberlanjutan. Pada 2024, BP mencatat laba bersih sebear

Pada 2024, BP mencatatkan laba bersih sebesar US$381 juta, anjlok 97% dibandingkan 2023 mencapai US$15,2 miliar.

Penurunan laba ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk margin penyulingan yang lebih rendah, penurunan harga realisasi minyak dan gas, serta hasil perdagangan gas dan minyak yang lebih lemah.

6. ExxonMobil
Beroperasi di bawah merek Exxon, Mobil, dan Esso, ExxonMobil mengelola sekitar 21.000 stasiun di seluruh dunia. Perusahaan ini menekankan pada kemajuan teknologi dan penawaran bahan bakar premium.

Per April 2025, terdapat 11.577 SPBU ExxonMobil di Amerika Serikat.

Pada tahun 2024, ExxonMobil mencatatkan laba bersih sebesar US$33,7 miliar, Angka ini mengalami penurunan sekitar 6,5% dibandingkan dengan laba bersih tahun 2023 yang sebesar US$36,0 miliar.

7. Chevron
Chevron beroperasi di bawah merek Chevron dan Caltex, terutama di Amerika Utara dan kawasan Asia-Pasifik. Perusahaan ini dikenal dengan bahan bakar dan pelumas berkualitas tinggi.

Per 2024, Chevron mengoperasikan jaringan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) yang luas di seluruh dunia, dengan total sekitar 19.550 SPBU di 84 negara

Pada 2024, Chevron Corporation mencatatkan laba bersih sebesar US$17,66 miliar, mengalami penurunan sekitar 17% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$21,37 miliar.

Penurunan ini terutama disebabkan oleh harga minyak mentah yang lebih rendah dan margin penyulingan yang menyempit.

8. TotalEnergies
TotalEnergies mengoperasikan sekitar 16.000 SPBU di lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Perusahaan ini berkomitmen untuk menyediakan solusi energi yang lebih bersih dan meningkatkan pengalaman pelanggan.

Pada 2024, TotalEnergies mencatatkan laba bersih sebesar US$15,8 miliar, mengalami penurunan sekitar 26% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$21,4 miliar.

Namun, jika menggunakan metrik laba bersih yang disesuaikan (adjusted net income), yang mencerminkan kinerja operasional inti perusahaan dengan mengecualikan faktor-faktor non-recurring, TotalEnergies membukukan laba sebesar US$18,3 miliar

Bagaimana dengan Pertamina?

Hingga akhir 2024, Pertamina mengoperasikan sekitar 7.868 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh Indonesia. Jumlah ini setara dengan 96% pangsa pasar nasional.

Pendapatan Pertamina sepanjang tahun 2024 mencapai sekitar Rp1.194 triliun atau setara dengan US$75,33 miliar, sementara laba bersih konsolidasinya sebesar Rp49,54 triliun (US$3,13 miliar).

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation