Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh penguatan dolar AS terjadi setelah Federal Reserve (The Fed) resmi memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC), Rabu waktu setempat.
Meski langkah ini sudah sesuai ekspektasi pasar, investor tetap melakukan penyesuaian ulang terhadap prospek kebijakan The Fed ke depan.
The Fed mengisyaratkan akan melakukan dua kali pemangkasan tambahan pada tahun ini, namun hanya satu kali pada 2026. Sinyal ini sekaligus menepis ekspektasi pasar yang semula memperkirakan pemangkasan bisa lebih agresif, yakni dua hingga tiga kali tahun depan.
Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan pemangkasan ini bersifat pengelolaan risiko di tengah melemahnya pasar tenaga kerja, sembari menekankan bahwa bank sentral tidak perlu terburu-buru melonggarkan kebijakan lebih dalam.
Dari dalam negeri, Keputusan BI yang kembali memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 16-17 September kemarin, turut meningkatkan volatilitas nilai tukar rupiah hingga mengurangi daya tarik pasar obligasi domestik yang membuat dorongan arus keluar modal lebih besar.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau turun 0,54% menjadi 6,305%. Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menandakan investor sedang melakukan aksi beli.
Dari pasar saham AS, bursa Wall Street kompak menguat pada perdagangan Kamis atau Jumat dini hari waktu Indonesia.
Saham-saham di Wall Street ditutup pada rekor tertinggi dengan saham-saham berkapitalisasi kecil mencatat kenaikan terbesar. Saham menguat karena investor optimis pemangkasan suku bunga The Fed akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Indeks S&P 500 naik 0,48% menjadi 6.631,96, sementara Nasdaq Composite melesat 0,94% ke 22.470,73. Dow Jones Industrial Average menanjak 124 poin, atau 0,27%, menjadi 46.142,42.
Ketiga indeks utama AS tersebut mencatat rekor intraday baru pada Kamis, hanya sehari setelah perdagangan saham berlangsung volatil pada Rabu pasca pemangkasan suku bunga The Fed.
Indeks small-cap Russell 2000 melonjak 2,4% dan menembus rekor intraday. Terakhir kali indeks ini membukukan penutupan tertinggi sepanjang masa adalah pada November 2021.
Perusahaan berkapitalisasi kecil biasanya lebih diuntungkan dari suku bunga rendah karena lebih bergantung pada pendanaan eksternal untuk operasional dan pertumbuhan, dibanding perusahaan besar yang kaya kas. Selain itu, kinerja mereka lebih erat terkait dengan siklus ekonomi dibanding saham-saham teknologi besar yang sedang ditopang tren AI.
Meski begitu, sejumlah saham teknologi besar juga ikut reli pada Kamis. Saham Intel melesat 22,8% setelah Nvidia mengumumkan investasi sebesar US$5 miliar di perusahaan chip tersebut untuk mengembangkan bersama chip pusat data dan PC. Itu menjadi hari terbaik Intel dalam hampir 38 tahun. Saham Nvidia sendiri naik 3,5%.
Kenaikan ini terjadi setelah hari perdagangan yang fluktuatif pada Rabu, ketika The Fed, sesuai perkiraan, memangkas suku bunga acuannya sebesar seperempat poin persentase.
Bank sentral juga memproyeksikan dua pemangkasan lagi tahun ini, yang disambut positif oleh investor yang berharap The Fed terus melanjutkan jalur pelonggaran suku bunga.
Para pelaku pasar mengabaikan pernyataan Ketua Jerome Powell yang menyebut pemangkasan itu bagian dari "manajemen risiko," dan lebih menilai bahwa The Fed kini fokus pada pemulihan pertumbuhan ekonomi sambil mengurangi kekhawatiran terhadap inflasi.
"Saya tidak suka valuasinya, tapi bagaimana mungkin saya tidak memilikinya?" ujar David Tepper dari Appaloosa Management kepada CNBC International.
Namun, Tepper juga memperingatkan bahwa The Fed kini berisiko membuat pasar dan ekonomi menjadi terlalu panas jika memangkas suku bunga terlalu dalam tahun depan.
Kenaikan pada Kamis menempatkan indeks-indeks utama di jalur untuk mencatat penguatan mingguan yang solid. S&P 500 naik 0,7% sepanjang pekan ini, menuju kenaikan mingguan keenam dalam tujuh pekan terakhir.
Dow Jones naik hampir 0,7% sejak awal pekan, sementara Nasdaq menguat 1,5%. Russell 2000 menjadi pemenang terbesar secara mingguan, berpotensi mencatat kenaikan hampir 3%.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (18/9/2025), pasar keuangan Tanah Air diperkirakan masih akan dipengaruhi kombinasi sentimen global dan domestik. Dari eksternal, data terbaru menunjukkan klaim pengangguran Amerika Serikat turun tajam. Selain itu, keputusan Bank Sentral Inggris (BoE) untuk menahan suku bunganya juga menjadi perhatian pelaku pasar.
Sementara dari dalam negeri, IHSG yang sempat mencatat rekor tertinggi kini mulai menunjukkan potensi koreksi dengan target menutup dua gap teknikal yang terbentuk sejak awal September.
Berikut rangkuman sentimen utama yang akan membentuk arah IHSG dan rupiah hingga obligasi:
Klaim Pengangguran AS Turun
Jumlah klaim awal tunjangan pengangguran di Amerika Serikat (AS) turun tajam pada pekan lalu, mencatat penurunan terbesar dalam hampir empat tahun. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Kamis (18/9/2025), klaim awal turun sebanyak 33.000 menjadi 231.000 pada pekan yang berakhir 13 September 2025, sejalan dengan perkiraan yang memproyeksikan 240.000 aplikasi.
Penurunan ini membalikkan lonjakan besar pada pekan sebelumnya, ketika klaim mencapai level tertinggi sejak hampir empat tahun. Lonjakan tersebut sebagian besar terkonsentrasi di Texas, yang menurut pejabat setempat dipicu oleh dugaan percobaan penipuan dan beberapa pemutusan hubungan kerja di sektor perdagangan grosir, seni dan hiburan, layanan kesehatan, serta jasa teknis.
Secara keseluruhan, klaim lanjutan indikator jumlah orang yang masih menerima tunjangan juga turun menjadi 1,92 juta.
"Laporan hari ini meruntuhkan teori pekan lalu bahwa PHK telah melonjak tajam," ujar Carl B. Weinberg, Kepala Ekonom High Frequency Economics, dikutip dari Bloomberg.
"Ini juga melemahkan seruan untuk lebih banyak pemangkasan suku bunga yang lebih besar, baik di The Fed maupun pasar." Tambahnya.
Meski data terbaru menunjukkan perusahaan masih mempertahankan tenaga kerja di tengah ketidakpastian ekonomi, tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja tetap ada. Laju pertumbuhan pekerjaan melambat signifikan dalam beberapa bulan terakhir, sementara permintaan dan pasokan tenaga kerja juga mulai mendingin. Hal ini menjadi salah satu alasan The Federal Reserve kembali memangkas suku bunga pada pekan ini, setelah menahannya sepanjang tahun.
Teknikal IHSG
 Foto: TradingView Teknikal IHSG
|
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang baru saja menorehkan rekor tertinggi pada perdagangan Rabu (17/9/2025) di level 8.025,17, secara teknikal masih menunjukkan tren penguatan yang cukup menjanjikan untuk berlanjut.
Namun, jika dicermati lebih dalam, sejak reli yang dimulai pada 10 September lalu, pergerakan IHSG meninggalkan dua gap teknikal. Dalam analisis teknikal, gap terjadi ketika harga pembukaan melompat signifikan dari harga penutupan sesi sebelumnya.
Contohnya, pada perdagangan Kamis (11/9/2025), IHSG dibuka di level 7.781,17, sehingga membentuk celah atau gap pada rentang harga 7.726,37-7.742,59. Selanjutnya, pada perdagangan Senin (15/9/2025), IHSG kembali meninggalkan gap di rentang harga 7.854,81-7.889,18.
Secara historis, area gap dalam teknikal cenderung akan "ditutup", sehingga IHSG berpotensi melakukan koreksi untuk menguji kembali dua area tersebut sebelum melanjutkan tren penguatannya.
Dengan pelemahan yang terjadi pada perdagangan kemarin, Kamis (18/9/2025), di mana IHSG kembali turun dari level tertingginya hingga ditutup di level 8.008,43, mengindikasikan adanya potensi penurunan lanjutan. Secara teknikal, IHSG berpeluang menguji area koreksi dengan target penutupan dua gap yang terbentuk sebelumnya, yakni di rentang 7.726,37-7.742,59 dan 7.854,81-7.889,18, sebelum kembali melanjutkan tren penguatannya.
Bank Sentral Inggris Tahan Suku Bunga
Bank Sentral Inggris (BoE) memutuskan menahan suku bunga acuan pada level 4% dalam rapat Kamis (18/9/2025), seiring dengan inflasi Inggris yang masih belum terkendali dan outlook pertumbuhan ekonomi yang rapuh.
Keputusan ini diambil dengan komposisi suara 7 banding 2 di Komite Kebijakan Moneter (MPC), dengan dua anggota memilih pemangkasan 25 bps dan sisa nya memilih untuk menahan.
BoE menegaskan fokus utamanya tetap mengikis tekanan inflasi agar kembali ke target 2% dalam jangka menengah.
"Komite tetap fokus untuk memeras setiap tekanan inflasi yang ada maupun yang muncul," tulis Bank Sentral Inggris dalam pernyataannya.
Meski disinflasi dinilai terus berlanjut, bank sentral memperingatkan risiko kenaikan inflasi sementara bisa kembali mendorong upah dan harga. BoE memproyeksikan inflasi dapat mencapai puncak sekitar 4% pada September sebelum melandai pada paruh pertama 2026, seiring pelemahan pasar tenaga kerja dan perlambatan pertumbuhan upah.
Di sisi lain, Bank Sentral Inggris memperlambat laju quantitative tightening, dari pelepasan gilts senilai £100 miliar dalam setahun terakhir menjadi £70 miliar ke depan.
"Bank Sentral Inggris saat ini menghadapi dilema: melonggarkan suku bunga berisiko kembali memicu inflasi, namun suku bunga tinggi menekan ekonomi yang sudah lemah," ujar Isaac Stell, Investment Manager di Wealth Club dikutip dari CNBC International.
Ia menambahkan, langkah nyata justru mungkin datang dari Westminster, merujuk pada Autumn Budget yang akan diumumkan 26 November.
Dengan pertumbuhan Juli yang stagnan, ruang pelonggaran Bank Sentral Inggris dinilai akan sangat ditentukan oleh jalur inflasi, dinamika upah, serta arah kebijakan fiskal. Pasar kini menunggu rapat berikutnya pada 6 November yang berlangsung hanya beberapa pekan sebelum pengumuman anggaran pemerintah Inggris.
Indeks Dolar Terus Menguat
Indeks dolar terus menguat dan ditutup di posisi 97,35 pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi dalam lima hari terakhir.
Indeks yang menguat menandai besarnya minta investor untuk membeli dolar AS. Pergerakan ini mengindikasikan adanya dana investor yang dijual di instrumen lain, termasuk rupiah, dan dialihkan ke dolar AS.
Bank Mandiri Umumkan Kinerja
Bank Mandiri hari ini akan mengumumkan kinerja keuangan semester I-2025. Laporan ini diharapkan ikut menggerakkan saham Mandiri dan IHSG.
Sebagai catatan, pada semester I-2024, Bank Mandiri mencetak laba bersih konsolidasi sebesar Rp26,55 triliun, yang tumbuh 5,23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan penyaluran kredit konsolidasi yang mencapai Rp1.532 triliun dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 15,4%. Bank Mandiri juga menunjukkan keunggulan dalam menjaga dana murah melalui rasio Current Account Savings Account (CASA) yang mencapai level tertinggi dalam sejarah bank sebesar 79,7%.
Perubahan Postur APBN 2026, Defisit Diperlebar
Pemerintah bersama DPR menyepakati perubahan postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dengan defisit yang lebih lebar. Kesepakatan ini dicapai dalam rapat kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Kamis (18/9/2025).
Dalam postur terbaru, defisit APBN meningkat menjadi Rp 689,1 triliun atau setara 2,68% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi dibanding rancangan sebelumnya sebesar Rp 638,8 triliun atau 2,48% dari PDB.
"Persentase defisit terhadap PDB yang awalnya 2,48% kini menjadi penyesuaiannya 2,68% atau ada kenaikan 0,2% poin," kata Ketua Banggar DPR Said Abdullah saat rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta.
Kenaikan defisit terutama dipicu oleh belanja negara yang naik menjadi Rp 3.842,7 triliun dari rancangan awal Rp 3.786,5 triliun. Sementara itu, pendapatan negara hanya meningkat tipis dari Rp 3.147,7 triliun menjadi Rp 3.153,6 triliun.
Berikut ini rincian postur APBN 2026 yang mengalami perubahan .
Simak Rilis Data dan Agenda Hari ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Paparan kinerja kuartal II 2025 Bank Mandiri yang akan berlangsung secara virtual/online
- Rilis data Inflasi Jepang
- Keputusan Suku Bunga Acuan Jepang
- Rilis penjualan ritel Inggris
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- RUPS : PJAA, NETV, LABS, KAQI
- date dividen interim : VICI
CNBCINDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandanganCNBCIndonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.