
Tak Ada Alasan Lagi Bunga Pinjaman Bank Susah Turun!

Jakarta, CNBC Indonesia - Ruang penurunan bunga pinjaman maupun bunga simpanan semakin terbuka lebar. Hal ini merupakan hasil dari kombinasi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) hingga penempatan dana pemerintah senilai Rp200 triliun ke perbankan.
Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke 4,75%. Sementara itu, suku bunga Deposit Facility bahkan dipangkas lebih dalam hingga 50 bps ke 3,75%, sementara Lending Facility turun 25 bps ke 5,50%.
Keputusan ini sekaligus menjadi pemangkasan kelima sepanjang 2025, dengan total penurunan mencapai 125 bps.
Langkah pelonggaran kebijakan moneter ini ditempuh BI untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi domestik di tengah inflasi yang terjaga rendah dalam sasaran 2,5% plus minus 1%.
BI menegaskan suku bunga yang lebih rendah diharapkan mampu mendorong pertumbuhan kredit dan konsumsi, sehingga menjadi motor tambahan bagi ekonomi nasional.
Selain itu, dukungan terhadap perekonomian juga datang dari pemerintah. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa baru saja menempatkan dana perintah senilai Rp200 triliun yang sebelumnya terparkir di Bank Indonesia kini di pindahkan ke lima bank Himbaraa dengan skema deposito on call.
Tidak Ada Alasan Lagi
Dengan masuknya dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke lima bank Himbara tersebut menjadi titik penting bagi kondisi likuiditas perbankan nasional.
Sebelumnya, perbankan tengah dihadapkan oleh seratnya likuiditas yang akhirnya membuat persaingan antar perbankan dalam memperebutkan dana pihak ketiga (DPK) dengan cara menawarkan bunga tabungan atua deposito yang lebih tinggi.
Oleh karena persaingan tersebut, otomatis membuat cost of fund perbankan menjadi lebih besar.
Cost of fund adalah salah satu komponen paling krusial yang menentukan struktur bunga pinjaman. Semakin besar cost of fund, maka semakin besar ruang bagi bank untuk meningkatkan bunga pinjamannya, hal tersebut bertujuan untuk menjaga net interest margin (NIM) yang menjadi sumber keuntungan untuk perbankan agar bisa tetap terjaga.
Namun, seiring dengan kondisi likuiditas bank yang relatif lebih longgar, sehingga praktik perang bunga yang selama ini menjadi alasan bunga simpanan sulit untuk diturunkan, tidak lagi relevan.
Secara otomatis, bunga simpanan atau deposito perbankan dapat turun. Seiring dengan penurunan bunga simpanan, maka cost of fund pun akan semakin murah.
Dengan semakin rendah nya cost of fund perbankan, maka semakin besar ruang untuk perbankan memangkas suku bunga pinjamannya. Dengan begitu, bank dapat menyalurkan pinjaman dengan bunga yang lebih kompetitif, sehingga mendukung kebutuhan pembiayaan individu maupun korporasi.
Manfaat dari turunnya bunga pinjaman akan dirasakan oleh perekonomian secara luas. Saat biaya pinjaman menjadi lebih murah, perusahaan akan lebih percaya diri untuk melakukan ekspansi usaha, sementara masyarakat akan terdorong untuk meningkatkan konsumsi hingga pembelian barang.
Kombinasi ini diharapkan bisa memulihkan pertumbuhan kredit perbankan yang saat ini tengah mengalami perlambatan pertumbuhan.
Dengan kata lain, penempatan dana pemerintah di Himbara dan penurunan BI Rate sebesar 125 bps sepanjang tahun ini merupakan dua kebijakan yang saling melengkapi. BI telah memberikan kelonggaran pada moneter, sementara pemerintah memberi dukungan melalui pemberian likuiditas ke perbankan.
Maka, seharusnya tidak ada lagi alasan bagi bunga pinjaman maupun bunga tabungan untuk tetap tinggi.
Bunga Pinjaman Perbankan Belum Mengimbangi Penurunan BI Rate
Berdasarkan Data terakhir dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir Juni 2025, penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan belum terlihat signifikan meskipun BI telah memangkas BI Rate nya sejak September 2024.
BI Rate telah turun bertahap dari level 6,25% pada Agustus 2024 menjadi 5,50% di Juni 2025. Namun, penurunan pada suku bunga dasar kredit bank masih jauh lebih kecil bahkan cenderung naik.
Bunga pinjaman Korporasi hanya turun dari 8,44% menjadi 8,38% atau 6 basis poin. Sementara pinjaman KPR justru mengalami kenaikan 29 bps dari 8,94% ke 9,23% di akhir Juni. Hal yang sama terjadi di bunga pinjaman mikro yang naik 9 bps dari 10,67% menjadi 10,76%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun suku bunga acuan BI telah dilonggarkan, namun perbankan masih cukup berhati-hati dalam menurunkan bunga kreditnya. Faktor risiko, biaya dana yang masih tinggi, serta kebutuhan menjaga margin perbankan bisa menjadi alasan mengapa penurunan SBDK perbankan berjalan lebih lambat dibandingkan penurunan BI Rate.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)