
RI Makin Doyan Utang ke China, Numpuk Sampai Cetak Rekor Tertinggi

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren pinjaman menunjukkan arah yang berbeda antara dua kreditur besar Indonesia, yakni China dan Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan rilis Bank Indonesia (BI), Senin (15/9/2025), posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2025 tercatat US$432,5 miliar, turun dibandingkan Juni 2025 yang sebesar US$434,1 miliar.
Bila di konversi ke rupiah, nilai ULN Indonesia pada Juli mencapai sebesar Rp7.095 triliun (asumsi kurs: Rp16.405/US$).
Jika dibandingkan secara tahunan, ULN Indonesia tumbuh 4,1% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan 6,3% (yoy) pada Juni 2025. BI menjelaskan perlambatan ini terutama berasal dari sektor publik, ditambah faktor penguatan dolar AS terhadap mayoritas mata uang global termasuk rupiah.
Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun menjadi 30,0% pada Juli 2025 dari 30,5% pada Juni 2025. Struktur ULN tetap sehat dengan dominasi utang jangka panjang yang mencapai 85,5% dari total.
BI menegaskan, bersama pemerintah akan terus memperkuat koordinasi untuk menjaga agar struktur ULN tetap terjaga dan optimal dalam menopang pembiayaan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Jika dilihat dari negara pemberi pinjaman, Singapura masih menjadi kreditor terbesar Indonesia dengan total pinjaman mencapai US$56,5 miliar atau . Disusul oleh Amerika Serikat US$26,7 miliar, China US$24,5 miliar, Jepang US$20,7 miliar, dan Hong Kong US$18,7 miliar.
Utang Luar Negeri Dari China Tembus Rekor, Disaat Utang AS Menunjukkan Tren Penurunan
Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia menunjukkan dinamika yang berbeda dari dua kreditur utama, Amerika Serikat (AS) dan China. Data terbaru per Juli 2025 memperlihatkan bahwa pinjaman dari China terus meningkat, bahkan menembus rekor tertinggi dalam setahun terakhir, sementara pinjaman dari AS justru mengalami tren penurunan.
Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi ULN Indonesia dari China mencapai US$24,45 miliar pada Juli 2025. Angka ini naik dari US$24,16 miliar pada Juni dan sekaligus menjadi level tertinggi.
Secara keseluruhan, dalam 12 bulan terakhir, pinjaman dari China tumbuh konsisten, terutama sejak awal 2025 ketika berada di kisaran US$22,97 miliar pada Januari 2025.
Sebaliknya, pinjaman dari Amerika Serikat menunjukkan arah sebaliknya. Per Juli 2025, posisi ULN dari AS turun ke US$26,67 miliar, lebih rendah dibandingkan US$27,92 miliar pada Juli 2024. Tren penurunan terlihat sejak April 2025 sebesar US$27,66 miliar hingga sempat mencapai titik terendah di US$26,46 miliar pada Juni 2025.
Kenaikan utang dari China mencerminkan intensifikasi hubungan pembiayaan antara Indonesia dan Beijing, yang kerap diarahkan untuk proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol, pelabuhan, hingga energi. Sementara itu, penurunan pinjaman dari AS dipandang sebagai cerminan pergeseran strategi investasi dan fokus ekonomi Washington di tengah ketegangan global tentang tarif dagang yang mainkan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap mayoritas mitra dagang nya.
Perbedaan tren ini menjadi sorotan pasar karena bisa berdampak pada struktur pembiayaan Indonesia ke depan. Ketergantungan yang lebih besar pada China dipandang memberikan ruang pembiayaan bagi pembangunan, namun di sisi lain menuntut pengelolaan risiko agar tetap menjaga stabilitas utang luar negeri Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)