Sentimen Pekan Depan: Siap-Siap Pasar Banyak Ujian!

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
14 September 2025 18:50
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pekan lalu ditutup dengan senyum lebar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali hijau, mengakhiri perdagangan di level 7.747,90. Penguatan ini tak lepas dari reli saham bank BUMN, setelah pemerintah memutuskan mengalihkan dana Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke perbankan.

Likuiditas yang kian deras mendorong euforia di lantai bursa. Rupiah pun bertahan di Rp16.455 per dolar AS, sementara obligasi RI tenor 10 tahun masih diburu investor dengan yield turun ke 6,41% .

Namun, pekan depan bukan berarti jalan mulus tanpa rintangan. Justru, investor akan menghadapi serangkaian ujian domestik maupun global yang berpotensi mengguncang arah pasar. Dari rilis data utang luar negeri, rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, hingga sederet data makroekonomi Amerika Serikat dan China, semua bisa menjadi batu sandungan maupun bahan bakar baru bagi optimisme.

SULNI: Menakar Beban Utang

Senin (15/9), Bank Indonesia akan merilis Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) Juli 2025. Angka ini krusial karena menjadi tolok ukur kesehatan eksternal Indonesia. Jika pertumbuhan ULN, terutama swasta, melonjak, pasar bisa kembali menyoroti risiko defisit transaksi berjalan dan tekanan rupiah. Sebaliknya, jika data stabil, investor akan lebih percaya diri pada fundamental RI.

RDG BI: Titik Berat Sentimen Domestik

Agenda terpanas pekan ini jelas jatuh pada Rapat Dewan Gubernur BI 16-17 September. Bulan lalu, BI menurunkan suku bunga acuan 25 bps ke 5,00% sebagai langkah pro-growth. Pertanyaan yang kini bergelayut: apakah bank sentral berani melanjutkan pemangkasan, atau memilih menunggu efek kebijakan sebelumnya?

Pasar obligasi sudah memberi sinyal optimistis-yield terus turun menandakan minat beli tinggi. Namun, ruang manuver BI tetap terbatas oleh dinamika global, khususnya arah dolar AS. Setiap kata dalam pernyataan Gubernur BI nanti bisa menjadi pemicu volatilitas baru di IHSG dan rupiah.

China: Bayang-Bayang Perlambatan

Dari Beijing, investor akan menyoroti data Industrial Production dan Retail Sales Agustus yang dirilis Senin pagi. Hasilnya sudah di tangan: produksi industri tumbuh 5,7% YoY, retail sales naik 3,7%. Keduanya melambat dari bulan sebelumnya . Ini menegaskan pemulihan ekonomi China belum sepenuhnya kokoh.

Bagi Indonesia, perlambatan China bukan sekadar catatan statistik. China adalah pasar utama komoditas ekspor RI. Lesunya permintaan bisa menggerus harga batu bara, nikel, dan CPO, yang selama ini menjadi penyokong neraca dagang. Tak heran, setiap desimal perlambatan di Negeri Panda langsung terasa getarannya di Jakarta.

Amerika: Ujian Konsumsi & Properti

Dari Washington, perhatian tertuju pada US Retail Sales (16/9) yang diproyeksikan naik 0,5% MoM. Data ini dianggap cermin daya tahan konsumsi rumah tangga, motor utama ekonomi AS. Jika hasilnya di atas ekspektasi, pasar bisa menduga The Fed akan menunda pemangkasan bunga lebih lama, memicu penguatan dolar dan menekan rupiah.

Selain itu, data Housing Starts & Building Permits (17/9) akan ikut mempengaruhi persepsi pasar properti dan kesehatan ekonomi AS secara keseluruhan. Setiap sinyal penguatan berpotensi menambah tekanan bagi aset berisiko, termasuk emerging markets seperti Indonesia.

Pekan ini juga diwarnai rilis UK Unemployment Rate (16/9) dan UK Inflation Rate (17/9). Angka inflasi Inggris yang tinggi bisa membuat Bank of England semakin berhati-hati dalam melonggarkan kebijakan. Dari Asia Timur, Jepang merilis neraca dagang Agustus (17/9). Jika defisit tetap melebar, yen bisa tertekan, memicu pergeseran arus modal di kawasan.

Dengan modal euforia pekan lalu, IHSG dan rupiah sebenarnya punya peluang mempertahankan momentum positif. Likuiditas domestik yang kian longgar bisa menjadi bantalan.

Namun, kombinasi RDG BI, data China, dan retail sales AS jelas akan menjadi ujian. Investor harus siap dengan volatilitas yang lebih tajam, terutama jelang pengumuman BI pada pertengahan pekan.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation