Siapa Abraha: Jenderal yang Menyerang Kabah Saat Nabi Muhammad Lahir?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nama Abraha al-Ashram sangat lekat dengan sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW atau dikenal sebagai Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal.
Untuk tahun 2025 Masehi atau 1447 Hijriah, Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati pada hari ini, Jumat (5/9/2025).
Sejarah mencatat Abraha sebagai sebagai jenderal sekaligus penguasa Kerajaan Himyar di Yaman pada abad ke-6. Dia dikenal karena ambisi militer dan langkah politiknya, termasuk upayanya yang legendaris untuk menghancurkan Ka'bah di Mekah, Arab Saudi.
Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Tahun Gajah (570 M), tahun yang bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW, dan diabadikan dalam Surah Al-Fil di Al-Qur'an.
Siapa Abraha?
Asal-usul Abraha masih diperdebatkan. Sejumlah sumber menyebut dia mantan budak pedagang Romawi, sementara catatan Islam menegaskan ia berasal dari garis keturunan kerajaan Aksum di Ethiopia.
Abraha naik daun setelah ikut dalam invasi Aksum ke Yaman sekitar 525 M. Dia kemudian menyingkirkan penguasa boneka Aksum, Sumyafa Ashwa, dan berhasil merebut tahta. Julukan "al-Ashram" (Si Wajah Berparut) melekat padanya usai duel sengit melawan rivalnya, 'Ariat.
![]() Peta Yaman |
Sebagai catatan, Arabia Selatan pada milenium pertama Masehi menjadi ajang perebutan pengaruh antara tiga kekuatan besar: Aksum dari Ethiopia, Himyar dari Yaman, dan Sasaniyah dari Persia.
Persaingan ini bukan sekadar soal politik, melainkan juga jalur dagang, agama, hingga akses ke Laut Merah yang strategis.
Dikutip dari situs UNESCO, reruntuhan kota kuno Aksum terletak dekat perbatasan utara Ethiopia. Tempat ini menandai jantung Ethiopia kuno, ketika Kerajaan Aksum merupakan negara paling kuat di antara Kekaisaran Romawi Timur dan Persia.
Ekspansi Aksum melintasi Laut Merah membuat Aksum sering bersaing dengan kerajaan-kerajaan di Arabia Selatan, terutama Himyar dan Saba.
![]() Situs peninggalan kerajaan Aksum |
Kerajaan Himyar, yang berdiri sejak abad ke-2 SM di Yaman, memiliki sejarah panjang konflik dengan Aksum dan Saba. Posisi Yaman yang kaya pertanian dan menguasai jalur laut ke India menjadikannya rebutan.
Namun, dominasi lokal Himyar terhenti ketika Dhu Nuwas ditumbangkan oleh Aksum pada 525 M.
Aksum menunjuk seorang gubernur bernama Sumyafa Ashwa untuk memimpin Yaman. Namun situasi berubah ketika Abraha, seorang jenderal Aksum, memberontak dan menggulingkan gubernur tersebut.
Abraha kemudian memerintah Yaman secara semi-independen. Meski masih membawa identitas Aksumite, Abraha membangun basis kekuasaan sendiri dan memperkuat legitimasi di hadapan suku-suku Arab.
Sebagai penguasa Yaman, Abraha dicatat sejarah sebagai pemimpin ambisius,
Dia melawan suku-suku di Jazirah Arab, dari Banu Amir hingga Ma'add. Pengaruhnya bahkan sampai ke wilayah Yathrib (Madinah).
Abraha membangun gereja megah Al-Qalis di Sana'a, yang dimaksudkan menjadi pusat ziarah besar. Proyek ini bukan sekadar soal agama tapi strategi juga geopolitik.
Dia ingin menjadikan Sana'a sebagai pusat ziarah utama di Arabia. Dengan menarik arus jamaah dari berbagai kabilah Arab, berarti aliran kapital dan perdagangan ikut bergeser ke Yaman.
Langkah ini tidak hanya mengukuhkan Yaman sebagai hub religius sekaligus ekonomi di bawah orbit Aksum-Bizantium.
Sebagai catatan, Ka'bah di Mekah, jauh sebelum Islam, sudah menjadi pusat spiritual suku-suku Arab. Mekah terkonsolidasi sebagai simbol persatuan kabilah, dengan Quraisy sebagai pengelola Ka'bah.
Setiap tahun ribuan orang datang untuk berziarah dan membawa dampak langsung pada perekonomian.
Orang yang berziarah membuat perdagangan tumbuh pesat karena arus peziarah juga berarti arus barang.
Bagi Abraha, Ka'bah adalah kompetitor langsung. Selama Mekah tetap jadi pusat ziarah, proyek Al-Qalis akan kehilangan daya tarik.
Abraha kemudian ingin menghancurkan Ka'bah dengan agenda penting yakni isu geopolitik dengan menekan Mekah sebagai pusat persatuan Arab dan isu ekonomi yakni menggeser jalur ziarah dan perdagangan ke Sana'a, meningkatkan devisa lokal.
Kegagalan Abraha di Mekah
Peristiwa penyerbuan Abraha ke Mekah diabadikan dalam Al-Qur'an, tepatnya pada Surah Al-Fil ("Gajah"). Meskipun hanya berisi lima ayat, kisah ini menjadi salah satu narasi penting dalam sejarah awal Islam serta latar belakang lahirnya Nabi Muhamamd SAW.
Menurut Surah Al-Fil, ketika pasukan Abraha bersiap memasuki Mekah, muncullah sekumpulan burung kecil yang disebut Ababil.
![]() Umat Muslim mengelilingi Ka'bah dan berdoa di Masjidil Haram di kota suci Mekkah, Arab Saudi, Jumat (1/7/2022). Arab Saudi kembali mengizinkan jamaah haji luar negeri untuk beribadah ke negara mereka pada musim haji tahun ini usai 2 tahun terganggu covid. (REUTERS/Mohammed Salem) |
"Burung-burung itu datang berkelompok dari arah langit, masing-masing membawa batu kecil di paruhnya. Batu-batu tersebut kemudian dijatuhkan ke arah pasukan Ethiopia hingga mereka porak-poranda, digambarkan "seperti jerami yang dimakan habis".
Berikut isi Surah Al-Fīl (dengan terjemahan):
- A lam tara kaifa fa'ala rabbuka bi-aṣ-ḥābil-fīl
"Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?" - أA lam yaj'al kaidahum fī taḍlīl
"Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka sia-sia?" - Wa-arsala 'alaihim ṭairan abābīl
"Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong," - Tarmīhim bi-ḥijāratim min sijjīl
"Yang melempari mereka dengan batu (yang berasal) dari tanah yang terbakar," - Faja'alahum ka'aṣfin ma'kūl
"Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)."
Bagaimana Nasib Abraha Setelah Penyerangan?
Abraha diperkirakan wafat sekitar 553 M, tak lama setelah kegagalan ekspedisi ke Mekah. Beberapa dekade kemudian, Persia Sasaniyah menguasai Yaman, menyingkirkan pengaruh Aksum di Arabia Selatan.
Sebuah lembah kecil bernama Wadi Muhassar diyakini sebagai lokasi kehancuran pasukan Abraha, di mana tentaranya dimusnahkan oleh burung Ababīl. Dalam tradisi lokal, lembah ini juga dikenal dengan sebutan "Lembah Api".
Lokasi Wadi Muhassar terletak di antara Mina dan Muzdalifah, sekitar 10 kilometer di sebelah timur Kota Mekah.
Dalam praktik ibadah haji, terdapat sunnah untuk berjalan cepat (bersegera) ketika melewati Wadi Muhassar, tepatnya saat jamaah berpindah dari Muzdalifah menuju Mina. Hal ini dilakukan untuk mengenang peristiwa azab yang menimpa pasukan Abraha di lembah tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
