
Siap-Siap! 8 Perusahaan Ini Segera IPO: Ada Punya Haji Isam

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham konglomerasi atau grup besar biasanya jadi perhatian utama investor, terutama ketika anak usahanya berencana melakukan IPO (Initial Public Offering).
IPO anak usaha sering dipandang sebagai cara membuka nilai tersembunyi (unlock hidden value) karena valuasi anak usaha bisa tercermin lebih jelas di pasar. Hal ini kadang membuat valuasi induk juga ikut terdongkrak, apalagi jika kepemilikan induk cukup besar.
Anak usaha yang melantai di bursa bisa memperoleh modal tambahan tanpa mengurangi porsi dana induk. Investor melihat ini sebagai sinyal ekspansi bisnis yang lebih kuat.
Anak usaha yang IPO wajib memenuhi standar keterbukaan informasi, laporan keuangan, dan governance. Hal ini bisa meningkatkan kepercayaan investor terhadap seluruh grup.
Kabar IPO sering memicu sentimen positif jangka pendek terhadap saham induk. Namun, ada juga risiko tekanan harga jika investor khawatir terjadi dilusi nilai atau jika IPO dianggap kurang menarik.
Berikut rangkuman anak usaha dari group besar hingga konglomerasi yang akan segera melaksanakan IPO.
Emas Pani
Salah satu anak usaha dari PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) di sektor pertambangan emas akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada bulan depan, tepatnya September 2025.
Bahkan digadang-gadang IPO ini akan menjadi penawaran saham terbesar sepanjang tahun ini mengalahkan PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), saham milik konglomerasi Prajogo Pangestu yang menghimpun dana IPO sebesar Rp2,37 triliun saat proses IPO.
Anak usaha yang dirumorkan akan segera IPO yakni salah satu perusahaan yang mengelola proyek emas Pani.
Proyek Emas Pani sedang dikembangkan di Gunung Pani di Pulau Sulawesi untuk menjadi salah satu tambang emas primer terbesar di Indonesia dan Asia Pasifik. Tambang Emas Pani memiliki kandungan lebih dari 7 juta ounces emas dengan umur tambang multi dekade.
Berbekal pengalaman mengelola Tambang Emas Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur, Grup Merdeka akan mengoptimalkan potensi Gunung Pani, wilayah penghasil emas sejak abad ke-19 yang berlokasi di Desa Hulawa, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, Sulawesi Tengah.
Proyek Emas Pani dikelola melalui sejumlah anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk yang menangani operasi tambang, pengolahan, dan infrastruktur pendukung. Proyek ini dirancang sebagai tambang terbuka dan dikembangkan secara bertahap.
Fase awal pengembangan Proyek Emas Pani akan menggunakan metode pengolahan heap leach dengan kapasitas 7 juta ton bijih per tahun, dengan target produksi sekitar 140.000 ounces emas per tahun.
Pada fase berikutnya, akan dibangun fasilitas carbon-in-leach (CIL) berkapasitas awal 7,5 juta ton per tahun dan akan diekspansi menjadi 12 juta ton pada 2030. Gabungan kapasitas heap leach dan CIL akan mencapai 19 juta ton per tahun, dengan potensi produksi puncak hingga 500.000 ounces emas per tahun.
Persiapan Proyek Emas Pani berlangsung sesuai jadwal dengan perkembangan signifikan dalam desain, teknik, dan konstruksi, termasuk produksi peralatan utama serta pengujian heap leach yang telah selesai.
Infrastruktur pendukung seperti fasilitas penyimpanan bahan bakar, pelabuhan, dan gardu induk listrik juga dalam tahap pembangunan. PLN akan menyediakan daya listrik utama pada 2025, sementara laboratorium metalurgi di lokasi diharapkan mulai beroperasi pada awal tahun yang sama.
Pengolahan emas pertama ditargetkan mulai akhir 2025, dengan produksi komersial pada awal 2026.
Sebagai informasi, Edwin Soeryadjaya, sosok penting di balik PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA). Ia merupakan Presiden Komisaris dan afiliasi langsung dengan pengendali utama perusahaan.
PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) adalah perusahaan public, sehingga tidak dimiliki oleh satu pihak saja, tetapi oleh sejumlah pemegang saham besar, seperti PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) yang memiliki sekitar 20,33% saham, PT Mitra Daya Mustika memegang sekitar 11,88% saham, Garibaldi Thohir secara pribadi memiliki sekitar 7,46% saham, PT Suwarna Artha Mandiri memiliki sekitar 5,50% saham. Selain itu, terdapat kepemilikan saham minor oleh beberapa direksi dan komisaris seperti Gavin Arnold Caudle (sekitar 0,72%), Hardi Wijaya Liong (0,28%), dan Andrew Phillip Starkey (0,011%).
Secara agregat, masyarakat publik memegang sekitar 49,57% saham, menjadi kelompok pemilik terbesar tunggal.
Meski tidak ada pemegang saham tunggal mayoritas, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk sebagai pemegang kedua terbesar, dikendalikan oleh Edwin Soeryadjaya dan Sandiaga Uno bersama dengan PT Provident Capital Indonesia melalui entitas seperti Mitra Daya Mustika dan Suwarna Artha Mandiri, yang dimiliki oleh Winato Kartono mendominasi struktur kepemilikan.
Griya Idola
Usai Prajogo Pangestu melepas perusahaannya, PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) melakukan IPO pada Juli 2025, diisukan bahwa terdapat satu perusahaan milik konglomerat Prajogo Pangestu yang akan menyusul untuk melaksanakan IPO.
PT Griya Idola dari sektor properti yang merupakan entitas berfokus pada pengembangan properti. Griya Idola memiliki lahan seluas sekitar 1.200 hektare di Subang serta proyek pengembangan kawasan hunian di Tangerang.
Griya Idola bernaung di bawah PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dengan porsi kepemilikan mencapai hampir 100%. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya perusahaan ini dalam strategi diversifikasi bisnis Prajogo, khususnya di sektor properti yang menunjukkan tren positif dan potensi pertumbuhan yang kuat di Indonesia.
Superbank
Salah satu dari dua perusahaan group Emtek diperkirakan akan segera melaksanakan Initial Public Offering (IPO). Superbank, perusahaan tersebut tentu sudah tidak asing di mata investor.
Pada Juli lalu, PT Super Bank Indonesia (Superbank) buka suara mengenai wacana initial public offering (IPO). Presiden Direktur Superbank, Tigor M. Siahaan mengatakan pihaknya saat ini fokus pengembangan bisnis perusahaan.
Umur Superbank terbilang baru. Oleh karena itu bank yang seharusnya meluncur pada akhir tahun 2023 ini ingin mengembangkan produk-produk lain terlebih dahulu untuk nasabah.
Mengingatkan saja, pada awal tahun lalu kabar berhembus bahwa bank milik PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) itu mempertimbangkan penawaran umum perdana yang mungkin akan dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini.
Superbank dikabarkan mengincar valuasi US$200 juta hingga US$300 juta (Rp3,23 triliun hingga Rp4,85 triliun) dalam opsi IPO itu.
Sementara itu, Superbank telah berhasil membalik rugi jadi laba untuk pertama kalinya pada tiga bulan pertama tahun ini. Per kuartal I-2025, bank digital itu membukukan laba bersih senilai Rp251 juta, berbalik dari rugi bersih Rp105,06 miliar pada kuartal I-2024.
Vidio
PT Vidio Dot Com, yang dikenal sebagai Vidio, merupakan layanan streaming video over-the-top (OTT) dan video-on-demand (VOD) asal Indonesia. Vidio sebagai salah satu penyelenggara layanan video streaming berbayar, menargetkan untuk melipatgandakan jumlah pelanggannya menjadi delapan juta dalam dua hingga tiga tahun ke depan, dengan melakukan go public di Bursa Efek Indonesia.
Vidio juga berencana untuk menggalang dana tahun ini untuk mendanai pertumbuhan layanan streaming -nya. Vidio akan mendorong penawaran saham perdana (IPO) setelah sentimen pasar menjadi lebih positif.
PT Summarecon Investment Property (SIP)
Anak usaha PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) dikabarkan bakal melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni PT Summarecon Investment Property (SIP) yang bergerak dalam bidang investasi properti.
Pihak SMRA pun masih belum memberikan pernyataan resmi yang menanggapi terkait kabar ni. Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah buka suara terkait kabar ini.
Namun berdasarkan KB Valbury Sekuritas, Summarecon Agung (SMRA) menunjuk tiga penjamin emisi yakni Deutsche Bank, CLSA Securities, Mandiri Sekuritas terkait rencana penawaran saham perdana anak usahanya, yaitu Summarecon Investment Property.
Saat itu perusahaan menyatakan untuk menargetkan dapat mengantongi dana segar hingga US$ 200 juta melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Meskipun kondisi pasar belum membaik, SMRA yakin langkah IPO tersebut dapat terlaksana dengan optimal.
Terkait dengan rencana itu, induk usaha telah melakukan pelepasan asset kepada Summarecon Investment Property (SIP) dengan nilai tranksaksi mencapai Rp 6,19 triliun," tulis KB Valbury Sekuritas dalam rumor IPO sepuluh tahun lalu, tepatnya 2015.
Blu BCA
PT BCA Digital alias blu BCA dikabarkan berminat untuk mencatatkan saham perdananya atau initial public offering (IPO). Seperti diketahui, bank digital yang merupakan anak usaha dari PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) itu sudah berdiri sekitar 5 tahun dan telah mencetak laba.
Direktur Utama BCA Digital Lanny Budiati buka suara terkait isu ini. Ia mengatakan fokus pihaknya saat ini bukan lah untuk melakukan IPO.
"Tapi fokus ke mengembangkan bisnis dan memperkokoh fundamental perusahaan. Posisi permodalan dan likuiditas BCA Digital masih terbilang cukup pada saat ini," ujar Lanny saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (24/1/2025).
Ia mengungkapkan di tahun 2025, BCA Digital akan terus berfokus pada pengembangan bisnis. Itu dilakukan melalui inovasi untuk menghadirkan produk yang relevan dengan kebutuhan nasabah dan meningkatkan kualitas pelayanan yang reliable untuk menjaring nasabah berkualitas serta mendorong jumlah transaksi, dengan tetap memperhatikan efektivitas dan efisiensi biaya.
Lanny melanjutkan, pihaknya juga berniat melakukan ekspansi kredit dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Dalam hal ini, ia mengatakan blu akan terus mengembangkan dan memperluas skala ekosistem digital blu dengan berkolaborasi dengan lebih banyak mitra strategis.
"Strategi ini kami rancang demi memperkokoh fundamental perusahaan sekaligus meningkatkan kinerja keuangan BCA Digital yang lebih baik lagi kedepannya," kata Lanny.
Anak Usaha PT Harum Energy Tbk (HRUM) & Haji Isam
Selain itu, ada juga anak usaha PT Harum Energy Tbk (HRUM) dan anak usaha Grup Jhohlin milik Haji Isam juga dikabarkan mau melantai di Bursa. Namun hingga saat ini belum terdapat nama perusahaan yang terkonfirmasi akan melaksanakan IPO.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)