
RUU Perampasan Aset: Prabowo Janji Bahas, Tapi tidak Masuk Prolegnas

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia telah mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset kembali naik ke dalam tuntutan publik. Ia langsung mendapatkan respons dari Presiden Prabowo Subianto.
Presiden Prabowo Subianto menerima pimpinan serikat pekerja di Istana Negara, Senin (1/9/2025), antara lain Presiden KSPI Said Iqbal, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea, Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat, dan Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban. Dalam pertemuan itu, para tokoh buruh menyebut Prabowo berjanji mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset bersama DPR.
"Beliau berjanji yang pertama, RUU Perampasan Aset segera dibahas," ujar Andi Gani.
Sementara Said Iqbal menegaskan urgensi aturan ini agar segera disahkan.
"RUU Perampasan Aset harus segera disahkan. Sudah hampir puluhan tahun, dan beliau tadi merespons sangat cepat sekali. Tapi saya tidak bisa sendiri sebagai presiden, harus ada DPR dan partai politik," ucapnya.
Secara garis besar, RUU ini memberikan instrumen bagi negara untuk merampas aset yang diduga berasal dari tindak pidana, tidak hanya korupsi, tetapi juga kejahatan berat lainnya demi pemulihan kerugian negara.
Sekjen DPP PKS Muhammad Kholid menegaskan, "Bagi PKS, pengesahan RUU ini adalah langkah strategis untuk melindungi uang rakyat dan memastikan pelaku korupsi tidak bisa menikmati hasil kejahatannya. Negara harus hadir dengan aturan yang tegas, karena melawan korupsi membutuhkan instrumen yang tidak biasa." dikutip dari postingan Instagram resminya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa urgensi RUU bukan semata isu teknis hukum, melainkan langkah strategis menjaga amanah publik dan membangun tata kelola pemerintahan yang lebih bersih.
RUU Perampasan Aset Tidak Masuk Prolegnas 2025
Namun sayangnya, RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang telah disahkan oleh DPR pada November 2024.
Dari 41 RUU yang masuk ke daftar, justru RUU pengampunan Pajak (Tax Amnesty) muncul. Adapun RUU Perampasan Aset yang kerap disebut bisa memberi efek jera sekaligus menambah penerimaan negara baru ditempatkan di Prolegnas jangka menengah 2025-2029.
Mantan Kepala PPATK Yunus Husein menilai payung hukum ini strategis untuk asset recovery lintas kejahatan. Cakupannya bukan hanya korupsi, tetapi juga judi daring, perpajakan, lingkungan hidup, perbankan, hingga penipuan.
"Jadi ruang lingkup RUU perampasan aset itu tidak hanya korupsi tapi segala tindak pidana," kata Yunus dalam program Power Lunch di CNBC Indonesia, dikutip pada (25/11/2024) silam.
Ia merujuk praktik di berbagai negara, dari Kolombia yang agresif mengejar aset gembong narkoba, sampai Australia dengan skema unexplained wealth, di mana harta yang tak bisa dijelaskan asal-usulnya dapat dirampas negara.
Yunus menggambarkan mekanisme pembuktian terbalik secara sederhana: jika seorang pejabat melaporkan harta Rp100 miliar namun hanya bisa membuktikan Rp80 miliar berasal dari sumber legal, maka selisih Rp20 miliar berpotensi dirampas.
Menurutnya, desain seperti ini penting untuk menutup celah ketika pembuktian pidana terhadap pelaku utama tersendat, selama tetap melindungi pihak ketiga yang beritikad baik.
Di sisi lain, sejumlah partai politik mulai menegaskan posisinya. Sekjen DPP PKS Muhammad Kholid menegaskan partainya konsisten mengawal RUU ini.
"Bagi PKS, pengesahan RUU ini adalah langkah strategis untuk melindungi uang rakyat dan memastikan pelaku korupsi tidak bisa menikmati hasil kejahatannya. Negara harus hadir dengan aturan yang tegas, karena melawan korupsi membutuhkan instrumen yang tidak biasa," tulisnya di Instagram resmi.
Alur Pembahasan RUU dan Bagaimana RUU yang Belum Ada di Prolegnas 2025 Bisa Dibahas?
Pembentukan undang-undang dimulai dari perencanaan melalui Prolegnas, yang terdiri dari daftar menengah lima tahunan dan prioritas tahunan. Penyusunan dilakukan oleh DPR bersama Pemerintah dan DPD.
RUU dapat diusulkan oleh DPR, Presiden, atau DPD (untuk bidang tertentu) dengan melampirkan naskah akademik dan draf RUU. Setelah usulan diterima, Pimpinan DPR melalui Badan Musyawarah (Bamus) akan menjadwalkan pembahasan dan menunjuk forum kerja mulai dari Komisi, Baleg, dan Pansus.
Tahan pembicaraan Tingkat I, berlangsung di komisi/baleg/pansus bersama Pemerintah. Di sini pengusul menyampaikan penjelasan kemudian fraksi-fraksi partai memberi pandangannya. Lalu dokumen Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dibedah di panitia kerja (panja) hingga perumusan serta sinkronisasi redaksi. Hasilnya akan dinaikkan ke Pembicaraan Tingkat II dalam hal ini Rapat Paripurna untuk pengambilan keputusan.
Bila disetujui bersama DPR dan Presiden, naskah akan dikirim ke Presiden untuk ditandatangani atau disahkan. Apabila tidak ditandatangani dalam jangka waktu 30 hari, RUU tetap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam Lembaran Negara.
Bagaimana RUU yang Belum Ada di Prolegnas 2025 Bisa Dibahas?
Terdapat dua jalur yang dapat ditempuh untuk memasukkan RUU yang belum ada dalam Prolegnas.
1. Jalur Keadaan Tertentu/Urgensi Nasional
Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2025, memberi ruang bagi DPR atau Presiden untuk mengajukan RUU di luar Prolegnas apabila terdapat keadaan luar biasa seperti konflik, bencana, atau urgensi nasional lainnya.
Syaratnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Menkumham menyetujui dasar urgensi tersebut. Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan ketentuan ini konsitusional. Dengan kesepakatan itu, RUU boleh langsung masuk ke tahap penjadwalan dan pembahasan sebagaimana RUU prioritas.
2. Jalur Penyesuaian/Perubahan Prolegnas
Alternatifnya, Baleg bersama Pemerintah (dan DPD) dapat melakukan penyesuaian Prolegnas Prioritas melalui keputusan revisi daftar tahun berjalan. Mekanisme ini pernah digunakan pada periode sebelumnya untuk menyisipkan RUU yang dinilai strategis mengikuti perkembangan politik, ekonomi, atau keamanan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)