
Harga Emas Bikin Bingung: Seharusnya Terbang Kok Malah Ambruk?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas cenderung melemah dan masih bertahan di area konsolidasinya. Para pelaku pasar menunggu petunjuk arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) lebih jelas.
Pada perdagangan sebelumnya Senin (25/8/2025), harga emas dunia turun 0,16% di level US$3.366,24 per troy ons.
Pada perdagangan hari ini Selasa (26/8/2025) hingga pukul 06.42 WIB, harga emas dunia di pasar spot melemah 0,38% di posisi US$3.353,29 per troy ons.
Harga emas cenderung melemah pada perdagangan pada Senin, karena fokus pasar beralih ke data inflasi pengeluaran pribadi warga AS (PCE) AS yang akan datang untuk petunjuk arah kebijakan The Federal Reserve, sementara dolar AS yang lebih kuat membatasi kenaikan emas.
Isyarat pemangkasan suku bunga yang disampaikan The Fe ternyata belum cukup mampu menjadi senjata emas. Padahal, emas seharusnya terbang tinggi setelah adanya sinyal pemangkasan. Nyatanya kondisi ini tidak berlaku karena dolar AS masih kencang.
Pada perdagangan Senin (25/8/2025), indeks dolar AS (DXY) menguat 0,73% di level 98,43. Dolar yang menguat terhadap mata uang utama lainnya, membuat emas batangan yang dikonversi dalam mata uang tersebut lebih mahal bagi pembeli asing.
"Pasar sedang mencerna komentar (Chairman The Fed Jerome) Powell dari hari Jumat, karena kami menunggu masukan baru yang mungkin memberikan indikasi yang lebih baik tentang kemungkinan penurunan suku bunga pada bulan September," kata Peter Grant, wakil presiden dan ahli strategi logam senior di Zaner Metals.
"Saya pikir periode lesunya pasar musim panas akan segera berakhir dalam beberapa minggu mendatang. Jadi, saya mengantisipasi tren kenaikan emas akan kembali menguat." imbuhnya.
Harga emas naik ke level tertinggi hampir dua minggu pada Jumat, setelah Ketua The Fed, Jerome Powell, mengisyaratkan kemungkinan penurunan suku bunga pada pertemuan bank sentral AS bulan depan. Powell mengatakan bahwa risiko terhadap pasar tenaga kerja meningkat, tetapi inflasi tetap menjadi ancaman dan keputusan belum diambil.
Pasar mengantisipasi peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin lebih dari 86% pada pertemuan kebijakan The Fed di September.
Daya tarik emas yang tidak memberikan imbal hasil berkurang di tengah kondisi suku bunga tinggi.
Investor kini menantikan data Pengeluaran Konsumsi Pribadi AS, yang akan dirilis pada Jumat, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut tentang arah penurunan suku bunga bank sentral di masa mendatang. Data tersebut diperkirakan akan menunjukkan inflasi inti merangkak naik ke level tertinggi sejak akhir 2023 di angka 2,9%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
