Rupiah Terperosok, Nomor 2 Paling Anjlok di Asia

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
23 August 2025 11:20
Ilustrasi Dollar Rupiah
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mencatatkan kinerja yang cukup buruk di tengah pergerakan beragam pada mata uang Asia lainnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (22/8/2025) mata uang garuda berada di level Rp16.335/US$ atau terdepresiasi 0,34%. Hal ini sekaligus mencatatkan pelemahan rupiah selama lima hari beruntun sejak Jumat (16/8/2025).

Dalam sepekan ini rupiah telah mengalami pelemahan sebesar 1,11%, sekaligus tercatat sebagai mata uang dengan pelemahan terbesar nomor dua di kawasan Asia.

Dolar Taiwan memimpin pelemahan dengan terkoreksi 1,16%, disusul rupiah dan seletah itu ringgit Malaysia yang mengalami koreksi 0,36% dalam sepekan.

Sementara itu, Peso Filipina menjadi pemimpin dalam penguatan mata uang Asia terhadap dolar AS dalam pekan ini, dengan penguatan sebesar 1,06%. Setelah itu disusul oleh Won Korea dan Yen Jepang yang masing-masing mengalami apresiasi sebesar 0,35% dan 0,17% terhadap dolar AS.

Mata uang Asia bergerak beragam di tengah indeks dolar AS yang pada awal pekan sempat mengalami penguatan namun pada akhirnya harus mengalami koreksi tajam setelah pidato ketua The Federal Reserve (The Fed) di Jackson Hole Simposium pada Jumat malam (22/8/2025) WIB.

Indeks dolar AS (DXY) dilansir dari Refinitiv ditutup tertekan 0,92% ke level 97,71 pada penutupan perdagangan Jumat (23/8/2025).

Sinyal dovish Powell, yang menekankan meningkatnya risiko pelemahan pasar tenaga kerja, mendorong ekspektasi pemangkasan bunga pada rapat FOMC 16-17 September. Menurut CME FedWatch Tool, probabilitas penurunan suku bunga 25 basis poin naik menjadi 85%, dari 72% sebelum pidato.

"Dolar jatuh, peluang pemangkasan September meningkat, dan pelaku pasar jelas bersiap untuk lebih banyak pelonggaran ke depan," kata Karl Schamotta, Chief Market Strategist di Corpay Toronto dikutip dari Reuters.

Pelemahan dolar ini juga diperparah oleh sentimen politik di Washington. Presiden AS Donald Trump kembali memicu kekhawatiran soal independensi The Fed dengan mengancam akan memecat Gubernur Lisa Cook terkait tuduhan kredit properti. Situasi tersebut menambah tekanan terhadap greenback, yang sudah tertekan oleh ekspektasi pemangkasan bunga dan pelemahan data tenaga kerja.

Dengan outlook pemangkasan bunga semakin kuat, dolar AS diperkirakan masih berpotensi melemah dalam jangka pendek. Kondisi ini bisa membuka peluang penguatan bagi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, apabila tren dovish The Fed berlanjut.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation