Warga RI & India Paling Gak PD Saingan AI, Takut Kerjaan Direbut Robot

Rania Reswara Addini, CNBC Indonesia
20 August 2025 11:21
10 Kota Penguasa AI di Dunia, Maaf Gak Ada Jakarta!
Foto: Infografis/ 10 Kota Penguasa AI di Dunia, Maaf Gak Ada Jakarta!/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Seiring dengan semakin meluasnya adopsi kecerdasan buatan (AI) di seluruh dunia, muncul kekhawatiran bahwa pekerjaan banyak orang akan digantikan oleh AI. Apakah AI akan menggantikan posisi manusia dalam berbagai pekerjaan pada dekade berikutnya?

Meskipun begitu, di berbagai negara, terdapat perbedaan dalam cara pekerja memandang risiko otomatisasi. Beberapa negara menunjukkan lebih banyak keyakinan pada keamanan pekerjaan, negara lain memperkirakan akan terjadi disrupsi besar-besaran dalam dunia tenaga kerja akibat adopsi AI.

Sebuah survey berjudul Global Public Opinion on Artificial Intelligence (GPO-AI) menangkap jawaban 1.000 orang dari tiap 21 negara yang diikut sertakan, bahwa mereka memandang kemungkinan bahwa pekerjaan mereka akan digantikan oleh komputer atau mesin dalam 10 tahun ke depan.

Laporan GPO-AI mengungkapkan sikap yang beragam, berbeda, dan spesifik menurut wilayah mengenai penggunaan kecerdasan buatan, dengan topik survei mencakup kehilangan pekerjaan, deepfake, dan regulasi negara.

GPO-AI adalah laporan yang dibuat oleh sebuah institut riset Amerika, Schwartz Reisman Institute for Technology and Society (SRI), bekerja sama dengan Policy, Elections, and Representation Lab (PEARL) di Munk School of Global Affairs & Public Policy, University of Toronto.

Rata-rata, sekitar setengah dari responden global menganggap diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka rentan kehilangan pekerjaan karena digantikan oleh komputer atau mesin.

Dalam hal 10 tahun ke depan, responden melihat pekerjaan mereka sendiri sedikit lebih berisiko dibandingkan dengan pekerjaan orang di sekitar. Namun, responden memandang anak-anak mereka dan generasi mendatang sebagai yang paling rentan terhadap kehilangan pekerjaan akibat mesin.

Pekerja diperkirakan perlu menyesuaikan keterampilan dengan permintaan pasar, agar dapat beradaptasi dengan lingkungan kerja baru.

Kekhawatiran Merebak di Negara Berkembang

India, Pakistan, dan Indonesia menonjol dengan jumlah gabungan respons "ya" tertinggi. Di India, 75% responden percaya pekerjaan mereka mungkin atau pasti akan digantikan. Pakistan mengikuti dengan 72%, sementara di Indonesia, 76% responden setuju akan pernyataan tersebut.

Ketiga negara tersebut adalah negara berkembang, menunjukkan bahwa di negara dengan perekonomian yang sedang berkembang pesat, adopsi teknologi juga menjamur semakin cepat, membuat para pekerja lebih waspada terhadap risiko otomatisasi.

Negara berkembang juga mungkin memiliki porsi pekerjaan yang lebih besar dalam sektor rutinitas atau tenaga kerja berkeahlian rendah, yang membuat mereka lebih rentan terhadap otomatisasi.

Negara Maju Apakah Aman?

Sebaliknya, responden di negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, dan Kanada menunjukkan lebih banyak keskeptisan.

Di Jerman, hanya 34% yang menganggap penggantian pekerjaan kemungkinan terjadi, sementara 66% cenderung menjawab "tidak." Sedangkan Jepang menunjukkan tingkat kepastian terendah, dengan hanya 5% yang mengatakan "pasti ya."

Respons ini bisa jadi mencerminkan adanya perlindungan yang lebih kuat pada tenaga kerja dari gerusan teknologi, laju adopsi otomatisasi yang lebih lambat, atau kepercayaan yang lebih besar terhadap sistem tenaga kerja yang ada.

Goldman Sachs memperkirakan bahwa hingga dua pertiga pekerjaan saat ini di Amerika dan Eropa terekspos pada tingkat tertentu terhadap otomatisasi AI, dan seperempatnya dapat digantikan oleh AI generatif.

Pekerjaan-Pekerjaan yang Kemungkinan Tergerus AI

Berdasarkan laporan World Economic Forum pasar tenaga kerja global diproyeksikan mengalami pertumbuhan pekerjaan sebesar 14% pada tahun 2030 dan diimbangi oleh penurunan sebesar 8%.

Meskipun prospeknya positif, pengembangan keterampilan akan sangat penting untuk membantu pekerja bertransisi ke peran-peran baru yang dibentuk oleh permintaan yang terus berkembang di pasar tenaga kerja.

Laporan tersebut menyoroti pertumbuhan akses digital sebagai tren makro yang transformatif, yang diproyeksikan akan menciptakan 19 juta pekerjaan baru pada tahun 2030 sambil menggantikan 9 juta pekerjaan.

Berikut 10 pekerjaan yang berpotensi hilang (rendahnya permintaan):

  1. Petugas pos
  2. Teller bank dan petugas terkait
  3. Petugas entri data
  4. Kasir dan petugas tiket
  5. Asisten administrasi dan sekretaris eksekutif
  6. Pekerja percetakan dan pekerjaan terkait
  7. Petugas akuntansi, pembukuan, dan penggajian
  8. Petugas pencatatan material dan penyimpanan stok
  9. Petugas transportasi dan kondektur
  10. Pekerja penjualan keliling dan pedagang kaki lima

Laporan tersebut menyoroti peran dengan penurunan paling tajam, didorong oleh otomatisasi, pembayaran digital, dan pertumbuhan teknologi swalayan.

Bagaimana Para Pekerja Bisa Menyikapinya?

Pertumbuhan teknologi AI tidak terjadi secara merata. Sektor-sektor yang bergantung pada data intensif akan terdampak lebih cepat, sementara pekerjaan dengan kompetensi humanis seperti penilaian bisnis, kreatifitas, dan hubungan antar-manusia menjadi salah satu yang belum bisa digantikan oleh hadirnya AI.

Menurut World Economic Forum (WEF), industri dengan ketersediaan data tinggi, seperti sektor keuangan, adalah yang paling rentan terhadap otomatisasi oleh AI. Sedangkan Industri yang serat akan ketersediaan data seperti kesehatan tertinggal karena kelangkaan data publik.

Diketahui bahwa kurang dari 10% dataset bedah yang tersedia untuk umum akibat sumber-sumber yang terfragmentasi dan kode etik pasien. Data pasien tersebar di berbagai rumah sakit, perusahaan asuransi, dan klinik dan dijaga privasinya membuat AI tidak dapat belajar secara efektif.

 

Di sisi lain, di AS, potensi AI di bidang pendidikan terhambat oleh undang-undang privasi siswa. Departemen Pendidikan AS mencatat bahwa pengumpulan dan pembagian data dibatasi, sehingga membatasi pemanfaatan data siswa oleh AI.

Pekerja bisa fokus untuk mengasah keterampilan pada peluang yang memadukan kemampuan teknologi dengan penilaian manusia dan kebutuhan bisnis, seperti kreativitas, empati, atau pengambilan keputusan yang kompleks. Selain itu, pekerja juga bisa mencari industri yang kiranya tidak mudah dikuasai oleh AI dalam waktu dekat seperti contoh-contoh tadi.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation