SENTIMEN PEKAN DEPAN

IHSG dan Rupiah Hadapi Pekan Penuh Kejutan, Ini Sentimennya

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
18 August 2025 20:40
Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (15/8/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (15/8/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perjalanan pasar keuangan Tanah Air di sepekan kemarin sangat baik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan juga rupiah sama-sama kompak menguat jelang hari kemerdekaan Indonesia yang ke-80 pada 17 Agustus 2025.

Dalam sepekan IHSG terpantau melesat 4,84% dan mendarat di level 7.898,37. IHSG bahkan sempat mencatatkan kenaikan tertinggi 8.017,07 pada perdagangan intraday Jumat (15/8/2025).

Begitu juga dengan pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang mencatatkan penguatan dalam sepekan hingga 0,80% dan mendarat di level Rp16.155/US$1 pada Jumat (15/8/2025). Rupiah sempat menyentuh Rp16.080 pada perdagangan intraday Kamis (14/8/2025).

Dalam pekan ini IHSG dan rupiah bersiap kembali mencatatkan pergerakan yang cukup volatile. Lantaran terdapat beberapa sentimen penting dalam pekan ini yang dapat menentukan arah IHSG maupun rupiah ke depan.

Suku Bunga BI

Bank Indonesia (BI) akan kembali melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia untuk mengumumkan kebijakan suku bunganya periode Agustus pada Rabu (20/8/2025).

Sebagai informasi, dalam RDG Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,00%. Keputusan ini konsisten dengan makin rendahnya prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta perlunya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah dan pencapaian sasaran inflasi sesuai dengan dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan domestik. Sementara itu, kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan dengan berbagai strategi untuk meningkatkan kredit/pembiayaan, menurunkan suku bunga, dan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran.

Suku Bunga China

Pada hari yang sama Rabu (20/8/2025), Bank Rakyat China (PBoC) juga akan mengumumkan kebijakan suku bunganya periode Agustus 2025.

Sebelumnya, PBoC mempertahankan suku bunga acuan pinjamannya pada hari Senin karena negara tersebut terus bergulat dengan sentimen konsumen yang lemah dan pertumbuhan yang melambat.

Bank Rakyat China (PBoC) mempertahankan suku bunga acuan pinjaman 1 tahun di level 3,0% dan LPR 5 tahun di level 3,5%.

LPR, yang biasanya dibebankan kepada nasabah terbaik bank, dihitung berdasarkan survei terhadap puluhan bank komersial yang ditunjuk yang mengajukan usulan suku bunga kepada bank sentral.

LPR 1 tahun memengaruhi pinjaman korporasi dan sebagian besar pinjaman rumah tangga di Tiongkok, sementara LPR 5 tahun berfungsi sebagai acuan untuk suku bunga hipotek.

Keputusan ini muncul setelah negara tersebut mengumumkan bahwa pertumbuhan PDB pada kuartal kedua tumbuh sebesar 5,2% secara tahunan (yoy), turun dari 5,4% pada kuartal pertama. Namun, angka ini lebih tinggi dari 5,1% yang diperkirakan oleh jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom.

Pertumbuhan penjualan ritel pada bulan Juni juga melambat menjadi 4,8% dari tahun sebelumnya, dibandingkan dengan peningkatan 6,4% (yoy) pada bulan Mei. Angka tersebut juga lebih rendah dari perkiraan 5,4% dari para ekonom yang disurvei Reuters.

Setelah langkah tersebut, yuan lepas pantai sebagian besar tetap stabil, diperdagangkan pada 7,179 terhadap dolar.

Dalam komentarnya kepada CNBC Internasional setelah keputusan tersebut, Frederic Neumann, Kepala Ekonom Asia di HSBC, mengatakan bahwa saat ini PBOC merasa belum terlalu mendesak untuk memangkas suku bunga, mengingat pertumbuhan PDB telah melampaui target.

"Selain itu, dengan suku bunga yang sudah relatif rendah, pelonggaran lebih lanjut mungkin kurang efektif dalam mendorong permintaan dibandingkan langkah-langkah fiskal," tambah Neumann.

PBOC mungkin juga ingin "menahan diri untuk sementara waktu," ujarnya, dan baru memangkas suku bunga ketika dampak tarif AS terhadap ekspor Tiongkok benar-benar mulai terasa.

Meski demikian, PBOC dapat melonggarkan kebijakan lebih lanjut karena masih adanya tekanan deflasi, sementara suku bunga riil tetap relatif tinggi, menurut Neumann.

Rapat FOMC

Pernyataan dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell kemungkinan akan menarik perhatian para pengamat pasar minggu ini karena investor mencari kejelasan mengenai langkah suku bunga bank sentral selanjutnya. Powell telah berada di bawah tekanan untuk menurunkan suku bunga, tetapi data ekonomi terbaru telah menempatkan para pejabat dalam posisi yang sulit.

Para pelaku pasar juga akan memantau pendapatan yang diharapkan dari peritel besar, termasuk Walmart, Target, Home Depot, Lowe's, dan Ross Stores. Investor akan mencermati tanda-tanda inflasi yang didorong oleh tarif dan memudarnya sentimen konsumen. Data pasar perumahan, risalah rapat The Fed, dan klaim pengangguran mingguan juga dapat berdampak pada pasar minggu ini.

Transaksi Berjalan

Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan transaksi berjalan periode kuartal II 2025 pada akhir pekan Jumat (22/8/2025).

Sebelumnya, BI mencatat pada kuartal I-2025, transaksi berjalan mengalami defisit US$ 200 juta atau 0,1% dari PDB.

Defisit ini lebih rendah dibandingkan dengan defisit US$ 1,1 miliar atau 0,3% dari PDB pada kuartal IV-2024. Adapun, defisit pada kuartal I ini juga lebih rendah jika dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu. Pada kuartal I-2024, transaksi berjalan defisit US$ 2,2 miliar atau 0,6%.

BI mengklaim defisit transaksi berjalan tetap rendah di tengah perlambatan ekonomi global. Selain itu, transaksi modal dan finansial mencatat defisit yang terkendali di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.

Dengan perkembangan tersebut, NPI pada triwulan I-2025 mencatat defisit US$ 800 juta dolar AS dan posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2025 tercatat tetap tinggi sebesar US$ 157,1 miliar, atau setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Lebih lanjut, transaksi modal dan finansial pada kuartal I-2025 mencatat defisit US$ 300 juta. BI pun menegaskan kinerja transaksi modal dan finansial tetap terkendali di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.

Uang Beredar RI

Pada akhir pekan, Bank Indonesia (BI) juga akan mengumumkan data uang beredar (M2) periode Juli 2025.

Pada periode sebelumnya, likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada Juni 2025 tumbuh lebih tinggi. Pertumbuhan M2 pada Juni 2025 sebesar 6,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 4,9% (yoy) sehingga tercatat Rp9.597,7 triliun. Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 8,0% (yoy) dan uang kuasi sebesar 4,7% (yoy).

Perkembangan M2 pada Juni 2025 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih. Penyaluran kredit pada Juni 2025 tumbuh sebesar 7,6% (yoy), setelah pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 8,1% (yoy). Aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 3,9%, relatif stabil terhadap pertumbuhan Mei 2025. Sementara itu, tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus) terkontraksi sebesar 8,2% (yoy), setelah pada bulan sebelumnya terkontraksi sebesar 25,7% (yoy).


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation