
Harga Perak Mulai Melandai, Setahun Masih Terbang 34%

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga perak global sepanjang pekan ini cenderung melandai, cenderung mengikuti pergerakan logam lainnya seperti emas yang cenderung stabil setelah data inflasi Amerika Serikat (AS) terbaru yang menarik memangkas taruhan penurunan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Merujuk Refinitiv, harga perak di perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (15/7/2025) ditutup di posisi US$ 37,99 per troy ons, stabil dari perdagangan Kamis lalu. Namun dalam sepekan terakhir, perak melemah 0,87% secara point-to-point. Tetapi dalam setahun terakhir, perak masih melejit 33,81%
Meski begitu, HSBC telah menaikkan proyeksi harga perak untuk tahun 2025, 2026, dan 2027, dengan alasan dukungan kuat dari harga emas yang tinggi dan permintaan aset safe haven di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi.
Bank tersebut kini memperkirakan harga perak rata-rata sebesar US$ 35,14 per troy ons pada tahun 2025, naik dari US$ 30,28 sebelumnya, US$ 33,96 pada tahun 2026, dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya sebesar US$ 26,95, dan US$ 31,79 pada tahun 2027, dibandingkan dengan US$ 28,30 sebelumnya.
Meskipun harga perak sempat melonjak, sebelum mulai melandai, HSBC memperingatkan bahwa reli tersebut "lebih disebabkan oleh hubungan perak dengan emas daripada fundamentalnya", dengan rekor tertinggi emas memberikan "tarikan gravitasi yang kuat" pada perak.
Namun, permintaan perhiasan dan perak kemungkinan akan semakin melemah karena harga yang tinggi, sementara permintaan koin dan batangan telah tergerus oleh pembelian yang kuat sebelumnya dan harga yang tinggi, tambah bank tersebut.
Di sisi pasokan, produksi tambang perak terus meningkat dengan kecepatan yang moderat, ungkap HSBC.
Model penawaran-permintaan bank memproyeksikan defisit perak sebesar 206 juta ons pada tahun 2025, meningkat dari defisit 167 juta ons pada tahun 2024. Defisit ini diperkirakan akan menyempit menjadi 126 juta ons pada tahun 2026.
HSBC juga menyatakan bahwa melemahnya dolar AS tahun ini, sebagaimana diperkirakan oleh riset HSBC, berdampak positif terhadap perak, sementara perdebatan yang sedang berlangsung mengenai pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) dan kebijakan bank sentral dapat memengaruhi harga di masa mendatang.
Di lain sisi, Dolar AS juga terpantau melemah, membuat komoditas berdenominasi dolar lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya. Indeks dolar AS (DXY), indeks yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang utama dunia lainnya seperti euro, yen Jepang, maupun poundsterling Inggris, pun kembali melemah
Melansir dari Refinitiv pada perdagangan Jumat lalu, indeks dolar AS/DXY terpantau melemah 0,42% ke level 97,85. Sepanjang pekan ini, indeks DXY melemah 0,34%.
Data yang dirilis pada Kamis lalu waktu setempat menunjukkan harga produsen AS meningkat paling tinggi dalam tiga tahun terakhir periode Juli 2025. Para trader memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) oleh The Fed sebesar 89,1% pada bulan September, turun dari sekitar 95% sebelum data dirilis.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/luc)