
Kisah Jatuh Bangun Ekonomi RI Era Soekarno-Prabowo, Siapa Juara?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami pasang surut mengikuti perkembangan jaman serta pergolakan global.
Selama 80 tahun Indonesia merdeka, ekonomi Tanah Air juga ikut mengalami pasang surut hingga pergolakan hebat. Indonesia pernah berjaya dengan tumbuh tinggi di era Soeharto tetapi kemudian hancur lebur di era yang sama. Beragam krisis juga sudah dilalui mulai dari Krisis Moneter hingga Pandemi Covid-19.
Namun demikian, ekonomi Indonesia relatif cukup stabil dalam beberapa tahun terakhir meskipun gejolak eksternal menghantam dunia.
Kemajuan suatu negara dapat ditentukan dengan sejumlah indikator, salah satunya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah indikator yang menunjukkan aktivitas perekonomian dalam menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDB menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu. PDB dapat ditunjukkan dengan dasar harga berlaku maupun harga konstan.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat pertumbuhan PDB sejak 1961 hingga 2023 secara setahun penuh. Berikut ini rangkuman pertumbuhan PDB dari masa ke masa.
Presiden Soekarno
Pada periode 1945-1949 (Masa Revolusi Kemerdekaan), kondisi ekonomi Indonesia sangat kacau akibat perang, blokade Belanda, dan hancurnya infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi hampir nol bahkan cenderung negatif, sementara produksi pertanian dan industri menurun drastis.
Memasuki era 1950-1959 (Demokrasi Liberal), pemerintah mulai membangun kembali ekonomi pasca pengakuan kedaulatan 1949. Pertumbuhan ekonomi relatif berada di kisaran 3-4% per tahun, meski tidak stabil. Namun, seringnya pergantian kabinet-tujuh kali dalam sembilan tahun-menyebabkan kebijakan ekonomi tidak konsisten. Selain itu, defisit anggaran kronis dan ketergantungan pada ekspor bahan mentah menjadi masalah utama.
Pada fase 1960-1965 (Demokrasi Terpimpin), fokus utama pemerintahan Soekarno lebih banyak pada politik dan ideologi, seperti NASAKOM serta konfrontasi luar negeri, sehingga ekonomi terabaikan. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi stagnan bahkan sempat negatif. Krisis semakin parah dengan hiperinflasi yang melampaui 600% pada 1965, nilai rupiah anjlok, utang luar negeri menumpuk, produktivitas merosot, dan perekonomian nyaris kolaps.
Presiden Soeharto
Presiden Soeharto memimpin RI sejak 1966 hingga 1998. Pria kelahiran di Yogyakarta ini menjadi presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun lewat enam kali Pemilu.
Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "The Smiling General" (bahasa Indonesia: "Sang Jenderal yang Tersenyum") karena raut mukanya yang selalu tersenyum di muka pers dalam setiap acara resmi kenegaraan.
Sepanjang kepemimpinannya, pertumbuhan PDB tertinggi terjadi pada 1968 yakni sebesar 10,92% (year on year/yoy). Angka ini merupakan pertumbuhan PDB tertinggi sepanjang sejarah hingga saat ini.
Pertumbuhan yang menakjubkan itu terjadi akibat investasi asing yang rela untuk menanamkan modalnya di Tanah Air serta peran Indonesia sebagai eksportir minyak dunia.
Namun, ekonomi Indonesia juga pernah terpuruk ke jurang resesi paling dalam setelah terjadi Krisis Moneter 1997/1998. di era Soeharto yakni kontraksi 13,13% pada1998. Krisis Moneter Asia hingga membuat Indonesia harus berhutang ke Dana Internasional Moneter (IMF).
![]() |
Saat itu Soeharto menandatangani surat perjanjian baru di hadapan Direktur Jenderal Dana Moneter Internasional (IMF) Michel Camdessus di kediaman Soeharto di Jakarta.
Foto arsip 15 Januari 1998 di atas menunjukkan Presiden Indonesia saat itu Soeharto menandatangani surat perjanjian baru di hadapan Direktur Jenderal Dana Moneter Internasional (IMF) Michel Camdessus di kediaman Soeharto di Jakarta.
Soeharto menandatangani surat yang menguraikan reformasi besar-besaran dan langkah-langkah penghematan terkait dengan bailout besar-besaran yang dipimpin oleh IMF.
Saat krisis, IMF menyetujui pinjaman untuk Indonesia sebesar 17,36 miliar Special Drawing Rights (SDR) setara US$ 23,53 miliar atau sekitar Rp 130 triliun. Namun, yang dicairkan hanya sebesar 11,1 miliar SDR atau sekitar US$ 14,99 miliar. Jumlah tersebut ekuivalen dengan Rp 93,5 triliun.
Pada 5 November 1997, IMF menyetujui pinjaman dalam bentuk stanby arrangements (sba) senilai 8,34 miliar SDR, tapi yang dicairkan hanya 3,67 miliar SDR.
Presiden BJ Habbie
BJ Habibie adalah presiden yang sebelumnya menduduki jabatan wakil presiden di masa jabatan Presiden Soeharto. Ia memimpin negara Indonesia tanpa didampingi seorang wakil presiden.
Di masa kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi memang tidak berada dalam level yang tinggi bahkan cenderung rendah mengingat pada saat itu terdapat peristiwa krisis keuangan 1998.
Indonesia pernah memiliki pengalaman kejatuhan rupiah hingga Rp17.000/US$ diikuti dengan kontraksi ekonomi Indonesia yang terpuruk sepanjang sejarah yakni terjadi pada 1998 sebesar -13,13% yoy.
Habibie dengan berbagai kebijakannya telah membalikkan ekonomi RI dari yang terkontraksi menjadi tumbuh tipis 0,79% (yoy) pada 1999.
Begitu pun dengan tingkat kemiskinan jadi 23,4% pada 1999, menurun dari 1998 yang mencapai 24,2%. Ketimpangan atau gini ratio pada 1998-1999 sebesar 0,3.
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur menjabat Presiden RI ke-4 mulai 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001.
Sepanjang kepemimpinannya, Gus Dur tidak terlalu fokus kepada pertumbuhan ekonomi, melainkan kesetaraan ekonomi (economic equality).
Dilansir dari NU Online, beberapa kebijakan Gus Dur yang mencerminkan orientasi pemerataan ekonomi yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program ini mencakup pengembangan infrastruktur, pelatihan keterampilan, dan dukungan untuk usaha mikro.
Alhasil pertumbuhan ekonomi pada 2000 dan 2001 tercatat hanya sebesar 4,92% yoy dan 3,6% yoy.
Presiden Megawati Soekarnoputri
Presiden Megawati diangkat dari kursi wakil presiden menjadi presiden. Nama lengkapnya adalah Dyah Permata Megawati Setiawati Soekarno Putri, lahir pada 23 Januari 1946 di kota Yogyakarta.
Ia terpilih presiden pada 23 Juli 2001 hingga Oktober 2004 untuk menggantikan posisi mantan presiden Abdurrahman Wahid. Wakil presiden yang mendampinginya adalah Hamzah Haz.
Hal yang jelas terlihat di masa kepemimpinannya adalah melandainya angka inflasi dari 13% menjadi 6%.
Megawati mampu mengelola anggaran negara yang kala itu masih terbatas. Pemasukan negara dari pajak sukses digenjot dengan surplus penerimaan pajak Rp1,7 triliun (2001) dan Rp180 triliun (2002).
Sedangkan dari sisi pertumbuhan ekonomi, tercatat pada 2002, 2003, dan 2004, pertumbuhan ekonomi Indonesia masing-masing sebesar 4,5% yoy, 4,8% yoy, dan 5% yoy.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Presiden keenam Indonesia akrab dengan sebutan SBY. Ia menjadi presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat.
Pertumbuhan ekonomi tertinggi tercatat pada 2011 yakni sebesar 6,5% yoy dengan rata-rata sebesar 5,79% (2005-2014).
Selama ia memimpin, SBY diuntungkan booming komoditas pada pertengahan 2000an yang ditopang oleh pertumbuhan double digit China.
Di tangan SBY, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia melonjak 425% dari Rp 2. 013 triliun pada 2003 menjadi Rp 10.569 triliun pada 2014.
PDB per kapita Indonesia juga meroket 300% dari Rp 10,51 juta pada 2004 menjadi Rp 41,9 juta pada akhir masa jabatan Oktober 2014.
Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Pertumbuhan ekonomi di era Presiden Jokowi relatif stabil dan tidak terlalu banyak berubah terkecuali pada saat pandemi Covid-19 (2020-2021).
Sementara pada 2022, Indonesia sangat diuntungkan dengan booming harga komoditas yang melambung tinggi akibat perang Rusia dan Ukraina.
Di tengah berbagai sentimen khususnya dari eksternal selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tergolong relatif baik.
Tantangan tersebut antara lain pandemi Covid-19, gejolak geopolitik global, perang dagang dan berbagai ancaman krisis, serta perubahan iklim yang menimbulkan banyak bencana.
![]() Suasana pertokoan di pasar Tanah Abang Blok B, Jakarta yang sepi akibat pandemi Covid-19, Jumat (6/11/2020). (CNBC Indonesia/Tri Susilo) |
Pada era Jokowi, Indonesia mengalami krisis ekonomi hingga resesi pada kuartal II 2020-kuartal II 2021 karena pandemi.
Selama 10 tahun era Jokowi, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,2%.
Presiden Prabowo Subianto
Prabowo mengambilalih kepemimpinan dari Jokowi sejak Oktober 2024 atau kuartal IV-2024. Selama tiga kuartal pemerintahannya, ekonomi RI tumbuh 5,02%% pada kuartal IV-2024, melandai 4,87% pada kuartal I-2025 dan terbang 5,12% pada kuartal II-2025.
(mae/luc)
