Rekor Baru! Kepemilikan Asing atas Utang AS Tembus Rp 147.500 Triliun

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
18 August 2025 11:45
INFOGRAFIS, Utang AS Menggunung
Foto: Infografis/Utang AS Menggunung/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepemilikan asing atas surat utang pemerintah Amerika Serikat (US Treasuries) kembali mencetak rekor baru. Per Juni 2025, total kepemilikan asing menembus US$9,13 triliun, atau setara sekitar Rp147.500 triliun (kurs Rp16.155/US$). Angka ini menjadi level tertinggi sepanjang sejarah, sekaligus menandai empat bulan berturut-turut posisi kepemilikan asing mencetak rekor baru.

Kenaikan pada Juni juga tercatat lebih tinggi dibanding Mei 2025 yang sebesar US$9,05 triliun. Dalam sebulan, kepemilikan asing bertambah US$80 miliar atau setara dengan sekitar Rp1.292 triliun.

Secara tahunan, lonjakan ini berarti ada tambahan hampir US$1 triliun atau setara dengan Rp16.155 triliun hanya dalam setahun terakhir. Peningkatan pesat tersebut semakin menegaskan dominasi investor global dalam membiayai utang Negeri Paman Sam.

Sejak awal 2024, ketika kepemilikan asing masih berada di kisaran US$7,95 triliun, tren pembelian Treasuries terus bergerak naik. Meski sempat diselingi fluktuasi akibat gejolak geopolitik dan kebijakan perdagangan, tren ini menunjukkan betapa kuatnya daya tarik obligasi AS sebagai aset aman di tengah ketidakpastian global terutama setelah Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif dagang baru kepada hampir seluruh mitra utama Amerika Serikat.

Jepang dan Inggris di Puncak, China Tergeser dari Daftar Pemegang Utang AS

Jepang dan Inggris kini menempati posisi teratas sebagai dua negara dengan kepemilikan terbesar atas surat utang pemerintah Amerika Serikat, sementara China justru menunjukkan tren penurunan kepemilikan.

Jepang mempertegas dominasinya dengan kepemilikan mencapai US$1,147 triliun atau sekitar Rp18.522 triliun pada Juni 2025. Angka ini naik dari posisi Desember 2024 yang sempat merosot hingga US$1,061 triliun. Sebagai investor utama surat utang AS, Jepang selama ini dikenal jarang melakukan perubahan besar dalam portofolionya meski gejolak global terus terjadi.

Berbeda dengan Jepang, Inggris justru tampil lebih agresif. Dalam 18 bulan terakhir, kepemilikannya melonjak tajam dari US$701 miliar atau setara Rp11.327 triliun pada Januari 2024 naik menjadi US$858 miliar atau Rp13.851 triliun pada Juni 2025.

Kenaikan signifikan ini membuat Inggris berhasil menyalip China sejak awal 2025 sebagai pemegang terbesar kedua. Lonjakan tersebut, menurut banyak analis, kerap mencerminkan aktivitas hedge fund global yang menjadikan London sebagai pusat investasi mereka.

Di sisi lain, China mengambil arah berlawanan. Kepemilikan Negeri Tirai Bambu turun dari US$797 miliar atau Rp12.870 triliun pada Januari 2024 menjadi hanya US$756 miliar atau Rp12.215 triliun pada Juni 2025, level terendah dalam lebih dari 15 tahun.

Penurunan ini sejalan dengan strategi Beijing untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS sekaligus memperkuat peran yuan, di tengah perlambatan ekonomi domestik serta tantangan perdagangan yang terus membayangi.

Pergeseran ini menegaskan adanya perubahan besar dalam lanskap kepemilikan asing atas utang AS. Jepang tetap menjadi jangkar stabilitas, Inggris semakin dominan berkat agresivitas investor institusional, sementara Tiongkok justru mundur.

Dinamika tersebut bukan hanya penting bagi pasar keuangan AS, tetapi juga mencerminkan arah geopolitik dan peta kekuatan ekonomi global yang semakin kompleks.

Bunga Utang Membengkak

Rekor kepemilikan asing ini terjadi di tengah meningkatnya beban bunga utang AS. Pada tahun fiskal 2024, biaya bunga bersih pemerintah mencapai US$879,9 miliar atau 13% dari total pengeluaran, lebih besar daripada alokasi Medicare yang sebesar US$874,1 miliar maupun pertahanan senilai US$873,5 miliar.

Kenaikan suku bunga The Federal Reserve sejak 2022 mendorong rata-rata bunga utang federal melonjak dari 1,55% pada Januari 2022 menjadi 3,35% per Juli 2025. Hal ini memperkuat persepsi risiko fiskal, di mana biaya bunga kini menjadi pos belanja terbesar ketiga pemerintah AS, setelah Jaminan Sosial dan layanan kesehatan.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/wur)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation