
Zona Panas: Ini Tempat Paling Bahaya & Sulit Berdamai di Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Selama tiga tahun terakhir, berbagai konflik yang terjadi di penjuru dunia terus merubah dinamika peta konflik global. Eropa & Asia Tengah serta Timur Tengah & Afrika Utara muncul sebagai kontributor terbesar terhadap meningkatnya tingkat konflik di dunia.
Kedua wilayah ini tidak hanya mengalami lonjakan jumlah peristiwa konflik, tetapi juga mengalami perluasan intensitas dan skala konflik. Hal ini kemudian memengaruhi stabilitas politik, keamanan regional, dan dinamika hubungan internasional secara keseluruhan.
Lonjakan ini sebagian besar dipicu oleh titik-titik panas geopolitik (geopolitical flashpoints), atau momen atau peristiwa besar yang memicu eskalasi kekerasan secara cepat. Contohnya, invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 yang mempengaruhi lanskap keamanan global, termasuk hubungan antara NATO, Uni Eropa, dan negara-negara tetangga.
Sementara itu, serangan Israel terhadap Palestina sejak Oktober 2023 memicu gelombang eskalasi di Timur Tengah yang berdampak hingga ke berbagai negara di sekitarnya, memperburuk ketegangan yang sudah lama ada di kawasan tersebut.
Meningkatnya ketegangan geopolitik dan ketidakstabilan regional telah mendorong tingkat konflik melonjak di banyak bagian dunia. Wilayah negara berkembang merasakan dampak paling besar karena cenderung memiliki kapasitas terbatas untuk merespons krisis.
Daftar dan analisis ini menyoroti jumlah peristiwa konflik per satu juta orang di berbagai wilayah global dari 2018 hingga 2025, berdasarkan data yang dikompilasi oleh Bank Dunia.
Lonjakan Konflik di Eropa dan Timur Tengah
Eropa dan Asia Tengah mengalami peningkatan dramatis dalam peristiwa konflik setelah invasi Rusia ke Ukraina pada awal 2022.
Sebagaimana tercantum dalam tabel ini, intensitas konflik di wilayah tersebut meningkat lebih dari tiga kali lipat dari 4,6 konflik per satu juta orang pada Maret 2018 menjadi 17,5 pada Mei 2025. Invasi Rusia ke Ukraina pada Februari menjadi titik pemicu utama, dan pada pertengahan 2022, intensitas konflik di wilayah ini melampaui sebagian besar wilayah lain.
Timur Tengah dan Afrika Utara secara konsisten menunjukkan tingkat konflik per kapita yang tinggi, namun lonjakan signifikan terjadi setelah serangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023.
Wilayah ini secara historis rentan terhadap ketidakstabilan, tetapi lonjakan terbaru menegaskan betapa cepat ketegangan berkembang menjadi kekerasan yang meluas.
Tingkat Konflik Lebih Rendah di Asia Timur dan Asia Selatan
Terlepas dari kompleksitas politik yang sedang berlangsung, wilayah seperti Asia Timur dan Pasifik, bersama dengan Asia Selatan, mempertahankan tingkat konflik yang relatif rendah dari 2018 hingga 2025.
Meskipun wilayah-wilayah ini menghadapi tantangan dan ketegangan geopolitik, sebagaimana yang diberitakan terkait konflik seputar Tiongkok dan Taiwan, wilayah berhasil menghindari titik-titik panas intens yang memicu tingkat konflik yang lebih tinggi.
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Â
(mae)