
Emas Hadapi Pekan Penuh Ujian: Benarkah Harganya Sulit Terbang Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas masih menguat meskipun tipis. Pekan ini, harga emas juga diuji dengan data inflasi Amerika Serikat (AS).
Harga emas kini telah membatasi kenaikannya, cenderung tetap berada di area konsolidasi alias sideaways. Emas berjangka membatasi kenaikannya setelah pejabat mengatakan Gedung Putih akan mengklarifikasi kebijakan tarif batangan emas batangan.
Pada perdagangan hari ini Senin (11/8/2025) hingga pukul 06.33 WIB, harga emas dunia di pasar spot melemah 0,16% di posisi US$3.393,11 per troy ons.
Sementara pada perdagangan sebelumnya Jumat (8/8/2025), harga emas dunia naik tipis 0,04% di level US$3.398,41 per troy ons. Penguatan tipis ini merupakan kenaikan harga emas selama dua hari beruntun.
Emas berjangka AS membatasi kenaikannya pada hari Jumat, mundur dari rekor tertingginya, setelah laporan bahwa Gedung Putih berencana untuk mengeluarkan perintah eksekutif yang mengklarifikasi sikap negara tersebut terhadap tarif emas batangan.
Pernyataan dari pejabat Gedung Putih mengenai perintah eksekutif yang akan datang tersebut menyusul keputusan yang diposting oleh situs web layanan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS, yang mengindikasikan bahwa Washington mungkin akan mengenakan tarif impor khusus negara untuk emas batangan yang paling banyak diperdagangkan di Amerika Serikat (AS).
"Kenaikan harga emas yang panik menunjukkan bahwa bahkan aset safe haven pun tidak kebal terhadap volatilitas yang dipicu oleh kebingungan di era tarif," ujar Susannah Streeter, kepala keuangan dan pasar, Hargreaves Lansdown.
UBS mencatat bahwa jika tarif tetap berlaku, mereka memperkirakan premi antara harga berjangka Comex dan London akan terus meningkat, begitu pula peluang arbitrase antara pusat-pusat kilang alternatif.
Para analis secara umum mencatat bahwa mereka sedang menunggu kejelasan lebih lanjut tentang masalah ini, menambahkan bahwa tarif AS untuk pengiriman emas dapat berdampak signifikan terhadap Swiss, mengingat statusnya sebagai pusat pemurnian dan transit emas terkemuka di dunia.
Barang-barang Swiss dikenakan tarif impor AS sebesar 39%, dan negara tersebut terus berdiskusi dengan AS tentang pengurangan tarif tersebut.
Beberapa kilang emas, termasuk entitas besar Swiss, telah menghentikan pengiriman emas batangan ke AS karena ketidakpastian, dua sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters.
Harga Emas Dihadang Inflasi AS
Pekan ini, AS akan mengumumkan data inflasi Juli 2025. Kabar ini tentu saja sangat ditunggu mengingat laju inflasi akan menentukan kebiakan The Fed ke depan.
Jika inflasi melandai maka harga emas bisa terdongkrak dan begitu juga sebaliknya.
Pasar emas kembali bullish sepanjang pekan lalu setelah berhasil menembus level US$3.500. Level US$3.500 telah menjadi semacam "plafon" bagi pasar ini selama beberapa waktu, dan penembusan di atasnya jelas akan menarik banyak perhatian. Namun, perlu dicatat bahwa pada sesi Jumat harga mulai berbalik melemah, sehingga ada kemungkinan momentum untuk benar-benar menembus area ini belum cukup kuat.
Meski begitu, pasar ini tetap tergolong sebagai tipe "buy on the dips" atau beli saat harga terkoreksi. Saya tidak berminat untuk melakukan short selling pada pasar ini, meskipun saya sepenuhnya memperkirakan adanya potensi penurunan harga jangka pendek.
Bank sentral terus menopang permintaan emas secara struktural. Bank Rakyat China memperpanjang tren pembelian emasnya, dengan cadangan kini diperkirakan mencapai 72,8 juta ons, sementara Reserve Bank of India telah meningkatkan kepemilikan menjadi lebih dari 850 ton.
Beberapa bank sentral negara berkembang juga mengisyaratkan niat menambah cadangan pada paruh kedua 2025, memperkuat peran emas sebagai lindung nilai terhadap depresiasi mata uang dan ketidakpastian geopolitik. Tren akumulasi ini mengurangi pasokan yang tersedia di pasar, menambah alasan bullish jangka panjang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)