
Ekonomi RI Tumbuh Tinggi Tapi Properti Gigit Jari Hingga Rugi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi yang tinggi nyatanya tidak tercermin di sektor properti. Sektor properti pada paruh pertama 2025 masih banyak yang babak belur. Hanya dua emiten yang laba-nya masih bertumbuh, yaitu PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% (year on year/yoy) pada kuartal II-2025, angka ini adalah yang tertinggi sejak kuartal II-2023 atau dua tahun terakhir. Secara kumulatif, ekonomi tumbuh 4,995% pada semester I-2025.
Pertumbuhan nyaris 5% ini justru tidak tercermin di sektor properti.
Semester I/2025 menjadi periode yang cukup berat bagi sektor properti di Indonesia. Tekanan muncul dari berbagai sisi, mulai dari deflasi beruntun yang mencerminkan lemahnya permintaan, hingga daya beli masyarakat yang terus menurun.
Kondisi ini makin diperburuk oleh pelemahan di segmen kelas menengah, kelompok yang selama ini menjadi motor utama penjualan rumah tapak dan apartemen mid-market.
Banyak dari mereka mulai menunda keputusan besar seperti membeli properti karena tekanan ekonomi dan ketidakpastian penghasilan. Alhasil, sejumlah emiten properti mencatat penurunan tajam dalam laba bersih, bahkan beberapa kembali membukukan kerugian.
Upaya Bank Indonesia memangkas suku bunga hingga 75 bps menjadi 5,25% pada tahun ini juga belum berdampak positif ke properti.
Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang mencerminkan permintaan terhadap hunian dan sektor real estat, mengalami perlambatan cukup tajam dari 8,9% pada Maret menjadi hanya 7,7% pada Juni 2025.
Data BPS menunjukkan pertumbuhan real estate menunjukkan perbaikan pada kuartal II-2025 dengan tumbuh 3,7$ (yoy).
Namun, perbaikann tersebut belum tercermin di laba perusahaan.
CNBC mencatat delapan emiten properti yang sudah merilis laporan keuangan semester I/2025, diantaranya PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS), PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), PT Sentul City Tbk (BKSL), PT Intiland Development Tbk (DILD), PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST), dan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN).
Dari delapan emiten itu, APLN yang kelihatan paling sulit dengan rugi yang semakin membengkak hampir empat kali lipat, dari Rp27,8 miliar menjadi Rp109 miliar.
BEST juga babak belur dari sebelumnya masih untung Rp10,9 miliar berbalik jadi rugi Rp58,5 miliar. Lainnya, juga terpantau mengalami penurunan pertumbuhan laba, bahkan ada yang sampai lebih dari 90% yaitu DILD.
Hanya ada dua yang masih mencatat pertumbuhan ciamik yaitu PWON dan ASRI. Berikut rinciannya :
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)