
Bak Bangkit dari Kubur, Harga Emas Melejit 2% Tersengat Kabar Baru Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali menguat tajam pada perdagangan terakhir pekan ini. Melansir dari Refinitiv, harga emas di perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (1/8/2025) ditutup di posisi US$3.362,51 per troy ons. Harganya mengalami kenaikan hingga 2,20% dan mencatatkan kenaikan mingguan sebesar 0,80%, mengakhiri tren penurunan yang sempat terjadi dalam dua pekan berturut-turut sebelumnya.
Lonjakan harga emas terjadi setelah tenggat waktu negosiasi tarif berakhir pada 1 Agustus 2025, disusul oleh pengumuman tarif baru oleh Presiden AS Donald Trump terhadap berbagai negara mitra dagang serta data ketenagakerjaan AS menunjukkan perlambatan tajam.
Kenaikan tajam harga emas terjadi setelah data ketenagakerjaan AS menunjukkan pelemahan signifikan. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa nonfarm payrolls hanya bertambah 73.000 pada Juli, jauh di bawah ekspektasi dan turun dibanding revisi bulan Juni yang hanya 14.000.
Lemahnya pertumbuhan lapangan kerja ini mendorong pasar untuk memperkirakan akan ada dua kali pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) sebelum akhir 2025, dimulai pada September.
"Angka payrolls memang di bawah ekspektasi, dan ini memperbesar peluang The Fed akan memangkas suku bunga. Ini tentu menguntungkan emas," kata Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities dikutip dari Reuters.
Emas sebagai aset non-yielding atau asset yang tidak memberikan bunga atau dividen cenderung menjadi pilihan utama investor ketika suku bunga rendah karena opportunity cost memegang emas menjadi lebih kecil.
Selain data ketenagakerjaan, sentimen positif bagi emas juga datang dari ketidakpastian global akibat kebijakan perdagangan terbaru dari Presiden AS Donald Trump.
Selain itu, sentimen positif bagi emas juga datang dari meningkatnya ketidakpastian global akibat kebijakan perdagangan terbaru Presiden AS Donald Trump. Pemerintah AS resmi mengumumkan gelombang baru tarif terhadap puluhan negara mitra dagangnya termasuk Kanada, Brasil, India, dan Taiwan. Ketegangan dagang ini mendorong investor mengalihkan dananya ke instrumen safe haven seperti emas.
"Di tengah tekanan inflasi akibat tarif dan upah yang tinggi, namun data tenaga kerja yang lemah, langkah The Fed untuk memangkas suku bunga akan menjadi katalis positif yang kuat bagi harga emas," tambah Melek.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/luc)