Harga Batu bara Akhirnya Jatuh Usai Terbang 4 Hari

mae, CNBC Indonesia
31 July 2025 06:45
Pekerja membersihkan sisa-sisa batu bara yang berada di luar kapal tongkang pada saat bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemerintah Indonesia berambisi untuk mengurangi besar-besaran konsumsi batu bara di dalam negeri, bahkan tak mustahil bila meninggalkannya sama sekali. Hal ini tak lain demi mencapai target netral karbon pada 2060 atau lebih cepat, seperti yang dikampanyekan banyak negara di dunia. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara akhirnya tersandung setelah terbang empat hari.

Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Rabu (31/7/2025) ditutup di posisi US$ 117,1 per ton, atau turun 0,76%. Penguatan ini memutus tren positif batu bara yang terbang 5,1% dalam empat hari sebelumnya.

Harga batu bara melemah karena aksi profit taking serta melemahnya permintaan. Koreksi ini merupakan hal wajar mengingat batu bara sudah terbang 5% lebih.

Permintaan impor dari Jepang turun terkontraksi 4,3% (year on year/yoy) pada Juni 2025 menjadi 10,68 juta ton. Secara keseluruhan, impor Jepang pada Januari-Juni 2025 juga koreksi 4,1% menjadi 74,11 juta ton.

Harga batu bara juga melemah karena pasokan batu bara di China melimpah. Jumlah truk yang tiba di pelabuhan perbatasan China meningkat yang bisa menambah pasokan batu bara di Negeri Tirai Bambu.
Kedatangan ini akan semakin menambah pasokan di China yang justru dihadapkan pada peningkatan produksi.

Produksi batu bara meningkat pesat di tiga negara utama China, India, dan Indonesia. Ketiganya mempercepat produksi dalam beberapa bulan terakhir, mendorong surplus signifikan di pasar global. Kondisi ini membuat batu bara tertekan.

Di China, impor batu bara diperkirakan anjlok hingga 100 juta ton pada 2025. Kenaikan produksi domestik dan kebijakan pemerintah yang memprioritaskan suplai dalam negeri menjadi penyebab utamanya.

Dalam jangka pendek, harga batu bara ditopang oleh permintaan listrik karena kenaikan suhu udara di sejumlah negara, seperti Jepang.
Ancaman keringnya Sungai Rhine di Jerman juga ikut membuat harga naik.

Namun, kondisi itu kemungkinan tidak bertahan lama sehingga harga rawan tertekan.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

.

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation