
Tok! The Fed Tahan Suku Bunga, Pertama dalam 32 Tahun Voting Terbelah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) kembali menahan suku bunganya di level 4,25-4,50%. Namun, keputusan kali ini tidak bulat. The Fed juga masih membuka peluang untuk dua kali pemangkasan suku bunga hingga akhir 2025.
The Fed mengumumkan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (31/7/2025). Ini merupakan kali kelima The Fed menahan suku bunganya setelah terakhir kali menurunkan suku bunganya pada pertemuan Desember 2024.
Seperti diketahui, The Fed telah mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September 2023-Agustus 2024 atau lebih dari setahun sebelum memangkasnya pada September 2024 dan dilanjutkan pada November serta Desember 2024 dengan total 100 basis poin (bps) di tahun kemarin.
Yang menarik, dua pejabat tinggi, Gubernur Christopher Waller dan Michelle Bowman, menyatakan ketidaksetujuan atau beda pendapat. Mereka lebih memilih agar suku bunga dipangkas 25 bps.
Ini adalah pertama kalinya sejak 1993 dua gubernur menolak dalam satu rapat Federal Open Market Committee (FOMC).
Dikutip dari pernyataan The Fed, sebanyak sebanyak sembilan anggota FOOMC memilih untuk mempertahankan suku bunga (Jerome H. Powell/Ketua, John C. Williams/Wakil Ketua, Michael S. Barr, Susan M. Collins, Lisa D. Cook. Austan D. Goolsbee, Philip N. Jefferson, Alberto G. Musalem, dan Jeffrey R. Schmid).
Dua menolak keputusan karena ingin memangkas suku bunga yakni Mchelle W. Bowman dan Christopher J. Waller. Sementara itu, satu anggota tidak hadir dan tidak memberikan suara yakni Adriana D. Kugler.
Perbedaan pandangan ini mencerminkan situasi luar biasa dan tidak nyaman yang dihadapi bank sentral.
Pengambil kebijakan ingin menunggu lebih banyak data untuk melihat dampak perang dagang Trump terhadap ekonomi AS, tetapi mereka menghadapi tekanan terus-menerus dari Gedung Putih karena pendekatan "wait and see" ini.
Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan dalam konferensi pers pasca-rapat bahwa ini masih merupakan masa-masa awal dari tarif Trump dan dampaknya terhadap ekonomi AS sehingga masih ada banyak ketidakpastian.
Tentang perbedaan suara dan kemungkinan pemangkasan, Powell melihatnya bukan masalah besar.
"Yang penting dari siapa pun, termasuk pihak yang tidak setuju, adalah mereka memberikan penjelasan yang jelas mengenai argumen dan pemikirannya. Dan hari ini kami mendapatkan itu. Ini adalah pertemuan yang baik di mana setiap orang menyampaikan posisinya dengan pertimbangan matang," ujar Powell, dalam konferensi pers, dikutip dari CNBC International.
Meskipun The Fed belum memangkas suku bunga saat ini, pelaku pasar memperkirakan bahwa bank sentral akan melakukan setidaknya satu pemangkasan tahun ini, bahkan mungkin dua kali sebelum akhir 2025. Pemangkasan pertama diperkirakan dilakukan di September.
Namun Powell menekankan masih terlalu banyak ketidakpastian di ekonomi untuk memastikan keputusan tersebut:
"Kami belum membuat keputusan untuk bulan September," katanya.
Data CME FedWatch Tool menunjukkan sebelum komentar Powell, para pelaku pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga di September sebesar 64%, namun setelah pernyataannya, kemungkinan penurunan suku bunga seperempat poin turun menjadi 46%,
Pasar Tenaga Kerja AS dan PDB Menjadi Kekhawatiran
Pasar kerja telah menjadi pilar kekuatan utama ekonomi AS selama bertahun-tahun, tetapi kini mulai muncul tanda-tanda pelemahan seiring meningkatnya beban tarif.
Selain mengendalikan inflasi, The Fed juga memiliki mandat untuk menjaga pasar tenaga kerja. Sebagai catatan, tingkat pengangguran AS melandai 4,1% pada Juni, dari 4,2% pada Mei 2025.
Data terbaru juga menunjukkan perusahaan swasta di Amerika Serikat menambah 104.000 lapangan kerja pada Juli 2025, menjadi kenaikan terkuat sejak Maret dan jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 75.000.
Powell menegaskan bahwa kondisi pasar tenaga kerja masih baik tetapi dia juga mengakui bahwa terjadi pelambatan penciptaan lapangan kerja dan adanya risiko penurunan ke depan.
Powell juga mengatakan bahwa The Fed memantau permintaan dan pasokan tenaga kerja, yang saat ini turut dipengaruhi oleh kebijakan pengetatan imigrasi oleh Trump.
Keputusan The Fed ini diambil di hari yang sama ketika data baru menunjukkan lemahnya momentum ekonomi.
Departemen Perdagangan melaporkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 3% (annualized) pada kuartal kedua lebih tinggi dari ekspektasi ekonom dan memantul tajam dari kontraksi kuartal pertama sebesar -0,5% yang dipicu lonjakan impor menjelang tarif baru.
Namun, angka utama ini menutupi kelemahan mendasar yang terlihat dalam rincian laporan.
"Meskipun fluktuasi ekspor-impor bersih terus memengaruhi data, indikator terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan aktivitas ekonomi melambat pada paruh pertama tahun ini." Tulis The Fed.
Reaksi Pasar
Bursa Wall Street bereaksi beragam terhadap hasil keputusan The Fed.
Indeks S&P 500 turun 0,12%, ditutup di posisi 6.362,90, indeks Dow Jones Industrial Average melemah 171,71 poin atau 0,38%, berakhir di 44.461,28 serta indeks Nasdaq Composite justru naik 0,15%, ditutup di 21.129,67
"Jarang sekali dua gubernur The Fed memberikan suara menolak dalam satu pertemuan FOMC, tapi kali ini penolakan itu sangat diperkirakan," ujar Jack McIntyre, manajer portofolio di Brandywine Global, kepada CNBC Inetrnational.
Dia menambahkan perbedaan pendapat ini lebih pada waktu pemangkasan suku bunga, bukan arah kebijakan.
"Jadi bukan hal besar. Dampak sebenarnya dari penolakan itu adalah menarik Powell ke arah kebijakan dovish untuk September." Imbunya,
McIntyre memperkirakan The Fed akan memotong suku bunga pada bulan September, kecuali ada kejutan besar dalam laporan ketenagakerjaan Juli dan Agustus.
The Fed di Tengah Gejolak Politik AS
Keputusan menahan suku bunga datang di tengah periode yang luar biasa bagi bank sentral.
Presiden AS Donald Trump secara terbuka menyerukan pengunduran diri Powell, bahkan pernah mempertimbangkan (meskipun secara hukum dipertanyakan) untuk memecatnya. Meski kini ancaman pemecatan sudah mereda, Trump tetap mengkritik mantan pejabat yang ia tunjuk sendiri dan kini sering ia juluki sebagai "Terlalu Lambat".
Trump telah menyarankan agar The Fed menurunkan suku bunga acuannya sebesar 3 poin persentase penuh, yang menurutnya dapat menurunkan biaya bunga utang nasional dan mendorong pasar perumahan yang lesu.
Selain urusan suku bunga, pemerintahan Trump juga mengecam Powell dan The Fed atas pembengkakan biaya proyek renovasi besar di dua gedung The Fed di Washington. Powell bersikukuh bahwa pembengkakan biaya bukan akibat salah kelola, melainkan karena kenaikan biaya konstruksi sejak proyek itu dimulai.
Pertemuan besar berikutnya bagi The Fed adalah acara tahunan di Jackson Hole, Wyoming, pada akhir Agustus. Acara ini secara historis menampilkan pidato kebijakan penting dari Ketua The Fed dan sangat dinanti pelaku pasar.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
