Melandainya imbal hasil menandai investor mulai membeli SBN sehingga harganya naik dan imbal hasil turun.
Dari pasar saham AS, bursa Wall Street ditutup beragam pada perdagangan Rabu atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Mayoritas indeks melemah setelah Ketua The Fed Jerome Powell mengisyaratkan bahwa bank sentral belum siap memangkas suku bunga, sambil menilai dampak tarif impor yang lebih tinggi dari Presiden Donald Trump terhadap inflasi.
Indeks S&P turun 0,12% dan ditutup di posisi 6.362,90. Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 171,71 poin atau 0,38% ke level 44.461,28, sementara Nasdaq Composite justru naik 0,15% dan berakhir di 21.129,67.
Pada puncaknya dalam sesi perdagangan, S&P 500 sempat naik hingga 0,4%, dan Dow menguat 0,2% sebelum akhirnya terkoreksi.
Investor mencermati pernyataan Powell dalam konferensi pers untuk mencari petunjuk arah kebijakan selanjutnya dari The Fed setelah mereka memutuskan menahan suku bunga pada pertemuan Juli. Powell menyatakan bahwa belum ada keputusan terkait perubahan kebijakan pada pertemuan berikutnya di bulan September.
"Kewajiban kami adalah menjaga ekspektasi inflasi jangka panjang tetap stabil dan mencegah kenaikan harga satu kali berubah menjadi masalah inflasi berkelanjutan," ujar Powell, dikutip dari CNBC International.
Dia menambahkan tarif impor yang lebih tinggi mulai terlihat lebih jelas memengaruhi harga beberapa barang, namun dampaknya secara keseluruhan terhadap aktivitas ekonomi dan inflasi masih perlu dilihat lebih lanjut.
Analis strategi UBS, Alvise Marino, kepada CNBC International mengatakan investor saat ini memang sedang fokus pada faktor-faktor makro, namun mereka tidak seharusnya mengabaikan pernyataan The Fed setelah pertemuan kebijakan yang berakhir Rabu.
"Pandangan umum di pasar tampaknya adalah bahwa laporan ketenagakerjaan Juli yang keluar pada 1 Agustus akan memiliki dampak pasar yang lebih besar dibanding keputusan suku bunga, karena laporan tersebut memberikan informasi yang lebih terkini mengenai arah kebijakan moneter," tutur Marino.
Dia menambahkan bagaimana FOMC menggambarkan faktor-faktor seperti kinerja laba perusahaan yang kuat atau pelonggaran kondisi keuangan saat ini akan sangat memengaruhi persepsi pasar terhadap independensi The Fed.
Departemen Perdagangan melaporkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 3% secara tahunan pada kuartal kedua lebih tinggi dari ekspektasi ekonom dan memantul tajam dari kontraksi kuartal pertama sebesar -0,5% yang dipicu lonjakan impor menjelang tarif baru.
Data terbaru juga menunjukkan perusahaan swasta di Amerika Serikat menambah 104.000 lapangan kerja pada Juli 2025, menjadi kenaikan terkuat sejak Maret dan jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 75.000.
Pasar keuangan Indonesia hari ini diperkirakan akan bergerak volatile setelah The Fed belum menunjukkan tanda-tanda pemangkasan. Data tenaga kerja dan ekonomi AS yang kuat juga membuat pemangkasan bisa semakin menjauh. Di sisi lain, investor juga menunggu data dan keputusan penting dari China dan Jepang hari ini.
Dari dalam negeri, investor tengah menanti sejumlah rilis kinerja keuangan perusahaan Tanah Air.
Keputusan The Fed
The Fed kembali menahan suku bunga di 4,25-4,50% pada Juli 2025. Ini merupakan penangguhan kelima berturut-turut sejak pemangkasan terakhir Desember 2024. Meski demikian, The Fed masih membuka peluang dua kali pemangkasan lagi hingga akhir 2025.
Yang mengejutkan, dua gubernur-Christopher Waller dan Michelle Bowman-menolak keputusan ini, mendesak pemangkasan 25 bps. Ini pertama kalinya sejak 1993 dua penolakan muncul dalam satu pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).
Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan belum ada keputusan final untuk September, mengingat ketidakpastian dampak tarif Trump dan pelemahan pasar tenaga kerja.
"Ini masih masa-masa awal efek tarif Trump. Kami butuh lebih banyak data," ujarnya dalam konferensi pers, dikutip dari CNBC International.
Pasar sebelumnya memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga September sebesar 64%, namun anjlok ke 46% setelah komentar Powell.
Powell menegaskan The Fed masih membutuhkan lebih banyak data pendukung untuk memangkas suku bunga.
Pasar kerja AS, yang selama ini menjadi andalan, mulai menunjukkan tanda-tanda melemah. Powell mengakui penciptaan kerja melambat dan kebijakan imigrasi Trump ikut menekan pasokan tenaga kerja.
Dalam pernyataannya, The Fed mengatakan pertumbuhan aktivitas ekonomi melambat pada paruh pertama tahun ini. Tingkat pengangguran tetap rendah, dan kondisi pasar tenaga kerja tetap solid. Sementara itu, inflasi masih berada pada level yang cukup tinggi.
Data Tenaga Kerja AS
Pasar global mendapat kejutan positif dari laporan ketenagakerjaan sektor swasta Amerika Serikat versi ADP. Data terbaru menunjukkan penambahan 104.000 pekerjaan sepanjang Juli, jauh melampaui proyeksi konsensus sebesar 77.000.
Ini juga menjadi rebound tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan kontraksi -23.000 pekerjaan.
Lonjakan ini mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja AS masih cukup resilien, terutama di tengah spekulasi pelonggaran kebijakan moneter oleh The Fed.
Data ADP, yang mengacu pada penggajian lebih dari 400.000 perusahaan di AS, sering dijadikan indikator awal untuk memperkirakan arah data ketenagakerjaan resmi dari Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) yang akan dirilis Jumat esok.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan terbesar datang dari leisure & hospitality yang menambahkan 46.000 pekerjaan, mencerminkan pemulihan kuat di sektor konsumen dan pariwisata.
Sektor keuangan juga menunjukkan momentum dengan 28.000 pekerjaan baru, disusul sektor konstruksi (+15.000) dan manufaktur (+7.000). Sebaliknya, sektor pendidikan dan layanan kesehatan kembali melemah dengan kehilangan 38.000 pekerjaan, memperpanjang tren negatif yang berlangsung sejak awal tahun.
Data juga memperlihatkan ketimpangan berdasarkan skala perusahaan. Perusahaan besar (lebih dari 500 karyawan) mencatat kenaikan 46.000 pekerjaan, sedangkan bisnis kecil (di bawah 20 karyawan) justru kehilangan 47.000 pekerja.
Dari sisi regional, wilayah Barat (+75.000) dan Selatan (+43.000) mencatat pertumbuhan signifikan, sementara wilayah Timur Laut mengalami penurunan -18.000 pekerjaan.
Dari sisi pasar, laporan ini memberi sentimen positif terhadap dolar AS dan bisa memperkuat posisi aset-aset berdenominasi US$. Namun di sisi lain, pasar obligasi mungkin akan menyesuaikan ekspektasi mereka terhadap arah kebijakan moneter, mengingat kekuatan ekonomi belum sepenuhnya melunak
Ekonomi AS Tumbuh 3%
Ekonomi Amerika Serikat tumbuh sebesar 3% secara tahunan (annualized) pada kuartal II 2025, bangkit dari kontraksi sebesar 0,5% pada kuartal I, dan melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 2,4%, menurut estimasi awal.
Ekspansi ini terutama disebabkan oleh penurunan tajam impor sebesar 30,3%, setelah sebelumnya melonjak 37,9% pada kuartal I, ketika pelaku usaha dan konsumen bergegas menimbun barang menjelang kenaikan harga yang diperkirakan akibat serangkaian pengumuman tarif baru.
Pengeluaran konsumen juga meningkat lebih cepat (naik 1,4% dibanding 0,5% pada kuartal I), terutama dipimpin oleh konsumsi barang (naik 2,2% dibanding 0,1%). Namun demikian, pertumbuhan belanja konsumen ini merupakan yang paling lemah dalam dua kuartal berturut-turut sejak masa pandemi COVID.
Pengeluaran pemerintah kembali tumbuh (naik 0,4% dibanding sebelumnya turun 0,6%).
Sementara itu, investasi tetap (fixed investment) melambat menjadi 0,4% dari sebelumnya 7,6%, dengan penurunan pada investasi struktur (-10,3% vs -2,4%) dan perumahan (-4,6% vs -1,3%), serta perlambatan investasi peralatan (4,8% vs 23,7%).
Selain itu, ekspor turun sebesar 1,8%, menjadi penurunan terbesar sejak kuartal II 2023, dibandingkan kenaikan 0,4% pada kuartal sebelumnya.
Persediaan swasta (private inventories) menyumbang pengurangan sebesar 3,17 poin persentase terhadap pertumbuhan.
Pajak Kripto Terombak, PPh Naik, PPN Dihapus dengan Syarat
Dari dalam Negeri, pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi aset kripto menjadi 0,21% mulai tahun pajak 2026, naik dari sebelumnya 0,1%. Ketentuan ini tertuang dalam PMK No. 50/2025 yang diteken Menkeu Sri Mulyani.
Namun, kabar baiknya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas aset kripto akan dibebaskan, asalkan aset tersebut dipersamakan dengan surat berharga dan bukan merupakan jasa kena pajak.
Meski begitu, PPN tetap dikenakan untuk layanan yang memfasilitasi perdagangan kripto, seperti platform exchange (PMSE), dompet digital, dan jasa verifikasi transaksi (mining).
Tarif PPN untuk layanan-layanan ini mengacu pada skema efektif 11% sesuai PMK 131/2024.
PMK ini juga menetapkan bahwa penjual aset kripto akan dikenakan PPh final 0,21% atas nilai transaksi. Dalam hal transaksi dilakukan melalui sarana elektronik milik PMSE dan bukan melalui entitas terdaftar di Bappebti, maka tarif PPh melonjak menjadi 1%.
Pajak ini wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penyelenggara sistem elektronik.
Di sisi teknis, PMK menyertakan simulasi rinci untuk transaksi kripto dengan fiat maupun swap antar koin. Misalnya, dalam penjualan 0,7 koin senilai Rp500 juta, PPh yang dikenakan adalah Rp735.000 Dalam swap antar koin, masing-masing pihak juga dikenakan PPh atas nilai konversi aset yang ditransaksikan.
Revisi aturan ini menunjukkan bahwa pemerintah makin serius menata ruang pajak di sektor aset digital, seiring dengan makin berkembangnya transaksi kripto di Indonesia
Bagi investor dan pelaku industri, aturan baru ini bisa berdampak pada likuiditas, perencanaan investasi, dan struktur biaya ke depan.
Kinerja Unilever dan BBRI di Semester I 2025
Hari ini, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan PT Unilever Indonesia dijadwalkan mengumumkan laporan keuangan semester I-2025 pada hari ini, Kamis (31/7/2025). Laporan keuangan ini menyusul dua bank yang sudah lebih dulu merilis kinerjanya.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan laba bersih sebesar Rp29 triliun pada semester I-2025, tumbuh 8% secara tahunan (yoy).
Kinerja ini ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 6,75% yoy menjadi Rp42,64 triliun, dengan net interest margin (NIM) yang menguat ke level 5,78%.
Pertumbuhan kredit tercatat 12,9% yoy menjadi Rp959 triliun, sementara rasio kredit bermasalah gross dan net turun masing-masing ke 2,47% dan 2,17%.
Dari sisi pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) meningkat 5,7% yoy menjadi Rp1.190 triliun, dengan komposisi dana murah (CASA) masih dominan di 82,5% atau Rp982 triliun. Namun, rasio loan to deposit (LDR) BCA masih menunjukkan sikap konservatif, berada di 78,04% atau hanya sedikit di atas batas bawah ketentuan BI.
Nampaknya, BCA belum terlalu agresif menyalurkan kredit, meskipun likuiditas cukup longgar.
Di sisi lain, penempatan pada surat berharga juga naik menjadi Rp386,42 triliun, tumbuh 3,7% yoy.
Sementara itu, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) melaporkan laba sebelum pajak sebesar Rp4,4 triliun, dengan earnings per share Rp137,43.
Kredit naik 6,8% yoy menjadi Rp231,8 triliun, ditopang pertumbuhan di segmen korporasi, UKM, dan konsumer. DPK naik 4,8% yoy menjadi Rp261,9 triliun, dengan rasio CASA di 69%, CAR kuat di 24%, dan LDR mencapai 87,3%.
Unit usaha syariah CIMB Niaga juga terus mengukuhkan posisinya sebagai yang terbesar di Indonesia dengan pembiayaan mencapai Rp59,6 triliun. Sekitar 25% dari total pembiayaan bank kini mengarah pada sektor berkelanjutan, termasuk energi hijau dan inisiatif karbon lewat IDX Carbon. Bank ini juga menjalin kemitraan dengan UNEP dan UN Women untuk mendorong pembiayaan inklusif bagi UKM perempuan.
Kebijakan Suku Bunga Jepang
Bank of Japan (BoJ) akan menggelar rapat suku bunga pada hari ini, Kamis (31/7/2025). BoJ diperkirakan akan kembali mempertahankan suku bunga acuan di 0,5%, tertinggi sejak 2008, seiring upaya normalisasi kebijakan moneter.
BoJ berkomitmen mengurangi pembelian obligasi pemerintah Jepang (JGB), dengan target pemotongan bertahap hingga 2027. Langkah ini menandai transisi hati-hati Jepang dari era suku bunga ultra-rendah, meski krisis di pasar obligasi masih jadi perhatian pelaku pasar global.
Sebagai bank sentral dari ekonomi terbesar ketiga dunia, keputusan BoJ soal suku bunga dan stimulus moneter punya efek domino ke pasar global.
Jika BoJ mengetatkan kebijakan dan yen menguat, investor global bisa menarik modal dari emerging markets seperti Indonesia. Ini berisiko memicu capital outflow, menekan rupiah, dan menaikkan imbal hasil obligasi pemerintah (SUN).
Jepang juga merupakan investor besar di Indonesia, baik lewat kepemilikan surat utang negara maupun investasi langsung di sektor manufaktur dan infrastruktur. Perubahan arah kebijakan BoJ bisa memengaruhi arus FDI dan portofolio ke tanah air.
Sentimen pasar Asia pun bisa goyah jika BoJ membuat kejutan. Bursa Tokyo yang volatil kerap menular ke IHSG. Selain itu, jika BoJ mulai keluar dari era suku bunga nol, ini bisa menjadi sinyal berakhirnya era uang murah global, memicu tekanan tambahan ke dolar dan rupiah.
PMI Manufaktur China
NBS akan merilis data PMI Manufaktur China pada hari ini Kamis (31/7/2025) untuk periode Juli 2025.
Sebagai catatan, PMI manufaktur resmi China naik tipis ke 49,7 pada Juni 2025, masih dalam zona kontraksi tapi menunjukkan tren perbaikan. Kinerja didorong oleh peningkatan output dan pesanan baru, dibantu stimulus domestik dan kesepakatan dagang dengan AS. Namun tekanan tenaga kerja dan kepercayaan bisnis masih menjadi hambatan. Rilis PMI pekan depan akan menjadi indikator penting kelanjutan pemulihan ekonomi China.
PMI manufaktur China menjadi salah satu indikator global yang krusial bagi Indonesia.
Pertama, China adalah mitra dagang utama Indonesia, terutama dalam ekspor batu bara, nikel, tembaga, dan minyak sawit mentah (CPO). Jika PMI China meningkat, artinya industri mereka sedang ekspansif dan permintaan bahan baku dari Indonesia cenderung naik. Sebaliknya, kontraksi PMI bisa menjadi sinyal lemahnya permintaan, berisiko menekan ekspor RI.
Kedua, PMI China berpengaruh langsung ke harga komoditas global. Angka yang lemah bisa menurunkan harga batu bara, minyak, dan logam - komoditas andalan ekspor Indonesia. Imbasnya: potensi pelemahan neraca dagang dan tekanan ke rupiah.
Ketiga, sentimen pasar dan arus modal juga terpengaruh. PMI yang memburuk sering menimbulkan kekhawatiran investor global terhadap prospek ekonomi Asia, mendorong capital outflow dari emerging markets, termasuk Indonesia.
Keempat, sebagai "mesin industri Asia", perlambatan sektor manufaktur China dapat mengganggu rantai pasok, termasuk bagi sektor manufaktur Indonesia yang banyak mengimpor mesin dan bahan baku dari Negeri Tirai Bambu.
Terakhir, PMI juga menjadi sinyal awal perubahan kebijakan di China. Jika terus lesu, pemerintah China bisa merespons dengan stimulus yang justru membuka peluang ekspor baru bagi Indonesia.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
-
Laporan Kinerja Keuangan Perusahaan pada kuatal II tahun 2025 oleh PT Unilever Indonesia
-
Press Conference Paparan Kinerja Keuangan BRI Kuartal II
-
DBS Foundation & Dicoding Indonesia mengumumkan kelulusan peserta 'Coding Camp 2025 powered by DBS Foundation
-
Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Rencana Aksi Implementasi PP No. 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak untuk Penguatan Pelindungan Anak
-
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi akan konferensi pers
-
Bank Nasional (PERBANAS) menyelenggarakan PERBANAS Review of Indonesia's Mid-Year Economy (PRIME) 2025
-
Media Briefing terkait:
1. PMK 50 tahun 2025 tentang PPN dan PPh atas transaksi aset kripto
2. PMK 51 tahun 2025 tentang PPh Pasal 22 atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha bidang lain
3. PMK 53 tahun 2025 tentang perubahan PMK no 11 tahun 2025
-
Kemenko Perekonomian akan menyelenggarakan konferensi pers terkait launching Visa EU Cascade di Selasar Loka Kretagama, Gedung Ali Wardhana, kantor Kemenko Perekonomian. Narasumber: Menko Perekonomian.\
-
Kemenperin menggelar rilis Indeks Kepercayaan Industri bulan Juli 2025 yang akan dilaksanakan di Ruang Rapat Nuri Lantai 2, kantor Kemenperin. Narasumber: Juru Bicara Kemenperin.
-
Dialog Industri Otomotif Nasional bertemakan "Perang Harga Vs Pembangunan Industri: Siapa Untung, Siapa Tertinggal?" yang akan dihelat di Garuda Room, Hall Nusantara, ICE BSD, Kabupaten Tangerang Tangerang.
-
Hutchison, dan GASA Meluncurkan Chapter Indonesia di Indosat Marvelous Xperience Center, Jakarta Pusat. Turut hadir antara lain Wakil Menteri Komunikasi dan Digital dan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital.
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
-
RUPS PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW)
-
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Asuransi Dayin Mitra Tbk (ASDM)
-
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Gema Grahasarana Tbk (GEMA)
-
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Multi Indocitra Tbk (MICE)
-
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Multi Hanna Kreasindo Tbk (MHKI)
-
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Data Sinergitama Jaya Tbk (ELIT)
-
Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Perdana Gapura Prima Tbk (GPRA)
Berikut Indikator Ekonomi RI:
CNBC Indonesia Research
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.