
Gelombang Panas Dongkrak Harga Batu Bara, Eropa Siap Bayar Mahal

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali terbang ditopang oleh peningkatan penggunaan listrik di tengah kenaikan suhu udara.
Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Selasa (29/7/2025) ditutup di posisi US$ 118 per ton, atau naik 0,43%. Penguatan ini memperpanjang tren positif batu bara yang terbang 5,1% dalam empat hari terakhir.
Harga penutupan kemarin juga menjadi yang tertinggi sejak 3 Februari 2025 atau hampir enam bulan.
Harga batu bara terus menanjak ditopang meningkatnya permintaan penggunaan pendingin udara (AC) yang dipicu oleh cuaca musim panas yang panas di sejumlah negara. Cuaca ini juga membantu mengurangi kelebihan stok batu bara.
Pada Jumat, pembangkit listrik tenaga batu bara di Tokyo, Jepang, mencapai tingkat produksi tertinggi dalam 10 bulan, seiring dengan suhu udara yang melebihi level normal.
Kenaikan ini menandai pembalikan tren harga batu bara laut (seaborne coal), yang sebelumnya sempat jatuh ke level terendah sejak 2021 pada awal tahun ini karena musim dingin yang lebih hangat dari biasanya di China dan negara-negara pengimpor besar Asia lainnya, yang menekan permintaan. Namun, harga saat ini masih 75% lebih rendah dibandingkan puncaknya setelah pecahnya perang Rusia-Ukraina pada tahun 2022.
Cuaca Panas di Asia Timur Picu Risiko Kenaikan Permintaan Batu Bara
Dalam laporan tanggal 27 Juli, para analis Goldman Sachs, termasuk Hongcen Wei, menyatakan bahwa suhu yang lebih tinggi dari normal di China, Jepang, dan Korea Selatan menciptakan risiko tambahan terhadap kenaikan permintaan batu bara.
Stok batu bara di China telah menurun sejak awal Juni dan saat ini berada di bawah level tahun lalu, yang kemungkinan akan mendorong peningkatan impor selama tiga bulan ke depan.
Kenaikan harga batu bara disebabkan oleh proyeksi kenaikan permintaan di Jerman. Namun, di sisi lain, Sungai Rhine sebagai nadi pengangkutan terancam kering.
Dilansir dari Montel News, operator kapal tongkang batubara melaporkan penurunan muatan lebih dari separuh dari kapasitas normal karena turunnya level air di Sungai Rhine.
Meskipun pengiriman melalui sungai terganggu, utilitas listrik di Jerman menyatakan bahwa stok di pembangkit cukup. Beberapa di antaranya bahkan menunda pengiriman lewat jalur sungai untuk sementara.
Di beberapa bagian sungai, ketinggian air telah turun di bawah satu meter, mempersempit jalur pelayaran dan membatasi jumlah muatan per kapal.
Dampak dari penurunan ini adalah kapal harus membawa muatan lebih ringan agar aman melintasi air dangkal, yang berarti dibutuhkan lebih banyak kapal untuk mengangkut volume yang sama.
Dengan jumlah kapal dan trip meningkat, operator menaikkan tarif pengiriman guna menutupi ongkos tambahan dan risiko operasional.
Menurut firma analisis Kpler, harga batubara di Eropa diperkirakan akan naik sekitar 20%, mencapai rata-rata US$125 per ton pada kuartal keempat 2025.
Proyeksi ini didorong ekspektasi terhadap pembakaran batubara yang meningkat di Jerman, sebagai bagian dari permintaan energi domestik yang lebih tinggi.
Permintaan regional meningkat terutama dari negara industri besar seperti Jerman, yang diperkirakan akan membakar lebih banyak batubara guna mengantisipasi musim dingin atau fluktuasi pasokan energi.
Harga spot saat ini sekitar US$104/t,on sehingga US$125/ton menandai kenaikan sekitar 20% dari level sekarang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
