
IHSG Bersiap Hadapi Rebalancing Indeks: BBTN, AADI, GGRM-WIFI Kena

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor kini tengah memperhatikan beberapa emiten yang terdampak dari beberapa rebalancing indeks. Terdapat saham yang didepak dari beberapa indeks, terdapat pula saham yang masuk di beberapa indeks. Hal ini pun akan berpengaruh terhadap pergerakan harga saham-saham tersebut yang tentunya dapat berpengaruh pada kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan rebalancing indeks sahamnya mulai dari evaluasi mayor hingga minor. Berdasarkan pengumuman yang dirilis oleh BEI dalam No. Peng-00139/BEI.POP/07-2025, terpantau terdapat lima indeks yang melakukan perubahan daftar saham, sementara tiga indeks lainnya tidak mengalami perubahan.
Saham milik Garibaldi alias Boy Thohir, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) berhasil menjadi penghuni baru sekaligus di tiga indeks yakni LQ45, IDX80, dan KOMPAS100.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) harus keluar dari indeks IDX30 bersama dengan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI). Terpantau PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) menggantikan posisi mereka.
Dalam indeks LQ45, PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) harus keluar dari indeks tersebut, digantikan oleh PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA).
Bagaimana Dampak Rebalancing?
Rebalancing indeks saham bisa berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap IHSG.
Ketika saham-saham masuk ke dalam indeks populer seperti LQ45 dan IDX30, maka permintaan naik karena banyak investor institusi dan ETF mengikuti indeks tersebut.
Hal ini mendorong harga saham yang masuk indeks naik. Sebaliknya, saham yang keluar dari indeks sering mengalami tekanan jual. Jika saham-saham tersebut memiliki bobot besar di IHSG, maka pergerakannya akan mempengaruhi IHSG secara keseluruhan.
Rebalancing menciptakan sentimen pasar yang cukup besar. Saham yang masuk indeks dianggap lebih berkualitas, menarik minat beli dan mendorong euforia di sektor atau industri terkait. Hal ini bisa menarik arus dana masuk ke sektor tertentu, lalu mengangkat saham-saham lain, termasuk yang ada di IHSG.
Jika indeks yang direbalancing cenderung mengganti saham dari satu sektor ke sektor lain, maka sektor yang dikeluarkan mungkin mengalami koreksi. Sementara sektor yang dimasukkan kemungkinan akan naik. Perubahan sektor dominan di indeks dapat mencerminkan rotasi sektor yang juga berdampak ke IHSG.
Meskipun IHSG menggunakan kapitalisasi pasar sebagai bobot, perubahan harga saham-saham besar alias big caps akibat rebalancing bisa menggerakkan IHSG.
Rebalancing selalu dianggap sebagai sinyal. Jika saham yang masuk indeks maka dianggap memberikan sinyal positif. Begitupun sebaliknya, saham yang keluar indeks maka dianggap memberikan. sinyal negatif. Hal ini memengaruhi persepsi investor ritel dan institusi, dan berdampak ke volume serta volatilitas perdagangan, secara agregat bisa memengaruhi pergerakan IHSG.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)