
Lengkap! Ini Penjelasan Deal Dagang Versi Amerika & Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) resmi menerbitkan Joint Statement pada 22 Juli 2024 sebagai hasil dari negosiasi panjang dan kompleks mengenai kebijakan tarif perdagangan bilateral.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Joint Statement ini mencerminkan komitmen politik kedua negara dan akan menjadi dasar dari perjanjian perdagangan yang lebih komprehensif.
Kesepakatan ini bukan hanya mencerminkan komitmen politik, tetapi juga membuka akses pasar yang lebih luas, memperkuat investasi strategis, dan memperdalam kerja sama dalam berbagai sektor utama, termasuk digitalisasi, komoditas industri, dan perlindungan data.
Dalam pernyataannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa Indonesia berhasil mendapatkan penurunan tarif ekspor ke AS dari 32% menjadi 19%, menjadikannya salah satu penurunan tertinggi di antara negara-negara mitra dagang utama AS yang sebelumnya menyebabkan defisit neraca perdagangan.
Lebih jauh, sejumlah komoditas unggulan Indonesia seperti kelapa sawit, kopi, kakao, dan produk mineral olahan berpotensi memperoleh penurunan tarif tambahan hingga mendekati 0%.
Di sisi lain, pernyataan resmi Pemerintah Amerika Serikat melalui USTR (United States Trade Representative) memberikan gambaran yang lebih luas dan teknis.
AS menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen menghapus sekitar 99% tarif terhadap produk industri dan pertanian AS. Di samping itu, AS juga akan mengidentifikasi komoditas yang tidak diproduksi secara domestik untuk diberikan pengurangan tarif lebih lanjut, selaras dengan prinsip timbal balik yang diusung dalam perjanjian ini.
Perbedaan penekanan juga terlihat dalam isu-isu teknis. Pemerintah Indonesia menyampaikan bahwa beberapa aturan seperti TKDN akan diberlakukan secara terbatas untuk produk-produk teknologi asal AS, dengan tetap menjaga mekanisme pengawasan impor.
Di sisi lain, AS menggarisbawahi pentingnya penghapusan hambatan non-tarif yang selama ini mengganggu perdagangan, termasuk pelabelan produk, sertifikasi, inspeksi prapengapalan, serta penanganan isu kekayaan intelektual yang tercantum dalam laporan Special 301.
Kedua belah pihak sepakat bahwa tata kelola data pribadi menjadi isu krusial. Pemerintah Indonesia menyebutkan bahwa kesepakatan ini menjadi dasar hukum pengelolaan data lintas negara, khususnya untuk melindungi data warga Indonesia dari penyalahgunaan oleh penyedia layanan digital asing.
Sementara itu, AS menuntut kepastian soal kebebasan transfer data lintas batas, penghapusan tarif terhadap produk digital, serta dukungan tanpa syarat terhadap moratorium bea atas transmisi elektronik di forum WTO.
Komitmen pada sektor industri juga menjadi perhatian. Indonesia menyatakan terbuka terhadap ekspor komoditas industri dan mineral kritis dalam bentuk produk hilir, tidak lagi bahan mentah.
Hal ini sejalan dengan tujuan AS untuk membangun rantai pasok global yang aman dan kompetitif, termasuk dalam konteks pengendalian ekspor, keamanan investasi, dan pencegahan penghindaran tarif oleh pihak ketiga.
Isu tenaga kerja dan lingkungan juga mendapat tempat dalam pernyataan AS. Indonesia diharapkan mengadopsi larangan impor barang hasil kerja paksa, memperkuat hak buruh, serta meningkatkan penegakan hukum lingkungan, termasuk dalam pengelolaan hutan dan perdagangan hasil hutan ilegal.
Meskipun tidak banyak diangkat dalam pernyataan Menko Airlangga, komitmen ini menjadi syarat penting dalam pendekatan perdagangan berbasis nilai yang kini dikedepankan oleh AS.
Di sisi investasi, kedua negara mencatat kesepakatan besar yang sedang berlangsung, mulai dari pembangunan pusat data oleh Oracle dan Amazon Web Services, pengembangan teknologi AI oleh Microsoft, hingga proyek Carbon Capture and Storage oleh ExxonMobil. Nilai total proyek-proyek ini mencapai puluhan miliar dolar, menandai kepercayaan investor AS terhadap potensi ekonomi Indonesia.
Indonesia dan AS juga mencatat kerja sama perdagangan besar lainnya seperti pembelian pesawat, produk pangan seperti kedelai dan gandum, serta produk energi seperti gas cair dan minyak mentah. Seluruh kesepakatan ini akan dituangkan dalam perjanjian final yang akan dirampungkan dalam beberapa minggu ke depan, sebelum melalui proses domestik dan ditandatangani secara resmi.
Melalui kerja sama ini, Indonesia berharap dapat meningkatkan daya saing, mendorong inovasi, memperkuat infrastruktur digital, serta menjaga keseimbangan neraca perdagangan nasional. Pemerintah menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional dan perlindungan lapangan kerja, terutama di sektor padat karya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)