"Badai" Ini Bisa Jadi Bencana Sawit Indonesia

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
09 July 2025 14:20
Kebun Sawit. (Dok. Triputra Group)
Foto: Kebun Sawit. (Dok. Triputra Group)

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga minyak sawit mentah (CPO) terus menunjukkan tren kenaikan dalam beberapa hari terakhir. Namun, harga bisa tergelincir karena kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Pada perdagangan hari ini, Rabu (9/7/2025), harga CPO di Bursa Derivatif Malaysia ada di posisi MYR 4.191 per ton, menguat 3,1% dalam tiga hari terakhir. Harga penutupan kemarin adalah yang tertinggi sejak awal April 2025 atau tiga bulan terakhir. Sepanjang bulan ini, harga CPO sudah terbang 8% lebih.

Harga CPO terus menguat ditopang oleh dan kekhawatiran pasokan jangka panjang.
Faktor terakhir ini muncul akibat minimnya kegiatan peremajaan tanaman selama bertahun-tahun dan semakin tuanya profil pohon sawit di industri.

Dikutip dari Bernama, pedagang minyak sawit David Ng mengatakan pelaku pasar memperkirakan produksi di Malaysia akan menurun dalam beberapa pekan mendatang, yang mendukung kenaikan harga.

"Faktor musiman dan kondisi cuaca kemungkinan akan memperlambat kegiatan panen, sehingga pasokan minyak sawit Malaysia menjadi lebih ketat," ujarnya kepada Bernama.

Dia menambahkan bahwa kinerja ekspor yang lebih kuat juga turut menopang harga karena permintaan yang solid dari pembeli utama membantu menyerap pasokan.

"Kami melihat level support di MYR 4.000 per ton dan resistance di MYR 4.150," katanya.

Kenaikan permintaan dari India menjelang Diwali pada 20/21 Oktober 2025 juga bisa mengerek harga. Dia juga menyoroti bahwa ekspektasi terbaru mengenai pertumbuhan produksi yang lebih lambat dari perkiraan turut mendorong sentimen positif di pasar

"India adalah salah satu importir terbesar minyak sawit Malaysia, dan ketika India meningkatkan pembelian, hal itu mendorong angka ekspor Malaysia dan menopang harga," ujarnya.

Pasar juga tengah khawatir mengenai potensi gangguan pasokan dari Indonesia, baik karena risiko tarif maupun faktor musiman. Sementara itu, alternatif minyak nabati seperti soybean oil dan rapeseed oil bisa menjadi substitusi, apalagi jika negara pengekspor komoditas tersebut mendapat perlakuan tarif lebih rendah.

Selain itu, isu negoisasi tarif ikut mempengaruhi harga. Isu yang membayangi adalah rencana tarif balasan sebesar 32% terhadap sejumlah produk asal Indonesia, termasuk CPO.
Sebagai catatan, Presiden AS Donald Trump Senin waktu AS mengumumkan Indonesia akan dikenai tarif resiprokal 32%, di luar tarif dasar 10%.

AS selama ini menjadi salah satu tujuan ekspor penting bagi Indonesia. Dari total 29,5 juta ton produk sawit yang diekspor sepanjang 2024, sekitar 2,25 juta ton per tahun dikirim ke Amerika Serikat dalam tiga tahun terakhir. Jika porsi ini terganggu, bukan hanya neraca dagang yang terdampak, tapi juga sentimen pasar terhadap harga CPO global secara keseluruhan.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia tampaknya menyadari dampak strategis isu ini. Delegasi dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dijadwalkan bertemu dengan perwakilan dagang AS minggu ini di Washington. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas ekspor nonmigas dan menegosiasikan posisi Indonesia dalam peta perdagangan internasional.

Dari perspektif pelaku industri, situasi ini adalah sinyal ganda. Di satu sisi, harga CPO yang menguat memberi napas bagi eksportir setelah sempat tergencet fluktuasi global awal tahun. Namun di sisi lain, ancaman tarif membuat masa depan ekspor ke AS penuh ketidakpastian.

Malaysia pun tak tinggal diam-menteri komoditasnya, Johari Abdul Ghani, menegaskan bahwa AS tidak punya substitusi langsung untuk sawit, terutama dalam industri oleokimia.

Dengan sentimen ini, pasar masih akan terus mencermati perundingan bilateral dan dampaknya terhadap arus perdagangan sawit. Harga mungkin naik hari ini, tetapi ketahanan ekspor akan sangat bergantung pada diplomasi dan strategi dagang yang taktis. Sawit kembali diuji, bukan oleh alam, tapi oleh dinamika geopolitik.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation